"Masa lalu tak hanya memberikan kenangan, namun juga mengenalkanmu akan makna kehidupan."
•
[Can We be Together?]
—Part 18—
•Matahari sudah mulai meredup sinarnya. Cahaya oranye khas senja itu sudah mulai nampak. Angin sore hari ini cukup kencang, menerbangkan helai helai rambut milik Dita.
Hal itu tak pernah luput dari pandangan Rafa. Gadis di sebelahnya itu benar benar cantik.
"Cantik," ujar Rafa tanpa sadar.
Dita menegakkan kepalanya, mendengar perkataan Rafa yang tiba tiba.
Ia menoleh kesamping ternyata Rafa juga sedang menatapnya. Pandangan mereka bertemu beberapa saat.
"Ehm Raf, gue mau cerita," Dita memutus acara bertatapan itu.
"Oh o—oke," suasana mendadak canggung.
Dita meremas ujung rok nya. Hal yang ingin ia katakan ini benar benar bukan hal yang ringan. Ia akan membicarakan tentang masa lalu nya. Membiarkan luka itu akan terbuka lagi.
Dita tersenyum, "Raf, gue rusak," kata gadis itu dalam satu tarikan napas.
Rafa mengernyitkan dahinya, tak paham dengan apa yang di ucapkan Dita, "Maksud lo apa sih Ta?"
Bukan menjawab Dita malah terkekeh, menertawakan dirinya sendiri.
"Orang tua gue, keluarga gue, dan bahkan gue. Semua nya rusak,"
Kali ini Rafa diam. Ia memilih untuk mendengarkan sampai Dita selesai bicara.
"Bokap nyokap gue cerai,"
"Bokap gatau kemana. Ninggalin mama sendirian, ngurus anak anaknya,"
Air mata Dita mulai menetes. Siapapun juga pasti akan menangis jika menceritakan tentang keluarganya.
"Mama gue mutusin balik ke orang tuanya, dan lo tau gimana respon mereka?"
Dita tersenyum, "Mereka ngusir mama, ngusir gue, dan bahkan disitu ada adek gue masih kecil. Gimana perasaan lo kalo jadi gue Raf?" tangis Dita semakin kencang. Punggung nya bergetar.
Rafa mengusap punggung Dita pelan. Berharap ia sedikit banyak bisa membuat gadis itu merasa nyaman.
"Keluarga gue, hiks mereka—," Dita menggeleng seperti tak sanggup lagi menceritakan ini.
"Ta, gausah di paksa," ujar Rafa yang masih mengusap punggung Dita.
Dita mendongak, "Mereka sama sekali ga nganggep kita lagi. Mama sampe pinjem uang sana sini Raf,"
"Gue pengen punya keluarga yang utuh Rafa,"
Perkataan Dita membuat gerakan tangan Rafa berhenti.
Keluarga yang utuh
"Gue juga pengen Ta," lirih Rafa.
Dita menoleh mendapati Rafa yang kini menatap danau di depan mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. Semacam perasaan rindu dan luka yang melebur menjadi satu.
"Bokap gue selingkuh, nyokap ga tahan. Akhirnya mama pergi katanya belanja tapi sampe sekarang belum balik juga,"
"Gue kangen Ta, sama mama. Gue ga tau mama sekarang dimana. Jangankan dimana, buat pertanyaan mama lagi apa sekarang aja—
—gue ga tau jawaban nya,"
Dita ikut memandangi danau yang kini seperti disorot oleh sinar senja. Matanya menerawang jauh pada masa lalu nya. Ia rindu papa.
"Raf tapi ada satu hal yang lo perlu tau,"
Rafa menoleh, "Kenapa Ta?"
"Gue—" Dita membuang wajah nya.
"Kalo ga siap cerita gapapa kok Ta, ga usah di paksa,"
"Gue —Gue udah ga virgin Raf,"
Rafa sontak menoleh kearah Dita. Bagaimana bisa gadis di samping nya sudah berbuat sejauh itu.
"Ta? Lo?"
"Iya, gue udah ga virgin," Dita tersenyum kecut.
Rafa sama sekali tidak berkedip menatap gadis disampingnua itu yang seperti baru saja berbicara omong kosong. Namun tatapan matanya berkata sebaliknya.
"Sama Fian?" Tanya Rafa hati hati
"Bukan,"
"Terus? Sama siapa Ta. Dan kenapa bisa?"
"Sama siapanha lo gaperlu tau Rafa. Yang jelas gue bukan cewe baik yang pantes lo pertahanin."
"Gue cuma cewe murahan yang bego bisa dibayar pake janji,
—lo jauhin gue ya Raf,"
Rafa menggeleng kuat, "Engga Ta. Masa lalu lo ga penting buat gue. Yang gue butuhin dan yang gue mau cuma lo, lo yang sekarang dan lo yang sama gue nantinya,"
Dita menunduk, pandangan nya kabur ditutupi air matanya yang menggantung. "Rafa, please. Gue gamau bikin lo makin sakit. Gue ga pantes lo pertahanin Raf,"
Rafa lagi lagi menggeleng, "Urusan lo pantes atau ngga itu bukan lo yang nentuin. Gue mau lo, cukup lo, dan cuma lo. Denger ta, cuma lo, Pandita Raqweena."
"Tapi gue ga bisa Raf. Tolong, gue minta lo stop suka sama gue, lo berhenti ngejar gue. Dan lo harus bisa lupain perasaan lo ke gue,"
"Engga Ta! Kalo ini lo jadiin alesan biar gue berhenti, lo salah! Jawaban gue tetep engga,"
"Raf, please."
"Lo bilang kita beda, lo ceritain masa lalu lo, tapi itu semua ga ngebuat gue ilfeel atau pengen ngilangin perasaan ini,"
"Semua orang punya masa lalu Ta, wajar kalo nyesel. Tapi apa itu ngerubah semuanya? Engga! Masa lalu yang pait itu bagian dari hidup lo, yang bikin lo kuat, jangan jadiin itu buat bikin orang lain jijik sama lo, kalo lo masih mikir gitu, lo salah banget Ta,"
Rafa menangkup wajah Dita yang basah. Perkataan Rafa memang benar, masa lalunya memang buruk namun masa lalu tak bersalah.
"Mulai sekarang, jangan pernah jadiin cerita yang dulu dulu bikin lo insecure dan ga pd ya Ta, gue ga masalah."
"Raf, tap—"
Rafa meletakkan jaringa di depan mulut Dita, sebelum gadis itu menjawab kalimatnya.
"Lo ga perlu ngomong apa apa lagi, lo cuma boleh ngomong makasih ke gue," potong Rafa.
Dita mengangguk, "Makasih Raf,"
"Sama sama Dita,"
Kejadian hari ini memang sudah di rencanakan Dita. Ia berharap agar Rafa membencinya setelah laki laki itu tau bagaimana seorang Dita yang sebenarnya.
Namun salah. Kejadian penuh air mata sore ini malah membuat keduanya semakin dekat.
Mereka tak menyadari ada pintu yang mulai terbuka lagi. Ada luka lama yang perlahan mulai sembuh. Bersama senja sore ini, Dita menceritakan semuanya.
Juga Rafa yang kini tengah menyandarkan kepalanya di pundak Dita,
"Sebentar aja Ta, biarin gue ngerasain nyender ke orang yang gue sayang,"
"Gue sayang lo, Ta."
•
tbc
•ini kalo dita ga mau, demi apapun aku siap sepenuh hati menerima Rafa jadi pacar suerr
janlup vote+comment ya bby 😽😽
KAMU SEDANG MEMBACA
CAN WE BE TOGETHER?
Roman pour AdolescentsSemesta memang selalu punya cara untuk mempertemukan orang-orang tak terduga. Pun juga dengan mudahnya menumbuhkan cinta tanpa kita tau kepada siapa. Jika bisa memilih, Dita tidak akan menaruh cinta pada Rafael. Atas pertemuan tanpa sengaja itu mala...