50 | not pareidolia

268 61 2
                                    

Nicky Li, mengerjapkan matanya beberapa kali agar bisa memperjelas pemandangan yang baru saja ia lihat.

Itu adalah sebuah wajah yang berada di lantai dapurnya ketika ia tengah meneguk air mineral dalam botol dengan mata melirik ke bawah.

"Jangan-jangan bener kata Raba, gue kena fenomena pareidolia?" ucapnya ketika gambaran wajah yang ada di lantai dapur masih jelas terlihat meski dia sudah mengerjap beberapa kali.

Nicky kemudian mencoba mengalihkan pandangannya ke araj tembok, ke meja, serta ke arah benda mati lainnya.

Menurut temannya, Dilraba, fenomena pareidolia itu tidak hanya terjadi di satu benda atau tempat saja. Tapi di beberapa benda.

Pareidolia atau kecenderungan bagi semua orang untuk melihat wajah atau pola di benda mati. Katanya, beberapa orang memang terlahir dengan kecenderungan untuk langsung memproses suatu benda mati menjadi bagian-bagian wajah tertentu sehingga pareidolia dianggap sebagai sesuatu yang normal, tak perlu dikhawatirkan.

Ya harusnya Nicky merasa biasa saja karena itu bukan kelainan ataupun penyakit. Hanya saja.... fenomena pareidolia yang ia alami baru terjadi semenjak ia pindah ke rumah barunya.

Rumah yang ia beli di pelelangan bank dengan harga lumayan murah.

Nicky memutuskan berjongkok. Ia menempelkan jarinya di atas lantai. Kemudian tangannya bergerak mencoba mengikuti pola yang tergambar di lantai tersebut.

"Coba foto ah!" katanya yang kemudian berdiri dan kembali ke kamar untuk mengambil ponselnya.

Tak lama, Nicky kembali lagi dengan aplikasi kamera yang sudah terbuka. Ia arahkan kamera belakang ponselnya ke arah lantai. Lalu mengambil beberapa gambar dari berbagai sudut.

Namun, ketika ia sibuk mengambil foto untuk satu pola yang ia lihat, matanya tanpa sengaja menangkap pola lainnya di bagian lantai yang berbeda. Kali ini berada di dekat westafel. Nicky langsung memotretnya.

Selesai mengambil foto untuk gambar pola kedua, matanya kembali menangkap pola ketiga, ia kembali memotret hasil temuannya. Dan hal itu terus dilakukan sampai secara tak sadar ia mendapatkan lebih dari 30 foto untuk berbagai pola yang berbeda.

Berpindah ke tempat duduk yang ada meja makan, Nicky langsung mengirimkan beberapa foto hasil tangkapannya pada Dilraba.

Sengaja Nicky mengirimkan foto-foto itu sekaligus tanpa keterangan yang berarti. Ia hanya menuliskan agar Dilraba memberi pendapat atas foto yang ia kirim. Tanpa memberi garis untuk memperjelas apa yang ia lihat.

Sekalian mengetes, begitu pikir Nicky. Katanya, Dilraba tidak pernah mengalami fenomena pareidolia seperti dirinya. Siapa tahu dengan melihat foto yang dikirimnya, Dilraba juga mengalami fenomena yang sama.

Bukannya membalas, Dilraba malah langsung menelpon Nicky.

"Halo?"

"Halo, Ba!"

"Lo ngapain, sih? Ngapain ngirim foto orang ke gue?"

"Lo bisa lihat muka orang di foto yang gue kirim?"

"Ya iyalah. Kenapa? Maksudnya lo ngapain ngirim foto-foto mereka?"

"Katanya lo nggak pernah ngalamin pareidolia?"

"Hah? Gimana-gimana?"

"Iya, pareidolia. Gue barusan lihat pola muka orang di lantai dapur gue, banyak banget. Gue langsung mikir kalau itu fenomena pareidolia yang pernah lo jelasin ke gue."

"Hah?"

"Jadi lo bisa lihat juga, Ba?"

"Itu mah bukan pola, Nick. Itu mah beneran foto. Kayak foto yang ditempel di lantai lo. Pareidolia nggak sejelas itu."

"Hah? Bukan kok. Kemaren, maksudnya sebelum-sebelumnya nggak ada. Baru hari ini gue lihat. Gue pikir gue masih belom sadar dari bangun tadi. Tapi pas gue tegesin, ternyata nggak hilang dan emang beneran ada. Gue pikir, gue ngalamin fenomena pareidolia dan-"

"No, Nick. Pola pareidolia itu biasanya ada di benda yang acak. Maksud gue yang bukan yang kayak foto atau gambar yang lo kirim ini. Paham nggak?"

"Iya, iya, gue ngerti. Cuma... kalau bukan karena fenomena pareidolia itu. Ini apaan? Sebelumnya kan nggak ada. Masa sekarang tiba-tiba muncul?"

"Hm, gue juga nggak tahu. Gue pikir lo mau nanyain orang-orang di foto tadi itu siapa."

"Enggak."

"Eh tapi coba lo cek pake google lens."

"Buat?"

"Siapa tahu ternyata ada motif yang begitu buat lantai dan dari salah satu tokoh atau gambaran yang emang populer."

"Oke, gue coba."

Tanpa mematikan sambungannya, Nicky langsung membuka aplikasi google lens seperti yang disarankan oleh Dilraba. Ia memeriksa satu-satu foto yang ia ambil. Namun, tak ada satupun pencarian yang memberikan hasil sesuai dengan yang dicari.

Mendadak takut. Nicky memilih pergi dari dapur dan kembali ke kamarnya. Ia duduk di pinggiran ranjangnya dengan sambungan telepon bersama Dilraba yang belum juga terputus sedari tadi.

"Gimana?"

"Nggak ada hasil."

"Waduh."

"Gue mendadak takut deh, Ba."

"Takut kenapa?"

"Nggak tahu, feeling gue jadi nggak enak a-"

"A? A apa? Nick? Kok diem? Nicky???? Jangan diem aja anjir, Nick! Nick? Nicky?"

"B-ba....."

"Ya Tuhan, Nick. Gue pikir lo kenapa-napa. Jangan mendadak diem begitu. Lo kenapa deh?"

"G-gambarnya...."

"Gambar? Maksudnya foto muka tadi?"

"I-iya."

"K-kenapa sama gambarnya."

Tak langsung menjawab. Dengan ponsel yang masih menempel di telinga, Nicky mengedarkan pandangannya ke seluruh lantai di kamarnya.

Nicky menelan salivanya.

Entah ia yang sebelumnya tidak sadar atau apa, tapi sekarang, ia bisa melihat dengan jelas lantai kamarnya dipenuhi dengan banyak pola wajah manusia.



"Shit! Nick! Barusan gue coba googling alamat rumah baru lo yang pernah lo kasih ke gue dan lo tahu??? Muncul artikel belasan tahun silam soal kontroversi pembangunan perumahan lo yang ternyata dibangun di atas tanah bekas pemakaman!"

urban legend; c-idols  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang