Shadow

836 61 1
                                    

Mereka melanjutkan perjalanan sesuai dengan arah yang dipetakan untuk tim mereka. Di perjalanan mereka menemukan hewan-hewan lain yang terluka. Maya melakukan tugasnya dengan baik sebagai dokter hewan, sementara yang lainnya memberikan makanan berupa wortel yang sudah dipersiapkan untuk memberi hewan-hewan itu makan.

"Jo," bisik Lucy.

"Kenapa?" tanya Jo.

"Aku ingin buang air kecil," jawabnya masih berbisik.

"Ayo, aku temani!" kata Jo. "Guys, kami pergi dulu!" seru pada temannya yang lain.

"Kemana?" tanya Nick mengernyitkan dahi.

Jo mengacungkan kelingkingnya, mereka pun mengerti bahwa Jo dan Lucy pergi untuk buang air kecil. Jo dan Lucy menyimpan ranselnya dan pergi ke tempat yang lebih tersembunyi. Jo mendengar gemercik air, dia pun mengikuti suara itu dan terlihat sungai kecil di sana. Lucy segera berlari ke arah batu besar dan bersembunyi di baliknya. Jo menunggu Lucy menyelesaikan urusannya. Sayup-sayup dia mendengar suara simpanse yang terdengar lirih.

"Lucy, apa kau mendengarnya?" tanya Jo setengah berteriak.

"Ya! Aku mendengarnya!" sahut Lucy dari balik batu.

Suara itu terdengar tak jauh dari tempatnya berada.

"Aku akan mencari tahu asal suaranya!" seru Jo.

"Jangan jauh-jauh Jo! Kita panggil tim supaya bersama-sama pergi ke asal suara itu!"

"Ya, aku tidak akan jauh!"

Jo pun berjalan mengikuti asal suara itu. Sampai dia menemukan sebuah jurang yang tidak begitu dalam, namun penuh dengan semak belukar. Di bawah jurang itu terlihat asap mengepul dan masih terlihat kobaran api yang membakar ranting-ranting kering di dasar jurang. Di salah satu dahan pohon, terlihat seekor simpanse yang bersuara dan terlihat lemah. Bahkan simpanse itu tidak mampu melompat saking lemahnya.

Simpanse itu sepertinya dapat diraihnya. Perlahan Jo menurunkan kakinya kemudian duduk di pinggiran jurang.

"Jo! Apa yang kau lakukan?" tahan Lucy yang telah selesai dengan urusannya.

"Aku akan membawa simpanse itu pada Maya," kata Jo sambil terus turun perlahan untuk meraih simpanse itu.

"Hati-hati Jo!"

Jo menginjakkan kakinya pada batang pohon yang sama dengan simpanse itu berada. Simpanse yang biasanya liar dan akan menyerang, ternyata tidak begitu dengan simpanse yang berada di hadapannya. Jo segera meraih simpanse dengan kedua tangannya seperti menggendong anak kecil, kemudian menyerahkannya pada Lucy.

"Ayo Jo, segera naik!" kata Lucy.

Jo mengangguk kemudian mulai memanjat untuk kembali naik.

Krek

Batang pohon yang menjadi pijakannya berbunyi retak.

Grussshh

Pohon itu tumbang beserta Jo yang terbawa.

"Aaak!!"


"Jo!!!"

Jo terperosok turun ke dasar jurag perlahan karena tangannya meraih apa saja yang dilewatinya di badan jurang, membuat kedua tangannya terluka. Hingga akhirnya dia terhenti dan terlentang di atas batu besar yang kokoh. Namun asap dari bawah semakin meliputinya.

"Uhuk! Uhuk!" Jo terbatuk karena asap. Masker respiratornya tadi  dia simpan di dalam tasnya.

Lucy berlari sambil membawa simpanse dalam gendongannya.

"Hei! Tolong!"

Nick, Daniel, dan Maya berlari menghampiri Lucy. Lucy menyerahkan simpanse itu pada Maya dan Maya pun lekas menolongnya.

"Mana Jo?" tanya Daniel dengan wajah khawatirnya.

"Dia terperosok ke dalam jurang!" seru Lucy terengah-engah.

Nick, Daniel dan Lucy pun berlari menuju jurang sementara Maya menangani simpanse. Mereka bertiga sampai di tepi jurang. Mereka tak dapat melihat apapun di dasar jurang selain asap.

"Jo!" teriak Nick.

Jo mendongak. Suara Nick terdengar.

"Aku di bawah sini!" sahut Jo. "Ada batu besar di bawah sini! Aku baik-baik saja!"

Ketiga temannya di atas jurang bernafas lega. "Baiklah Jo, aku akan turun ke bawah dan monolongmu!" teriak Daniel.

Medan jurang itu terlihat mudah baginya, karena Daniel adalah seorang pemanjat tebing. Nick mengikatkan tali yang Daniel berikan ke batang pohon yang berada tak jauh dari sana dengan kuat. Ujung talinya dia ikatkan pada badan Daniel. Jo terduduk sambil menunggu teman-temannya menyelamatkannya.

Dadanya mulai sesak karena asap yang dia hirup.

"Uhuk! Uhuk!" Jo terus terbatuk hingga tenggorokannya sakit.

Asap yang mengepul itu membatasi penglihatannya. Jo pun melemah. Dari balik asap itu, terlihat siluet seseorang yang berjalan ke arahnya. Siluet itu berganti menjadi bayangan hitam. Bayangan hitam itu mulai mendekat. Jo memaksakan diri untuk tetap membuka kelopak matanya.

Bayangan itu berada di hadapannya. Bayangan itu berubah menjadi sosok lelaki bertubuh tinggi, berbadan besar, berjambang dan bermata indah. Sosok yang amat dia rindukan. Bayangan itu menjelma menjadi sosok Javier yang tampan dan kharismatik.

"Javier, kaukah itu?" tanya Jo lemah, air mata di ujung matanya sudah terkumpul.

"Jo, aku di sini," ucap bayangan itu.

Suara Javier jelas terdengar di telinganya.

"Jo, aku di sini," bayangan itu membelai pipi Jo halus dan hangat.

Jo segera memeluk bayangan itu dengan tenaganya yang tersisa. Javier begitu nyata di hadapannya. Air matanya mengalir.

"Aku tidak ingin kehilanganmu," bisik Jo kemudian matanya pun terpejam.

"Tenanglah Jo, kau tidak akan kehilanganku," bisik bayangan itu.

Daniel segera menautkan tali cadangan yang dia bawa ke badan Jo kemudian mengikatnya pada badannya. Daniel pun segera merangkak mendaki badan jurang hingga dia sampai ke atas.

Nick segera melepaskan ikatan tali begitu Daniel sampai dengan Jo.

"Jo tidak sadar, sepertinya dia banyak menghirup asap," kata Daniel.

"Ayo kita kembali ke pusat komando!" ucap Nick.

Mereka pun kembali ke tempat mereka berkumpul pertama kali. Daniel menggendong tubuh Jo, sambil sesekali menatap wajah Jo yang terkulai di dadanya. Jantungnya berdegup. Apalagi saat Jo membisikan padanya bahwa Jo tidak ingin kehilangannya di bawah jurang tadi.

Daniel memang sudah tertarik pada pribadi Jo semenjak kedatangannya ke Australia. Selama satu bulan dia mengenalnya, dia semakin tertarik dengan Jo. Mendengar Jo tidak ingin kehilangannya, Daniel seolah mendapatkan secercah harapan.

"Apa yag terjadi?" tanya Liz dengan ekspresi khawatirnya melihat Jo tak sadarkan diri.

"Dia banyak menghirup asap!" ucap Daniel.

Daniel segera memasukkan Jo ke mobil medis yang memang berjaga di sana untuk keadaan darurat. Tim medis segera memberi oksigen pada Jo. Lucy menjelaskan kronologis yang sebenarnya pada Liz dan Bruce.

"Jo, aku di sini," suara Javier masih terdengar jelas di telinga Jo meski dia tidak dapat membuka matanya.***

"Uhuk! Uhuk!" Javier tersedak kopinya.

"Tuan, Anda tidak apa-apa?" tanya Tom.

Javier melambaikan tangannya, kemudian dia pergi ke toilet. Di toilet Javier terus terbatuk dengan parah. Setelah tenggorokannya lega, dia segera mencuci mukanya dan melihat refleksi wajahnya di depan cermin. Tiba-tiba pikirannya saat ini teringat pada Jo. Kekasihnya yang pergi dan tidak pernah menjawab teleponnya setelah satu bulan dia berusaha menguhubunginya.

***

Cause I'M YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang