34. Maaf

45.2K 5.5K 177
                                    

Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih...

***

Udara dingin, ditengah hutan dan pepohonan, belum lagi suara air sungai yang menenangkan. Tempat yang sudah lama diincar Terra untuk liburan. Bandung memang tidak pernah mengecewakan. Empat hari disini tidak pernah membuat Terra bosan. Padahal yang dia lakukan itu-itu saja.

Bangun tidur, cari sarapan, keliling kota Bandung sejenak, kemudian menikmati keindahan alam, berkeliling hutan pinus, atau sekedar santai sambil membaca buku yang sengaja dia bawa dari rumah. Buku-buku yang dulu pernah dibelinya tapi belum sempat dibacanya.

Kalau sudah bosan dia akan menikamti api unggun dari sore hingga malam hari. Suasana disini benar-benar bisa membuat Terra nyaman untuk sementara. Jauh dari ponsel karena dia mematikan benda canggih itu. Tidak ada yang tahu Terra pergi kemana selain mama. Bahkan Milan saja tidak dia beritahu. Milan juga tidak tahu Terra mengambil cuti panjang.

Dia menutup rapat-rapat kisahnya dengan Dion, tidak membiarkan siapa pun tahu termasuk Lydia sendiri. Sementara Dion sibuk dengan urusan pekerjaannya, Terra juga akan sibuk dengan kesenangan hatinya. Kerja terus menerus itu tidak enak. Kalau boleh memilih dia tidak ingin kerja terus, tapi ujung-ujungnya dia kebablasan juga tenggelam dengan pekerjaan.

Terra sudah berpikir ratusan kali, bahkan ribuan kali dalam kurun waktu beberapa hari sebelum dia mantap menyerahkan surat pengunduran dirinya. Siapa yang mau bekerja disana lagi dengan semua yang sudah terjadi. Dia punya tabungan yang cukup untuk angkat kaki dari sana dan menjadi pengangguran untuk beberapa bulan kedepan.

Sementara ini Terra belum tahu apa yang mau dia lakukan kedepannya. Bekerja lagi kah, atau tidak usah bekerja saja selamanya, ikut-ikutan bergaya dengan jadi entrepreneur seperti yang lagi booming di media sosial belakangan ini. Entah, biarkan waktu saja yang menjawab nanti. Kepalanya akan memuntahkan ide cemerlang dengan sendirinya kalau sudah waktunya.

Pagi ini dia cukup bermalas-malasan. Tidak ingin sarapan, Terra hanya menyeduh secangkir kopi hitam hangat sambil duduk di tepi sungai, pemandangan yang langsung dia dapatkan begitu membuka tendanya, benar-benar persis di depan sungai.

Dengan santai dia mengayun-ayunkan kakinya yang tidak bisa menyentuh gemercik air. Arus sungai sedang lumayan deras. Kalau dia sudah bosan hidup tidak perlu repot-repot cari tempat bunuh diri lagi. Tinggal nyemplung kesana, dan biarkan arus yang bekerja, sangat mudah.

Perkenalan singkat dengan Dion memang banyak merubah segalanya. Dia tidak tahu kalau jatuh cinta ternyata bisa semenyedihkan ini. Harusnya dia sadar kalau memang jatuh cinta itu indah, tidak mungkin ada kata jatuh di depannya. Karena yang namanya jatuh tidak akan datang memberikan kesenangan.

Satu hal yang dia benci pada dirinya sekarang, seberapa keras dia ingin meninggalkan Dion, hatinya tetap tidak bisa diajak bekerjasama. Hatinya memilih untuk tinggal bersama lelaki itu, dia ingin menghapus luka yang dimiliki lelaki itu, tapi malah dia yang harus ikut merasakan terluka juga. Sudah seperti ini saja hati sialannya tetap tidak mau berpaling.

Terra menghembuskan napasnya, membuat uap kecil keluar dari mulutnya. Pagi hari ini dingin, semua orang disekitarnya memakai sweter dan pakaian rapat dan tebal lainnya untuk melindungi diri dari hawa dingin yang menusuk. Sementara Terra hanya mengenakan celana panjang kain, kaos lengan panjang, juga sandal jepit yang sempat dia beli di warung sebelum kesini.

Beberapa orang menatapnya dengan heran. Mungkin mereka berpikir wanita aneh dari mana yang bisa dengan santai duduk di luar mengenakan pakaian serba tipis di suhu yang hampir tujuh belas derajat ini. Mereka tidak tahu saja hati Terra jauh lebih dingin dari pada cuaca yang ada.

TerraCotta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang