Arunika 3

251 16 1
                                        

Sudah jam 1 siang, dan Aruni belum juga makan. Masih untung jika ia tidak sedang haid, mungkin ia akan berpuasa, biar tahan laparnya kali ini membuahkan pahala. Namun, mau bagaimana lagi, tadi subuh waktu hendak mengambil wuduh ia merasa keram diperutnya, dan setelah diperiksa ternyata tamu bulanannya datang.

Helaan napas pelan keluar dari bibir Aruni saat melihat stok pembalutnya sisa satu. Mungkin saking buru-burunya waktu kabur, ia bahkan lupa mengecek segala keperluannya untuk dibawa, sampai pembalut yang merupakan kebutuhan pokoknya sebagai wanita pun hanya 2 bungkus yang ia bawa. Dengan rasa terpaksa, Aruni mengintip di pintu kamar, tidak ada siapapun di luar. Ia pun menghela napas legah.

Aruni segera mengambil uang di dompetnya dan bergegas mencari warung terdekat untuk membeli pembalut, sekalian makanan siap saji jika ada.

Tidak perlu jauh untuk mencari warung, ternyata ada di depan kompleks rumah sepupu Nala yang Aruni tempati. Setelah selesai urusannya, membeli pembalut dan dua bungkus roti untuk menjadi pengganjal perutnya, Aruni kembali ke rumah yang ia tempati saat ini.

Tangannya hendak meraih gagan pintu saat pintu itu tiba-tiba terbuka dan menampakkan sosok lelaki tinggi di depannya, dengan rambut yang sedikit panjang. Aruni tergagap saat tatapannya bertabrakan dengan mata laki-laki di depannya itu, ia buru-buru membuang pandang sambil berusaha menetralkan degup jantungnya, entah ia kaget atau kenapa, ia yakin lelaki itu pasti sepupu Nala. Ternyata tidak sebesar yang dipikirkannya, malah ini orangnya justru tergolong kurus.

"Lo_" lelaki itu bersuara. Suaranya berat, dan itu membuat Aruni sedikit takut. "Lo temannya Nala?" Lanjut lelaki itu.

"Iya, gue temannya Nala," kata Aruni tanpa berani menatap lawan bicara.

"Lo santai aja, lo cuman perlu ingat baik-baik pesannya Nala," ujar laki-laki itu, lalu melewati Aruni.

Sepeninggalnya, Aruni langsung melangkah memasuki rumah dan memasuki kamar yang ia tempati. Di dalam kamar, ia memukul-mukul kepalanya. "Lo bego banget sih, Ni, kenapa lo kaku gitu tadi? Duh, harusnya lo biasa aja kali." Kesalnya pada dirinya sendiri. Ia kemudian merain ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur, lalu menghubungi Nala.

"Ada apa lo? Baik-baik kan lo di sana?" Sambut Nala di seberang.

"No. No. No. Gue barusan ketemu sama sepupu lo. Nyeremin, Nal."

Terdengar suara tawa Nala di telpon. "Nyeremin gimana?"

"Gak tau sih. Intinya, dia seperti ngehipnotis gue tadi, gue takut banget tadi pas berhadapan langsung ama dia. Masa gue gak berani natap dia waktu bicara? Mungkin karena kebawa pesan lo kali tentang dia. Lo sih ah, padahal kayaknya dia mau seumuran sama kita. Kirain udah bapak-bapak," celoteh Aruni yang pasti disambut gelak tawa Nala di seberang.

"Puas banget lo ketawain gue?"

"Beda dua tahun sih kayaknya sama kita. Emang lo kira dia umur berapa?"

"Kirain om-om gitu."

"Nyatanya?"

"Kakak-kakak-an." Aruni tertawa.

"Hahaha kakak-kakak-an, awas lo jatuh cinta."

Aruni0 masih tertawa. "Gak ada yang gak mungkin."

Nala tertawa mendengarnya. "Lo tenang aja, Ni, dia nggak segalak itu kok, tapi dia juga gak sebaik itu. Gue beritahu dari awal nih."

"Hahaha iya gue tau, dia nakal." Aruni masih terbayang wajah sepupu Nala tadi. Ia tahu karakter laki-laki seperti itu, dia baik, hanya saja ... tunggu, kenapa Aruni malah sok tahu tentang sepupu Nala itu?

ARUNIKA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang