18 | pageblug

388 121 2
                                    

"Isuk loro sore mati, sore loro isuk mati. Pagi sakit sore meninggal, sore sakit pagi meninggal."

Liziting, mencoba mendengarkan dengan saksama kisah yang diceritakan kakeknya.

Menurut beliau, dulu, saat kakeknya masih berusia sekitar 13tahunan, di kampungnya terjadi sebuah wabah yang menewaskan banyak penduduk kampung.

Tak jelas apa penyakitnya. Waktu itu fasilitas medis memang tidak secanggih zaman sekarang. Banyak dari penduduk kampung yang langsung meninggal setelah satu dua hari sakit. Dalam sehari bisa 3 sampai 5 orang meninggal. Warga kampung sampai kebingungan hendak datang ke acara pemakaman siapa karena banyak dari mereka yang dimakamkan di waktu bersamaan.

Dan itu seperti sudah menjadi urban legend atau mitos turun temurun yang sudah terjadi sejak abad ke 11.

Sampai sekarang.
 
 

"Begitu kira-kira gambaran saat Calon Arang menebar teluh berupa penyakit kepada rakyat Kahuripan pada abad XI."
 
 
Ya sampai sekarang, karena saat ini, musibah tersebut terjadi lagi di kampung yang Liziting tinggali.

"Gejalanya sebenarnya ndak aneh, cuma demam dan panas dingin, meriang. Tapi ndak lama langsung meninggal. Semacam kena ilmu teluh," ujar sang kakek lagi.
 
"Yang sekarang terjadi sama, kek?" tanya Ziting.

"Bisa dibilang begitu."
 
 

Liziting mengangguk-anggukan kepalanya.

Sebenarnya hal itu cukup menakutinya. Ia tahu zaman sudah semakin modern dan bisa saja wabah yang biasa disebut Pageblug oleh penduduk di kampungnya itu hanya sekedar wabah penyebaran penyakit menular yang mematikan. Tapi tetap saja Ziting merasa seperti nyawanya terancam.

Entah karena wabah penyakit menular tersebut atau wabah yang berhubungan dengan teluh dan semacamnya.

Kini, hampir setiap hari di kampungnya, setiap malam selalu terdengar suara burung gagak hitam. Yang menandakan bahwa mereka mencium bau atau aroma bangkai dari orang-orang yang mau meninggal, yang biasanya tidak diketahui oleh manusia biasa.

Hampir setiap hari juga, Ziting selalu mendengar pengumuman orang meninggal. Seminggu ini saja sudah ada 20 orang.

Banyak dari mereka yang sakit dibawa ke rumah sakit, tapi selalu saja berakhir dengan kematian setiap kali dibawa pulang ke rumah.

Keadaan kampung tempat Ziting tinggal semakin mencekam. Kesunyian malam seakan mencekik tenggorokannya untuk sekedar bersuara di malam hari.

Tak jarang suara angin dan hujan yang cukup kencang di malam hari menambah ketakutan dalam diri. Dimana ketika suara hujan dan angin itu berhenti, gantian suara parau burung gagak yang mencoba mengisi kesunyian malam hari.
 
 

"Apa kita pindah dulu saja ya, kek? Ke kampung sebelah misalnya. Supaya ndak kena wabah ini," ucap Ziting mencoba memberi usulan.
 
 

Sang kakek tersenyum kecil. Kemudian menoleh ke arah cucu bungsunya tersebut.
 
 

"Semakin kita mencoba menghindar, kematian akan semakin terasa seperti mengejar."
 
 
 
 
Ziting terdiam.
 
 
 

"Berdoa saja, semoga wabah ini cepat selesai dan ndak harus ada korban baru lagi."

urban legend; c-idols  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang