Tempat Tidur

1.3K 66 0
                                    


"Kau masih belum mau cerita soal apa yang terjadi denganmu?" tanya Javier sambil membelai kepala Jo yang tertidur di atas dadanya.

Mereka berdua berbaring di atas tempat tidur Jo yang hanya cukup untuk satu orang. Area yang sempit membuat mereka lebih mendekat.

Tak ada yang terjadi di tempat tidur itu, mereka hanya berbaring dan saling memeluk untuk meluapkan kerinduan mereka.

Jo menggeleng, semakin membenamkan wajahnya di ceruk leher Javier layaknya anak kecil yang mendekap dalam dekapan ayahnya. "Aku hanya rindu."

Javier terkekeh. "Hm.. Kau seperti anak kecil."

"Aku seperti Ivy?"

"No, Ivy tidak pernah melakukannya. Dia tidak manja sepertimu."

Jo tertawa kecil mendengarnya. Tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa bersikap manja begitu menyenangkan.

"Lain kali, jika kau merindukanku lagi, hubungi aku. Aku akan datang. Jangan menangis di telepon seperti tadi. Itu sangat mengganggu konsentrasiku!" tegas Javier.

Jo mengangguk. Jika nanti kita berpisah dan aku merindukanmu, apakah kau tetap akan datang?

Javier merapatkan pelukannya, karena jika dia tidak merapatkan tubuhnya pada Jo maka dia akan terjatuh ke lantai. Tempat tidur itu terlalu sempit untuk tubuh Javier yang setengah kali lebih besar dari Jo.

Pelukan itu terasa sangat nyaman dan hangat. Siapa saja yang merasakannya akan mengantuk dibuatnya.

"Sayang?" kata Jo.

"Ya?"

"Bisakah kau di sini untuk beberapa lama lagi?"

Javier tersenyum. Senyumnya jelas tidak akan terlihat oleh Jo, tapi suaranya terdengar jelas karena bibirnya yang menempel di cuping telinga Jo.

"Kau ingin aku di sini sampai besok?" tanya Javier.

Tubuh Jo bergetar karena tertawa. "Bagaimana reaksinya Bibi Ema jika melihatmu tidur berpelukan denganku di sini?"

"Yah, paling tidak aku terpaksa harus menikahimu!"

Javier dan Jo tertawa semakin keras.

"Aak!"

"Eh eh!"

BRUK

Javier terperosok dari pinggiran tempat tidur ke atas lantai.

"Aw!" teriak Javier yang masih terlentang di atas lantai.

Jo tertawa terpingkal-pingkal melihat Javier terjatuh dari tempat tidurnya. "Hahahaha.."

Javier bangkit namun masih duduk di atas lantai. Melihat Jo tertawa sebebas itu, hatinya mulai tenang. Lambat laun dia pun ikut terpancing untuk ikut menertawakan dirinya sendiri.Setelah selesai tertawa, Javier menatap tempat tidur yang ukurannya seperti tempat tidur Ivy itu dengan tatapan penuh dendam. Akan kubuang tempat tidur ini ke tempat sampah!

Jo menepuk sisi tempat tidurnya. "Kemari. Kembalilah ke tempat tidur kesayanganku."

"Apa? Kau menyayangi benda yang telah membuatku jatuh?" Javier beringsut untuk kembali naik ke atas tempat tidur.

"Haha.. Ya. Kemarilah."

Mereka berdua kembali berbaring dengan posisi yang lebih baik dari semula. Jo mendongak dan tatapannya bertemu dengan Javier.

Bibir mereka pun menempel satu sama lain. Ciuman penuh kerinduan. Kalau saja Javier tidak ingat dengan tempat tidur yang tidak nyaman itu, kerinduannya tidak akan hanya berakhir dengan ciuman.

Jo memeluk Javier dengan hangat, hingga matanya terpejam. Malam ini akan menjadi malam yang membuat kualitas tidurnya membaik setelah beberapa hari kemarin dia memang tidak dapat tidur dengan nyaman. Keberadaan Javier di sampingnya, membuat hatinya tenang dan nyaman.***"Jo! Bangun! Sarapan sudah siap!" teriak Bibi Ema dari area dapur.

Jo terperanjat dan segera menoleh ke samping. Di sampingnya sudah tidak ada Javier. Akhirnya dia bisa bernafas lega. Akan terjadi malapetaka jika Bibi Ema tahu Javier tidur dengannya semalam.

Bukan soal Javiernya, Bibi Ema sangat menyukai Javier. Melainkan soal statusnya yang memiliki istri. Tentu akan sangat salah jika keponakannya menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain.

Di atas meja lampu, terlihat selembar kertas yang berisi sebuah tulisan. Tulisan tangan Javier terlihat begitu indah.

******Aku pulang setelah kau mendengkur keras dan mati rasa. Segera buang tempat tidurmu, karena itu membuat badanku sakit. Malam selanjutnya jika aku datang lagi, maka tempat tidurnya harus lebih besar.Aku mencintaimu, seperti biasa******.

Jo tertawa membacanya. "Hahaha.. Seorang senator rupanya tidak pandai menuliskan kata-kata romantis!"

Jo keluar dari kamarnya dengan perasaan senang tiada tara. Bagaikan seorang anak yang telah turun panas demamnya. Eh.

"Wah, kau sudah sehat rupanya!" seru Bibi Ema saat melihat aura positif yang dipancarkan dari wajah keponakannya itu.

"Iya, Bi. Hari ini aku akan kembali bekerja ke green house," jawab Jo dengan mulut penuh sandwich telur yang dibuat Bibi Ema.

Bibi Ema tersenyum lega. "Syukurlah."

"Jo! Bibi!" teriak Patrick yang muncul dari balik pintu yang terbuka.

Di belakang Patrick ada beberapa orang kurir terlihat tengah membopong sebuah tempat tidur queen size.

"Jo, kau memesan tempat tidur baru?" tanya Patrick yang menunjukkan letak kamar Jo yang ditanyakan oleh salah seorang kurir.

Bibi Ema melongo dan Jo hampir saja menyemburkan sandwich yang sudah lembut terkunyah dari dalam mulutnya.

"Astaga Javier! Kau sungguh-sungguh soal tempat tidur mungil kesayanganku itu!" teriak Jo dalam hati.

Jo segera menelan sandwichnya. "Ah iya! Kemarin aku memesan tempat tidur baru karena dirasa sudah semakin sempit!" kata Jo mencari alasan.

Semalam, Javier memesan sebuah tempat tidur baru di marketplace secara online melalui ponselnya saat Jo terlelap dalam dekapannya. Javier sangat puas setelah mengakhiri belanja tempat tidur baru untuk kekasihnya itu secara online.

Kini Patrick, Jo dan Bibi Ema hanya melongo menatap kurir yang berjumlah empat orang itu masuk ke dalam kamar Jo. Kurir itu sepertinya bukanlah sembarang kurir.

Kurir tugasnya hanya mengantarkan barang kiriman, bukan ikut memasangnya, mengganti tempat tidur lama bahkan mendekorasi ulang kamar Jo seperti itu.

Jo pun hanya bisa menggeleng saat Bibi Ema menatap dengan penuh tanda tanya. Setelah kurir misterius itu pergi, Jo masuk ke dalam kamarnya dan melihat tampilan kamarnya yang jauh lebih tertata rapi.

Hanya tempat tidur itu yang terlihat baru. Jangan sampai Javier tahu kalau lemari Jo pun sudah tidak dapat menutup dengan baik. Jangan sampai kurir aneh itu datang lagi.

Jo meraih ponselnya kemudian memotret penampakan kamar barunya. Foto itu dia kirimkan pada Javier. Tak lama, Javier pun menelepon.

"Kau sudah gila!" teriak Jo dengan suara tertahan agar tidak sampai terdengar Bibi dan Patrick di dapur.

"Hahaha.." Javier tertawa puas.

"Aku sampai kehabisan akal mencari-cari alasan!"

"Katakan saja yang sejujurnya. Kamu tidak usah susah-susah mencari alasan lain," balas Javier santai.

Jo berkacak pinggang sambil berekspresi kesal yang tentunya tak akan terlihat oleh Javier.

"Lain kali saat aku datang ke sana lagi, dengan tempat tidur seluas itu kita bisa melakukan hal lain selain tidur," akhir Javier sambil tertawa.

Sambungan telepon terputus. Jo memandang ponsel layaknya memandang wajah kekasihnya. Perasaannya campur aduk antara kesal sekaligus gemas.♤♤♤**BAGAIMANA DENGAN KALIAN READERS?? GEMES JUGA GAK?JANGAN LUPA VOTE, LIKE, COMMENT AND SHARE**!

Cause I'M YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang