Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih...
***
"Selamat pagi Bu Terra," Sapa Bagas manis. "Hari ini sudah mulai kembali ke ruangannya lagi Bu?" Tanya Bagas lagi. Ya. Terra memang sedang ada di ruangannya sekarang. Bukan karena Dion sudah mengembalikannya, tapi karena ada beberapa berkas yang harus dia ambil.
"Belum, masih di tempat yang kemarin lagi." Jawab Terra datar.
"Oh, nggak mau jauh-jauh dari calon suaminya ya Bu." Ledek Bagas sambil tertawa geli. Terra berdiri dari tempat duduknya, kemudian berjalan ke arah pintu.
"Saya mau keluar. Kamu kalau sudah tidak ada kepentingan di ruangan saya juga ikut keluar sekarang." Tegas Terra yang langsung diikuti Bagas. Lelaki itu tidak berani lagi menggoda atasannya. Tanpa embel-embel calon istri bos saja Terra sudah cukup mengerikan.
Terra berjalan kembali ke tempatnya, diiringi oleh tatapan setiap karyawan. Beberapa hari ini beginilah yang harus dilalui Terra setelah insiden yang menyebabkan seluruh kantor tahu kalau Dion dan dirinya akan segera menikah.
Sementara Dion cuek dengan tatapan karyawannya, Terra juga berusaha mengabaikan mati-matian. Terlebih lagi Dion berubah menjadi sosok yang lebih waras sekarang. Lumayan waras untuk tidak marah-marah dan seenaknya saja menyuruh-nyuruh Terra. Mungkin dia juga malu kalau calon istrinya harus terlihat seperti babu di kantor.
Oh, jangan lupakan juga mengenai cincin mencolok yang tersemat di jari manis Terra. Cincin yang terang-terangan dilarang dilepas oleh Dion dan menjadi pusat perhatian dimana-mana. Bahkan orang-orang yang tidak dia kenal pun ikut-ikutan memperhatikan kilauannya. Terra jadi merasa hanya dia yang tidak tahu caranya membedakan barang mahal dan murah.
Baru juga mendudukan pantatnya di kursi, Dion datang dengan begitu gagahnya, lengkap dengan setelan kerja. Terra menertawakan dirinya sendiri. Memangnya sejak kapan Dion tidak terlihat gagah, lelaki itu tinggi menjulang bagaikan tiang listrik. Tubuhnya juga pasti luar biasa kalau Terra boleh bertaruh. Kalau tidak wanita tidak akan tergila-gila pada lelakinya.
"Kamu sudah sarapan?" Tanya Dion ketika dia sudah sampai di depan meja Terra.
"Hah?"
"Ck, sudah sarapan belum?" Otak Terra mendadak bodoh. Tumben dia menanyakan Terra sudah sarapan atau belum, Perhatian sekali.
"Sudah di rumah tadi Pak. Bapak mau dibelikan sarapan?" Tanya Terra balik. Dion menggeleng.
"Tidak perlu, jagan lupa sarapan." Kemudian dia melangkah meninggalkan Terra yang terbengong-bengong.
Terra jadi takut berhadapan dengan Dion. Perubahan Dion mengerikan. Kalau boleh memilih, Terra lebih suka menghadapi Dion yang dingin dan keras kepala. Perhatian dan kebaikan sama sekali tidak cocok dengan laki-laki itu.
Seseorang berdiri di depan meja Terra, membuyarkan lamunannya barusan. Reyya, perempuan yang waktu itu mampu membuat Dion meledak-meledak kini sedang menatap Terra datar. Keningnya berkerut, seingatnya dia sudah memperingatkan satpam kantor kalau Karin dan Reyya adalah hal yang terlarang di perusahaan ini.
"Saya ingin bertemu dengan Dion, saya tahu dia ada di dalam." Tanpa menunggu persetujuan darinya Reyya langsung berjalan begitu saja melewati Terra. Tidak ada senyum manis dan kata-kata lembut seperti tempo hari. Reyya berubah menjadi serupa dengan Dion, dingin.
Terra mengimbangi langkah Reyya, berusaha mengejar perempuan berkaki jenjang Itu. Dalam hati sebenarnya dia tidak ada niat sama sekali untu melarang Reyya masuk. Percuma dilarang juga sepertinya kalau melihat raut wajah Reyya yang tidak bersahabat, dia pasti akan memaksa masuk bagaimanapun caranya. Satu-satunya hal yang ada di pikiran Terra adalah bagaimana dengan Dion. Reaksi apa yang akan diberikan oleh lelaki itu nanti. Marah? Diam? Atau bahkan mengamuk seperti kemarin?
KAMU SEDANG MEMBACA
TerraCotta (Completed)
Literatura FemininaDi usia yang nyaris kepala tiga, Terra masih tidak mengerti tujuan hidupnya apa. Selama lima tahun terakhir, dia merasa tidak ada yang berubah, waktu berhenti berputar dan tahu-tahu dia sudah dua puluh delapan tahun. Rasanya baru kemarin dia masuk k...