Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih...
***
Hal yang paling diinginkan Dion sekarang adalah memaki Faris. Lelaki itu benar-benar mengganggu. Beberapa minggu yang lalu mereka memang sedang membuka seafood bar dan restoran baru di Surabaya. Untuk semua urusannya dia serahkan semua pada Faris. Sahabatnya itu sudah berpengalaman, jadi tidak perlu ada yang dikhawatirkan.
Namun beberapa hari yang lalu dia dikabari kalau pembukaan cabang harus tertunda karena beberapa izin dan sertifikat yang masih belum rampung. Dion kesal bukan main karena Faris sedang tidak bisa pergi ke Surabaya. Alhasil dia yang harus turun tangan sendiri. Masalahnya adalah waktunya sangat tidak tepat.
Dia terpaksa meninggalkan Terra dengan pembicaraan yang masih menggantung. Masalah cuti jelas dia setujui, tapi tidak dengan dua yang terakhir. Apalagi masalah membatalkan pernikahan mereka. Entah apa yang Reyya katakan pada wanitanya, yang pasti Dion yakin Reyya punya andil dibalik ini semua. Berani sekali dia bertemu Terra tanpa sepengetahuannya.
Dion berjalan cepat ketika dia sudah sampai di Bandara. Tadi dia sempat bergegas mengemasi barang-barangnya sebentar sebelum langsung menuju ke Bandara. Faris sudah memesankan tiket ke Surabaya. Harusnya lelaki itu yang pergi, tapi mendadak dia malah tidak bisa berangkat.
Faris yang memang sudah ada di bandara sengaja menunggu kedatangan Dion. Tubuh menjulang Faris begitu menarik perhatian diantara kerumunan orang. Dion tidak perlu susah-susah mencari lagi. Faris yang menyadari kedatangan Dion malah melambai-lambaikan tangannya menyuruh Dion agar lebih cepat lagi berjalan.
"Gila lo ya! Mendadak begini!" Faris cengengesan menanggapi Dion sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Anak gue demam, lo tau kan istri gue lagi hamil besar juga. Mana bisa gue ninggalin mereka. Kalau Mima nggak demam sih gue masih bela-belain pergi. Nanti juga kalau udah punya anak lo bakal ngerasain." Dion juga tidak menyalahkan Faris sebenarnya, dia hanya menyalahkan keadaan yang datang di saat yang tidak tepat.
"Gue nggak bisa lama-lama tapi Ris. Ada urusan penting. Paling enam atau tujuh hari gue disana, selebihnya lo harus datang. Kalau Mima masih sakit juga sekalian aja lo bawa anak istri lo kesana, liburan sekalian kerja."
"Ya ampun, tumben-tumbenan lo. Biasanya sama yang namanya kerja nggak ada penolakan. Apa yang lebih penting dari pada kerjaan buat lo emangnya?" Ledek Faris.
"Masa depan gue. Calon istri gue." Faris melongo tidak percaya dengan jawaban Dion, sedetik kemudian dia tertawa terbahak-bahak.
"Terra? Apa Reyya?" Dion mendelik mendengar pertanyaan tidak masuk akal Faris. Dia jelas tahu siapa yang Dion maksud. Lagi-lagi Faris tertawa.
"Hebat banget Terra, sekelas Dion bisa dibuat ketar-ketir sama dia sampai-sampai jadi mikirin masa depan."
"Banyak ngomong! Udah mana sini tiket gue?" Dion mengambil tiket yang Faris sodorkan dengan kasar.
"Santai bos, jangan marah-marah begitu nanti cepat tua. Terra masih muda loh. Hahaha..."
Tidak mau menghiraukan Faris, Dion berjalan begitu saja meninggalkan lelaki itu tanpa mau repot-repot pamit. Biar saja Faris bahagia karena menggodanya. Untuk kali ini akan dia maafkan.
Dion mengambil ponselnya, berusaha menghubungi nomor Terra. Untuk pertama kalinya Dion ingin memberitahukan Terra kemana dia akan pergi. Mengabari wanita itu sekaligus memastikan kalau Terra baik-baik saja, tidak melakukan hal yang gegabah. Mereka belum selesai bicara, jangan sampai Terra memberitahukan keinginannya mengakhiri hubungan pada kedua orangtua mereka. Dion tidak mau. Dia tidak pernah berpikir untuk mengakhiri semuanya dengan Terra.

KAMU SEDANG MEMBACA
TerraCotta (Completed)
Literatura FemininaDi usia yang nyaris kepala tiga, Terra masih tidak mengerti tujuan hidupnya apa. Selama lima tahun terakhir, dia merasa tidak ada yang berubah, waktu berhenti berputar dan tahu-tahu dia sudah dua puluh delapan tahun. Rasanya baru kemarin dia masuk k...