Bag 40; Keluarga Kecil WenRene.

373 42 4
                                    

2 tahun kemudian . . .

"Wan, gue gugup banget," kata Seulgi sambil memperlihatkan raut kegugupannya yang tak bisa disembunyikan.

Wendy tersenyum. "Tenang, slow bro, tegang banget muka lo. Baru kali ini gue liat muka lo kayak gini," godanya sambil tertawa.

"Sialan lo, gak guna cerita sama lo. Bukannya ngasih semangat juga," balas Seulgi kesal.

Kali ini Wendy tertawa. "Oke, gue semangatin," katanya dan memberi jeda dengan berdehem sejenak. "Semangat sahabatku Egi~"

Seulgi menatap sinis Wendy. "Najis, keliatan gak ikhlasnya lo," ucapnya.

Keduanya masih berdebat ringan hingga tak lama kemudian disusul oleh suara tangisan batita yang sedang mencari Wendy.

Terdengar suara ketukan di pintu kamar Seulgi, lalu sang pemilik kamar mempersilakan si pengetuk tadi untuk masuk.

"Wan, anak kamu nyariin, nih. Nggak tau kenapa Manse rewel banget pengen ketemu kamu, nggak biasanya," kata Irene dengan Manse yang berada di gendongannya.

"Ututuh, anak Poppa, sini."

Mendengar suara Wendy, tubuh Manse segera berbalik dan berisyarat agar Wendy menggendongnya.

"Poppa~" seru Manse masih dengan sisa-sisa tangisannya saat sudah berada di gendongan Wendy.

Manse mengistirahatkan kepalanya di pundak Wendy dengan tangan Wendy yang mengusap sayang punggung anaknya itu. Hidungnya memerah dan masih sesekali sesenggukan dalam gendongan Wendy, matanya melirik Seulgi yang tampak berusaha untuk menghiburnya. Namun, tidak cukup berhasil membuat Manse terhibur atau bahkan tersenyum karena anak batita itu hanya menatap datar ke arah Seulgi.

"Ngomong-ngomong, udah siap? Orang-orang udah pada ngumpul di bawah tuh," ucap Irene mengingatkan.

Seulgi menarik dan menghembuskan napas sejenak. Mencoba untuk menghilangkan deg-degan yang dirasakannya.

Wendy berputar mengarah ke Seulgi berada, lalu ia mendekat. "Santai, ini masih belum puncaknya, gue yakin lo diterima, kok, gak usah mikir yang enggak-enggak," ucapnya sambil tersenyum dan menepuk pelan pundak Seulgi.

Mendengar ucapan positif dari sang sahabat, tentu membuat Seulgi ikut tersenyum. Ia mengangguk mantap dan berjalan keluar kamarnya dengan langkah penuh keyakinan.

"Yuk," ajak Wendy sambil menggandeng tangan Irene.

* * *

Hari libur nasional pun telah tiba, rencana Wendy dan Irene untuk membawa ketiga anak kembarnya berlibur ke pantai akhirnya terwujud juga.

Destinasi wisata pantai keluarga kecil Wenrene tentu tak lain dan tak bukan adalah Bali dan mereka baru saja mendarat di salah satu villa yang telah Wendy sewa jauh sebelum mereka membeli tiket keberangkatan. Mengingat Wenrene membawa serta ketiga anak mereka, jadilah keduanya memesan villa sekalian untuk tempat menginap mereka seminggu ke depan.

"Akhirnya sampe ... Kita istirahat dulu aja, ya? Apa kamu mau jalan-jalan?" tanya Wendy pada sang istri yang masih sibuk dengan anaknya.

"Kayaknya istirahat dulu aja, aku capek banget sekalian nunggu anak-anak bangun juga."

Wendy mengangguk, lalu mengistirahatkan Daehan dan Manse dengan hati-hati yang tentunya dibantu oleh Irene setelah wanita itu menidurkan Minguk.

"Kerasa juga kalo nggak pake si mbak, ya," kata Wendy sambil meregangkan otot-otot tubuhnya karena ia menggendong dua anak sekaligus.

Keluarga BAE-SON jadi BESAN [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang