11. Bencana

41.8K 4.3K 22
                                    

Happy reading, dan seperti biasa aku akan selalu bilang jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih.

***

"Terra, kalau Karin datang kesini lagi jangan kasih masuk ke ruangan saya. Usir langsung saja, panggil satpam kalau perlu." Tegas Dion. Terra mengernyitkan dahinya bingung.

"Karin siapa Pak?" Tanya Terra.

Dion mendesah kesal. "Perempuan yang kemarin." Jawabnya ketus.

"Oh, yang serba merah kemarin ya Pak?" Dion mengangguk cepat. Dia membungkukkan badannya dan menyandarkan sikunya diatas meja Terra.

"Jangan kasih masuk, saya tidak suka ada yang mengganggu jam kerja saya, mengerti?" Terra memberikan lambang ok dari tangannya.

Dion melangkah meninggalkan Terra, masuk kembali ke ruangannya diiringi dengan lirikan Terra. Bos-nya itu tidak tahu saja kalau se-isi kantor sudah penasaran dengan perempuan yang bernama Karin tersebut. Datang tiba-tiba bagaikan nyonya, kemudian pulang mendadak dengan muka ditekuk persis uang kusut.

Terra berjalan ke pantry, dia butuh cemilan. Dari pagi perutnya sama sekali belum menyentuh makanan. Harus Terra akui, hidupnya masih berputar disekeliling mamanya. Bajunya masih dicuci mama, makanannya masih disiapkan mama, apartemennya masih dibersihkan mama, dan masih banyak lagi yang dikerjakan oleh mamanya. Kehilangan beberapa hari membuat hidup Terra tidak karuan.

"Lapar Bu?" Tanya Kinan yang sedang mengambil beberapa jajanan pasar.

"Lagi ada acara apa? Tumben ada beginian?" Terra menunjuk beberapa piring kue yang tersaji.

"Nggak ada, kan memang biasanya suka ada beginian. Ibu mau?" Tawar Kinan yang tentu saja langsung disambar oleh Terra. Dua buah risoles sudah dalam genggamannya.

"Makasih ya." Terra berbalik meninggalkan Kinan, kembali ke meja kerja laknatnya. Perutnya sudah mulai berbunyi, semoga saja tidak ada yang mendengar.

Ada segudang email yang belum dia baca sama sekali. Laporan untuk akhir bulan nanti pun sama sekali belum dia sentuh. Fokusnya terbagi-bagi sekarang, mulai dari pekerjaan utamanya, mengumpulkan dokumen-dokumen gaib ulah dari Pak Suryo, dan juga membantu Dion yang makin hari makin membuat Terra kesal.

Terra melemparkan tubuhnya keatas kursi, mengambil salah satu risol tadi dan mulai melahapnya. Lumayan untuk mengganjal perut sampai dengan makan siang nanti tiba. Belum juga satu risol beres dia lahap, Dion sudah muncul dari balik pintu ruang kerjanya, berdiri menyandarkan tubuhnya di daun pintu sambil melipat tangan di dada, persis setan yang muncul tiba-tiba tanpa diundang.

"Bapak perlu apa lagi?" Tanya Terra gemas sambil masih mengunyah risol yang sedikit lagi habis.

"Saya mau makan siang, kamu jangan kemana-mana. Ikut saya makan siang nanti." Terra menyipitkan matanya, berusaha mengamati apa yang salah dengan bosnya. Tumben sekali diajak makan siang, biasanya dia cuma jadi kacung disuruh-suruh ini itu. Jangankan di traktir makan, dibelikan minuman juga tidak.

"Bapak ngajak saya makan siang bareng? Berdua doang?" Tanya Terra memastikan.

"Jangan banyak tanya, ikut saja nanti. Saya paling tidak suka sama orang yang cerewet." Dion masuk kembali ke ruangannya.

"Dih, kan cuma tanya, malah dibilang cerewet." Terra mengambil satu lagi risol yang masih tersisa dan menjejalkannya ke dalam mulut dengan sekali suapan.

Selesai makan, Terra mulai bermain dengan laptopnya, membuka satu-persatu email yang belum sempat dibacanya. Baru tidak dibuka dua hari sudah ada ratusan yang menumpuk di kotak masuk. Beberapa tumpukan map juga sudah mulai menggunung hampir menghalangi pandangannya. Kali ini dia benar-benar harus bekerja keras ekstra dari biasanya.

TerraCotta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang