30. Keputusan Terra

39.1K 4.7K 177
                                    

Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih...

***

Setelah bilang kalau dia punya janji meeting dengan Faris, Dion lenyap bagaikan ditelan bumi begitu saja. Tidak ada kabar dan tidak muncul ke kantor lebih dari empat hari, padahal Terra sedang menunggu lelaki itu. Dia sendiri juga gengsi untuk menghubungi Dion lebih dulu. Jadilah pagi ini pun dia hanya bisa mengharapkan kedatangan Dion di kantor.

Segelas ice cafe latte menemani pagi kelabu Terra. Biasanya dia begitu semangat menikmati kopinya di pagi hari, tapi hari ini untuk melihatnya saja Terra sudah malas. Kopinya masih hampir utuh dengan es batu yang sudah mau mencair.

Tanpa kehadiran Dion, suasana kantor begitu tentram. Tidak ada lagi keributan-keributan yang tercipta seperti dulu. Terra tidak perlu repot-repot menarik urat karena harus berdebat dengan Dion. Tapi Terra merindukannya, sangat, semenyebalkan apapun Dion.

Sampai saat ini dia masih bisa menahan kewarasannya untuk tetap tenang dan tidak menghubungi Dion. Mungkin Reyya benar, Dion butuh waktu sendiri untuk berpikir. Menentukan kemana arah hatinya akan berlabuh. Masalahnya sudah siapkah Dia ketika ternyata nanti Dion malah memilih kembali pada Reyya sementara dirinya juga sudah terbiasa dengan kehadiran Dion.

Dari lubuk hatinya yang paling dalam, Terra ingin mempertahankan semuanya. Sekali saja seumur hidupnya dia ingin berjuang untuk sesuatu yang benar-benar dia inginkan, dan dia ingin Dion. Tapi dia juga tidak mungkin memaksakan perasaannya kalau memang Dion tidak memliki perasaan yang sama untuknya.

Berhari-hari merenungkan semua yang terjadi diantara mereka membuat Terra semakin tahu diri. Dia sadar akan posisinya. Reyya punya tempat tersendiri di hati Dion tanpa perlu lelaki itu ungkapkan. Cara Dion menatap Reyya berbeda. Sekilas memang ada kemarahan disana, tapi juga ada rindu yang begitu dalam. Terra tidak bodoh, dia wanita yang peka, dia hanya berusaha terlihat tidak peka, karena terkadang berpura-pura bodoh adalah cara terbaik untuk melindungi diri.

"Tumben kamu belum menghabiskannya." Dion muncul sambil menunjuk kopi Terra dengan dagunya. Akhirnya orang yang ditunggu-tunggu datang juga. Seperti biasa, Dion selalu tampil rapih dan necis.

"Bapak ke kantor juga akhirnya!" Seru Terra spontan, bahkan sampai berdiri dari duduknya.

"Ada apa? Ada masalah?" Tanya Dion.

"Banyak." Cicit Terra kecil. Dion mengangguk mengerti.

"Bahas di ruangan saya saja." Kata Dion kemudian berlalu masuk ke ruangannya.

Terra menatap kepergian Dion dengan sendu. Kali ini dia sudah membuat keputusan, dan dia tidak akan mundur sama sekali. Terra mengambil dua lembar kertas dari dalam laci kerjanya. Kemudian berjalan ke depan pintu ruangan Dion dan mengetuknya. Suara bariton Dion mempersilahkannya masuk. Tidak membuang-buang waktu Terra langsung membuka pintu.

"Kamu bisa Terra!" Ujar Terra dalam hati menyemangati dirinya.

***

Mata Terra dan Dion saling bertemu. Tatapan Dion tegas dan begitu menghanyutkan, hanya beberapa detik sebelum dia kembali memperhatikan laptop dengan serius. Terra berjalan, mendudukkan dirinya di hadapan Dion.

"Ada apa?" Tanya Dion biasa saja sambil masih sibuk, tidak mengalihkan perhatiannya dari pekerjaannya.

"Kita perlu bicara Pak, tentang kita, dan tentang semuanya." Sontak Dion langsung menatap Terra lagi. Dia kira ada masalah di kantor, ternyata wanita di hadapannya ini malah ingin membicarakan hal lain diluar pekerjaan.

TerraCotta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang