Part 23 [SIM]

33 11 0
                                    

Namanya juga hidup, kadang sedih aja kadang sedih banget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namanya juga hidup, kadang sedih aja kadang sedih banget


[Can We be Together]
—Part 23—

Senyum di awajah Dita belum menghilang sejak tadi ia masuk ke kelas. Bahkan untuk sekedar memudar saja tidak. Tak biasanya Dita seperti ini. Gadis kaku yang malas menampilkan senyumnya jika tidak ada sesuatu yang lucu atau hal yang memang perlu.

"Ta, lo gapapa kan?" tanya Lalak memastikan. Ia takut Dita ketempelan setan di jalan.

Ditanya seperti itu membuat Dita teringat lagi dengan pernyataan mamanya semalam. Soal izin untuk berpacaran dengan Rafa. "Kamu boleh pacaran sama Rafa," kalimat itu terus terdengar sepanjang pagi ini. Memuat mood Dita naik.

"Serius deh Ta, lo lagi kenapa sih?" kini giliran Hanan yang bertanya sambil memegang dahi Dita.

Lalak dan Hanan saling bertatapan. Kemudian Hanan menggelengkan kepalanya, "Ga panas kok,"

"Lah emang gue ga sakit Lalak, Hanan," jawab Dita tiba tiba.

Perkataan Dita semakin membuat mereka was was. Tak biasanya juga Dita memanggil nama. Biasanya mereka saling memanggil dengan sebutan hewan hewan atau paling bagus 'lo' dan sekarang, Dita bahkan menyebutkan nama.

"Gue ga ngerti lo kenapa, yang penting jangan lama lama gilanya. Lo serem."

Dita menunjukkan wajah cemberutnya, "Ih kalian mah, gue kan habis dapet SIM," jelas Dita.

Lalak mengerutkan keningnya, "Lah lo kan emang udah bikin SIM dari kelas 10 bego," ujarnya sambil menoyor kepala Dita.

"Yang sekarang beda, gue dapet SIM alias Surat Izin Mencinta."

Hanan yang sudah duduk di meja depan Dita sontak menoleh. Sudah cukup lama ia berteman dengan Dita namun terakhir ia melihat Dita seperti ini adalah saat berpacaran dengan Fian. Dan itu sudah sangat lama.

"Lo balikan sama Fian?" tanya Hanan ragu ragu.

"Gila lo! ya engga lah!" elak Dita cepat. Bisa bisanya Hanan masih mengira ia belum bisa move on dari Fian yang sudah punya pacar, bahkan tak lebih hebat dari Rafa.

Lalak masih diam. Mencerna dan mencoba menghubungkan semua perkataan dan sikap aneh yang Dita tunjukkan pagi ini. "Jangan bilang ini soal kak Rafa,"

"Pinter lo," jawab Dita sumringah. Akhirnya ada yang bisa menebak juga.

"DEMI APA LO BENERAN JADIAN SAMA KAK RAFA!" teriak Hanan heboh.

Semua pandangan sontak tertuju kearah mereka bertiga. Terlebih lagi saat nama Rafa disebut. Meskipun mereka tau jika Dita dan Rafa tengah dekat. Namun tidak ada klarifikasi sama sekali diantara mereka berdua. Dan tiba tiba Hanan berteriak seperti itu. Menggiring opini yang sebenarnya tidak sepenuhnya benar.

"Ekhmm," seseorang berdehem membuat kelas menjadi hening.

Disana ada Fian yang sudah berdiri dengan jas almamater khas anak anak OSIS. Ya, Fian juga merupakan anggota OSIS walaupun jarang terlihat karena memang malas berkontribusi. Dan sebenarnya, ia juga lebih dikenal karena geng nya.

"Guys, gue ada pengumuman," katanya dingin.

Dita meneguk ludahnya saat matanya tak sengaja bertemu dengan Fian yang sedang melihat kearahnya dengan sorot mata aneh. Tatapan yang sama saat Fian cemburu ketika mereka masih berpacaran dulu. Namun Dita tidak mau besar kepala dulu. Ini hanya spekulasinya.

"Minggu depan ada pekan olahraga antar sekolah, dan kebetulan sekolah kita tuan rumahnya. So, gue mau kalian semua berpartisipasi untuk memeriahkan acara tersebut,"

"Tiap tiap kelas mengirimkan perwakilan untuk pentas seni penyambutan, selain itu kita juga bakal ngadain bazar so kalian nanti bakal dikasih stand jualan, bebas jual apa aja."

"Jual diri boleh ga yan?" Rafly menyahut

"Yee! Lo aja sono plek," sahut teman teman yang lain.

Keadaan kelas menjadi sedikit ramai setelah Fian menjelaskan hal itu. Semuanya Nampak bersemangat untuk acara ini. Selain sudah bisa dipastikan tidak ada pembelajaran selama persiapan dan acara. Mereka juga bersemangat karena acara ini melibatkan sekolah lain juga. Siapa tau ada cinta bersemi di pekan olahraga.

"Ah iya satu lagi, bakal ada lomba masak juga, jadi siapin team 5 orang buat lomba,"

"Yaudah gitu aja informasi dari OSIS, tambahan mulai hari ini kita mau fokus siapin acara jadi kemungkinan banya jamkos. Untuk yang ikut lomba kalian bisa latihan dari pagi tanpa izin dulu karena OSIS udah keluarin surzin resmi ke guru."

Setelah itu Fian keluar kelas. Ia sempat melihat kearah Dita sebelum ia benar benar keluar.

"Ta, Fian ngeliatin lo," ujar Hanan. Rupanya bukan hanya prasangka nya saja. Namun teman nya juga melihat ketika Fian melemparkan tatapan nya.

"Biarin aja lah, mungkin tadi dia ga sengaja denger waktu lo teriak,"

"Iya biarin aja nan, udah mantan juga. Yoi ngga ta?" Lalak menimpali.

Dita mengangguk sambil tersenyum. "Yoi dong!"

Ting. Sebuah notifikasi masuk ke ponsel nya.

Rafa : keluar bentar dong Ta

Membaca pesan Rafa membuat Dita sontak menoleh kearah luar. Disana terlihat Rafa yang berdiri di depan kelas nya sambil melambaikan tangan pada Dita. Menyuruhnya untuk segera keluar.

Dita kemudian berdiri, "Gue keluar bentar," ucapnya.

Rafa tersenyum saat melihat Dita keluar kelas. "Jamkos kan Ta?"

Dita mengangguk. Kelas nya memang sedang tidak ada guru sekarang. Kerena Pak Bambang tadi sudah mengirim pesan ke Tian, salah satu anak kelas Dita. Jika hari ini jam nya digunakan untuk diskusi saja.

"Bagus deh, ikut gue yuk,"

"Eh kemana?" kaget Dita yang tiba tiba tangan nya digandeng Rafa.

"Liat gue latihan," jawab Rafa. Mendengar itu Dita tersenyum, "Oke deh ayok."

Mereka berjalan bersebelahan menuju ke lapangan indoor yang biasa di gunakan club taekwondo untuk berlatih. Untuk menuju kesana mereka harus melewati lapangan bola dan basket terlebih dahulu karena lapangan indoor berada di ujung.

"Eh kok rame banget," cicit Dita ketika melihat banyak yang sedang berlatih basket dan sepak bola.

"Kan latihan ta, mau pertandingan nih,"

Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka melintas lapangan. Tak terkecuali Fian yang sedang berlatih futsal dengan teman teman nya.

"Yang sabar ya mas," Titan menepuk punggung Fian diikuti tertawa meledek setelahnya.

"Sialan, udah dua kali pagi ini nih. Bikin mood gue ancur aja tu berdua," keluh Fian.

"Nama nya hidup mas. Kadang sedih kadang sedih banget. Nikmatin aja, toh ada pacar lo tu di pinggir lapangan."

Fian tersenyum pias. Ia menoleh kesamping. Benar, Jena ada di sana. Sedang duduk bersama teman teman nya dan tersenyum kearahnya. Kalau saja ia tidak menerima Jena, pasti sekarang ia sudah menarik Dita untuk duduk dan menyemangatinya berlatih.

"Oi yan! Oper bolanya!"





tbc.

CAN WE BE TOGETHER?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang