Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih...
***
Lydia menatap pantulan putrinya yang begitu menawan dari cermin. Gaun putih polos dengan lengan panjang, dan rambut yang digulung dengan sangat sederhana membuat semuanya jadi terlihat begitu elegan. Tidak dia sangka putrinya yang dulu masih selalu dia wanti-wanti untuk segera menikah benar-benar akan menikah sekarang.
"Cantik banget anak mama. Nggak nyangka mama hari ini datang juga." Terra hanya tersenyum kecil. Sudah mau pukul sembilan pagi, sebentar lagi acaranya akan dimulai, tapi belum ada tanda-tanda kehadiran Dion. Tentu saja Terra jadi gelisah sendiri.
"Dion-nya belum selesai ma?" Tanya Terra.
"Coba sebentar mama tanya deh."
Belum sempat keluar untuk menanyakan keberadaan Dion, seseorang sudah masuk dan menghampiri mereka, mengatakan sesuatu yang langsung membuat emosi Terra naik ke ubun-ubun. Dion bangun kesiangan di acara sepenting ini, dan sekarang masih siap-siap ditemani oleh Faris. Kemungkinan pernikahan mereka akan mundur dari jam yang sudah ditetapkan. Terra ingin memakan Dion hidup-hidup rasanya.
"Mama tunggu di depan saja ya. Kamu jangan marah-marah nanti jadi jelek." Lydia memilih menghindar dari semuanya. Menenangkan Terra juga percuma, dia tahu sifat putrinya sendiri dengan baik. Dia hanya bisa berdoa dalam hati semoga Dion akan baik-baik saja setelah ini.
Sementara di tempat pernikahan, kedua orangtua Dion sudah ada disana, duduk dengan tenang, kecuali Pelita yang tidak tenang. Sedikit-sedikit dia mengubah posisi duduknya. Sebentar-sebentar dia menoleh memandang suaminya yang begitu santai, malah sambil bergumam dan bersenandung kecil menyanyikan sebuah lagu.
"Itu anak gimana sih pa? Masa telat bangun. Ini udah jam sembilan lewat sepuluh menit, malu sama tamu-tamu." Kata Pelita kesal, sementara Hendra hanya diam saja, menatap lurus kedapan sana dengan wajah biasa saja. Seolah-olah sedang tidak terjadi apa-apa. Padahal para tamu sudah jelas-jelas mulai tidak tenang karena acara tidak kunjung dimulai.
"Kita sudah menunggu tahunan untuk acara ini ma, apa salahnya menunggu hanya sepuluh sampai lima belas menit lagi." Jawab Hendra kemudian melanjutkan senandungnya. Istrinya tidak tahu saja kalau dia juga sama paniknya. Hanya saja Hendra jauh lebih mampu menenangkan dirinya.
Terra yang tidak sabar langsung menuju tempat pernikahannya, berdiri diluar tenda sambil menunggu kedatangan Dion. Ya, tempat pernikahan Terra dan Dion ada di salah satu hotel bintang lima di Bali yang langsung menghadap ke pantai. Jadi mereka hanya menggunakan tenda sederhana yang dihiasi dengan bunga anyelir untuk menghalangi matahari dan hujan yang kemungkinan akan turun.
Dari luar Terra bisa melihat para tamu undangan yang sudah duduk manis sambil berbincang satu dengan yang lainnya. Ada Milan dan orangtuanya, tapi Terra tidak bisa mendapati Sintia disana. Sepertinya Milan tidak mengajak Sintia.
Derap langkah kaki seseorang terdengar begitu jelas. Dari kejauhan Terra bisa melihat Dion berlari kencang diiringi oleh Faris yang menenteng dasi. Dion langsung menghampiri Terra dengan napas yang terengah-engah, dibelakangnya Faris langsung mengalungkan dasi pada Dion.
"Ketinggalan dasinya, main lari saja." Keluh Faris yang juga sama lelahnya. Dion dengan cepat langsung memasang dasi yang sudah dikalungkan Faris tadi. Terra menatap dua lelaki itu bergantian dengan kesal.
"Aku telat bangun, tidak bisa tidur semalam," Ujar Dion tanpa rasa bersalah. "Sudah terlambat sekali ya?" Kata Dion yang masih sibuk memasang dasinya.
"Dua puluh menit masih bisa tanya sudah terlambat sekali apa belum?" Kata Terra dalam hatinya. Dion menatap horor Terra yang masih diam.
"Kamu jangan begitu, mengerikan sekali, senyum sedikit. Masa jalan ke dalam nanti mukanya cemberut begitu. Apa kata orang kalau pengantinnya tidak ada senyum-senyumnya sama sekali" Dengan spontan Terra menendang tungkai kaki Dion, membuat Dion menjerit kesakitan, tapi dia mencoba untuk menahannya agar tidak menarik perhatian para tamu undangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TerraCotta (Completed)
ChickLitDi usia yang nyaris kepala tiga, Terra masih tidak mengerti tujuan hidupnya apa. Selama lima tahun terakhir, dia merasa tidak ada yang berubah, waktu berhenti berputar dan tahu-tahu dia sudah dua puluh delapan tahun. Rasanya baru kemarin dia masuk k...