Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih...
***
Tiga bulan mempersiapkan pernikahan itu bukan waktu yang lama. Terra sendiri bingung bagaimana caranya menyiapkan pernikahan dalam waktu tiga bulan. Satu-satunya opsi yang dia miliki adalah mencari Wedding Organizer.
"Cari yang semuanya tinggal terima beres saja. Jadi tidak usah repot lagi." Terra ingin sekali menjitak kepala Dion. Sekali pun ada Wedding Organizer tetap saja mereka juga pasti harus repot.
"Nanti aku cari-cari WO nya deh. Kamu punya request nggak? Tempat atau apa gitu?" Tanya Terra.
"Nggak. Atur aja sesuai maunya kamu. Biasa kan perempuan yang banyak maunya." Kurang ajar Dion. Terra bertanya begitu karena diantara mereka berdua Dion yang paling cerewet. Lelaki itu punya standar tersendiri untuk setiap hal yang diatas rata-rata manusia biasa dan rakyat jelata biasanya.
"Yakin? Kita mau ngundang berapa banyak memang?" Dion sedikit berpikir sejenak.
"Tidak terlalu banyak sepertinya. Kalau mama sama papa paling relasi bisnis sama teman-temannya dua ratus kali ya." Terra melotot kaget.
"Dua ratus? Itu kenal semua? Apa cuma tahu namanya aja tapi nggak tahu orangnya yang mana?"
"Kayanya kenal semua. Memang kenapa?"
Terra menghela napas. Jujur saja dia tidak ingin mendadakan pesta besar-besaran. Pernikahan impiannya adalah pernikahan sederhana yang tidak terlalu banyak dihadiri oleh orang-orang. Cukup keluarga dan teman dekat saja. Tapi sepertinya pernikahan itu tidak dapat dia wujudkan kalau menikahnya bersama Dion.
"Aku sempat kepikiran untuk mengadakan pernikahan yang biasa saja. Nggak perlu mengundang banyak orang." Jelas Terra.
"Kamu mau yang seperti apa?" Tanya Dion. Terra menggigit bibir bawahnya sebelum akhirnya buka suara.
"Yang sederhana, paling hanya seratus undangan. Terus aku maunya di Bali, kalau memungkinkan." Ujar Terra pelan sambil memperhatikan ekspresi Dion yang masih tampak berpikir.
Mengadakan pesta pernikahan di Bali itu tidak murah. Sewa venue dan lainnya, belum lagi transportasi dan juga penginapan yang pasti akan merogoh kantong mereka dalam-dalam. Sedikit tidak tahu diri memang, tapi percuma kan dia mendapatkan Dion kalau tidak bisa digunakan dengan baik, uangnya maksudnya.
"Oke, nanti aku bilang ke mama kalau kita maunya begitu. Dia pasti mau, tenang saja. Dia lebih takut kita tidak jadi menikah. Jadi dia pasti setuju. Kamu atur saja semuanya, tidak perlu memikirkan hal yang lainnya. Ini kan pernikahan kita, bukan pernikahan mereka."
Dion bisa manis juga, bisa romantis juga. Tidak perlu repot-repot membawakannya buket bunga mawar dengan harga jutaan. Bagi Terra, hal seperti ini saja sudah sesuatu yang romantis. Terra mengangguk mengiyakan jawaban Dion.
"Aku kembali ke kantorku dulu. Nanti kita bicarakan lagi." Dion kemudian berjalan keluar, meninggalkan Terra yang kini kembali merenung sendirian. Acara beres-beresnya belum selesai, tapi dia sudah tidak berniat merapihkan mejanya yang masih berantakan.
Terra tidak pernah berpikir akan menikah dalam waktu dekat, pacar saja tidak punya. Dia tidak punya referensi apa-apa soal menyiapkan sebuah pernikahan. Otak Terra sedang berpikir keras sekarang, apa yang harus dia lakukan. Googling kah? Atau tanya-tanya ke teman-teman lainnya yang sudah pernah menikah? Yang pasti dia tidak akan bertanya pada mamanya, tambah ribet yang ada.
Satu nama muncul di kepalanya, Milan. Sahabatnya itu sudah sering menghadiri pameran-pameran pernikahan di Jakarta. Milan sudah pernah mengumpulkan banyak sekali Wedding Organizer untuk dia teliti lebih lanjut, mana yang akan dia percayakan untuk pernikahannya nanti. Walaupun kenyataannya sampai sekarang dia juga belum ada rencana menikah. Paling tidak Terra yakin kalau Milan dapat membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TerraCotta (Completed)
Chick-LitDi usia yang nyaris kepala tiga, Terra masih tidak mengerti tujuan hidupnya apa. Selama lima tahun terakhir, dia merasa tidak ada yang berubah, waktu berhenti berputar dan tahu-tahu dia sudah dua puluh delapan tahun. Rasanya baru kemarin dia masuk k...