Putri menjemur pakaian yang tadi ia cuci. Dan tidak sengaja bertemu dengan Resa, padahal ini pagi. Dan harusnya anak seumuran dia sudah berada di sekolah.
"Mbak Putri!" Panggil Resa.
"Kenapa? Kamu kok gak sekolah, Res?" Tanya Putri.
Resa tersenyum jahil, "bolos mbak,"
Putri mengeryitkan dahinya mendengar jawaban Resa yang terlihat santai dan terang-terangan mengatakan bahwa dirinya bolos. Mana abang nya ketos lagi.
"Abang kamu ketos loh, masa gak takut bolos terang-terangan?" Resa menggeleng.
"Dia aja suka bolos. Mbak Putri nama suami nya siapa sih? Kok suram banget hawa komplek kalau ada dia, maaf sebelumnya mbak," Putri terlihat jengah menanggapi Resa.
"Asahirul Jamil. Tapi komplek ini emang suram tanpa ada atau gak ada nya suami saya."
Resa mengangguk menyetujui ucapan Putri.
"Cil, kalau kamu gabut mending masuk sekolah. Kan bisa tuh main sama temen sekolah," Kata Putri.
"Gak punya temen sekolah mbak. Anak-anak jaman sekarang tuh main nya suka rundingan, aku aja yang adik ketos di runding terus tiap hari, maka nya generasi sekarang jelek banget," Putri menatap Resa dengan tatapan yang sedih. Ternyata anak se cerewet ini bisa menahan diri.
"Mau temenan sama adik ipar nya saya nggak? Tapi dia agak 'itu' jadi maklumin aja," Ucap Putri. Resa dengan cepat berdiri di samping Putri sambil mengangguk semangat, lalu menjauh dan menggeleng.
"Ada suami nya mbak gak? Kalau ada saya gak jadi deh,"
"Takut ya kamu sama suami saya?" Resa mengangguk. Putri menertawakan Resa yang terlihat benar-benar takut pada Asa.
"Suami saya kerja, ayo masuk."
Putri menarik tangan Resa masuk kedalam rumah, Resa mengucapkan permisi dahulu sebelum masuk.
"Adik ipar mbak mana?" Tanya Resa. Putri membuat gestur tunggu dan duduk di sofa ruang tamu.
Tak lama setelahnya, Putri datang sambil membawa Awan.
"Ini nama nya Awana Jalaska. Kalau semisal dia out off control kamu panggil nama panjang nya. Dia baik kok, talkactive juga anaknya."
Awan hanya diam, dia duduk di sebelah Resa sambil menunduk. Mental Awan sudah tidak separah saat bertemu pertama kali dengan Putri.
"Halo Awan, nama aku Resania Kairo!" Resa menarik tangan kanan Awan dan menjabat nya, tapi Awan dengan cepat nenepis tangan Resa.
"Maaf ya Res kalau dia suka gitu, anaknya gak bisa bersosialisasi."
Resa mengangguk, dari raut wajah Resa, gadis itu sangat senang dan bersemangat.
"Awan suka apa?" Awan diam, tidak berniat membalas ucapan Resa.
"Awan tau gak sih, dulu aku juga punya teman kecil, nama nya Wawan. Mirip banget sama Awan, tapi Wawan dulu tuh suka main barbie sama aku. Kamu suka main barbie gak dulu wan?"
"Wan ... Suka barbie? Nggak, wan dulu gak main, apa main?"
Putri yang melihat atmosfer yang lumayan bagus, langsung pergi menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap berangkat ke kampus.
Selesai Putri bersiap-siap, ia dapat melihat Awan dan Resa yang tertawa terbahk-bahak. Mereka terlihat seperti kawan lama yang bertemu lagi. Resa menangkap Putri dari penglihatan nya, langsung memanggil Putri.
"Mbak mau kemana!" Putri mendekat kearah Resa.
"Mau pergi ke kampus," Jawab Putri. Resa mengeryitkan dahinya.
"Terus Awan disini sama siapa? Sendiri?" Tanya Resa. Putri mengangguk.
"Awan memang biasa di tinggal sendiri disini, karena saya kan ke kampus, suami saya kerja."
"Astaghfirullah mbak, kalau gitu biar saya temenin Awan disini gak papa? Sekalian jagain rumah mbak, saya sambuk merah dulu mbak," Kata Resa dengan nada yang membanggakan dirinya.
Putri sedang berpikir, apa ia harus menerima atau menolak nya. Kalau diterima apa bener bocah ini bisa du kasih tanggung jawab? Kalau tolak nanti kasian Awan kesepian terus.
"Gak boleh, kamu pulang aja."
"Yah masa gitu sih mbak? Jahat banget biarin adiknya kesepian gini, padahal ada orang yang siap sedia bantu biar adiknya gak kesepian," Kata Resa yang sedang merayu Putri.
"Yaudah deh boleh, rumah jangan sampai berantakan."
Resa mengangguk, lalu mengantarkan Putri menuju depan rumah.
"Inget, adik saya jangan kamu apa-apain. Kalian cuman berdua dirumah,"
"Iya mbak... Astaghfirullah, tenang aja,"
Mereka menunggu Zila menjemput Putri, sambil menunggu Putri meminta nomor telfon milik Resa sebelum pergi, Resa pun dengan senang hari memberikannya pada Putri.
"Put, ayo!" Zila memencet bel motor berkali-kali, sampai Putri kesal sendiri. Selesai meminta nomer telfon, Putri pamit pada Resa dan jangan lupakan mengingati Resa tentang hal-hal yang tidak boleh di lakuin.
Sepanjang jalan, Putri tidak henti-henti nya memikirkan tentang Awan dan Juga Resa yang berada di rumah nya berdua. Semoga tidak terjadi apa-apa.
"Astaghfirullah, kalau kak Asa lihat Resa di rumah bareng Awan. Gue kena marah gak ya? Nanti Resa kena marah gak ya?" Tanya Putri pada dirinya sendiri dalam hati.
"Put! Ngelamun terus, itu dari tadi dosen lihatin lo," Bisik Zila. Putri dengan reflek melirik kesana kemari, dan benar saja dosen nya sedang memperhatikan nya.
"Astaghfirullahalazim Zil,"
Selesai ngampus, Putri langsung mengajak Zila pulang, hati nya tidak tenang membiarkan Resa dan Awan berdua.
"Kenapa sih lo? Kayak orang panik?" Tanya Zila.
Putri memegang ponsel nya yang terdapat sebuah pesan.
[Kak Asa]
Put
Lg dmn?Putri dengan cepat, menarik lengan Zila menuju motor antik milik perempuan itu.
"Besok aja gue cerita, ayo anter dulu gue pulang," Kata Putri. Zila yang melihat Putri panik jadi semakin bingung, tapi akhirnya dia tetap mengantarkan Putri balik dengan cepat.
Sampai nya Putri di rumah, Ia langsung meninggalkan Zila begitu saja, Zila yang paham mungkin sesuatu terjadi, langsung pergi dari perkarangan rumah Putri.
"Assalamu'alaikum," Putri membuka pintu, sambil ngos-ngosan.
"Waalaikumsalam," Resa menatap Putri yang ngos-ngosan bingung.
Putri bisa lihat bahwa Awan baik-baik saja, dan mereka sedang menonton film kartun berdua. Bocil-bocil ini terlihat gemas.
"Udah pulang?" Suara berat yang di kenali oleh Putri terdengar.
"Loh, kak Asa udah pulang?" Tanya Putri.
Asa mengangguk, "kalau belum, gue gak bakal nampakin diri disini."
"Gak marah?" Tanya Putri dengan pelan, untuk suara Asa peka dan tahu apa yang di ucapkan Putri.
"Ngapain marah? Bagus kalau Awan punya temen, sana mandi dulu, kita kerumah Abun."
Putri menenggok kearah Asa dengan tatapan bahagia. Setelah itu, Putri pergi bersiap-siap.
Sedangkan Asa duduk di sofa depan Awan dan Resa yang sedang menonton kartun. Mangawasi mereka berdua sambil sesekali berkata, "Resa, jangan deket-deket. Belum muhrim. "
Terkadang juga Asa berkata, "Awan nya jangan sering di jahili."
Asa benar-benar terlihat seperti orang tua yang sedang mengawasi anak nya bermain.
Resa saja sampai berdecak kesal karena larangan-larangan Asa. Dirinya tidak dapat bermain dengan bebas.
"Kak, udah siap!"
Asa mengangguk, menatap Resa sebentar, "ingat yang saya bilang," Resa mengangguk lalu memberikan acungan jempol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Side My Husband
FanfictionPutri yang bertekad hijrah dimulai dengan les mengaji kepada ustadz Kamal. Eh malah nikah sama anak nya ustadz Kamal yang dingin nya melebihi kutub utara. Yang membuat Putri terkejut adalah anak nya ustadz Kamal ini suka berkeliaran di dunia malam...