Arunika 21

96 10 1
                                    

Dua jam perjalanan yang ditempuh menuju desa tempat gunung yang hendak didaki tidak terasa bagi Aruni. Bagaimana tidak? jika di perjalanan orang-orang yang membersamai Aruni tidak hentinya mengeluarkan lelucon. Kevin dengan ceritanya yang garing. Namun, mampu membuat mereka dalam satu mobil tertawa dibuatnya, karena pembawaannya yang dipaksa lucu, jadinya lucu.

Kata Hendra, "Ah gue mau nangis gara-gara lo, Vin, lo lucu, karena tidak lucu."

Dan hal itu sukses membuat tawa mereka pecah, tanpa terkecuali Dio yang sedang menyetir. Tidak hanya melempar lelucon, tapi mereka juga dengan hebohnya bernyanyi dengan suara yang pas-pasan. Namun, masih enak didengar jika dipadukan.

Di perjalanan menuju sekret tadi, Aleksa memberitahu Aruni, kalau dia mengetahui keberadaan Aruni dari Raga. Katanya, Raga semalam mengirim pesan kepada Aleksa, untuk menjemput Aruni di rumahnya, dengan sedikit penjelasan tentang kenapa Aruni bisa berada di dalam rumahnya.

Diam-diam Aruni berpikir, apa itu bentuk kepedulian Raga padanya? Ah sudahlah, Aruni bersyukur, meski tanpa lelaki itu di atara teman-temannya, ia tidak merasa terasing.

"Eh Raga katanya nyusul," kata Nia setelah mereka turun dari mobil.

"Serius?" Sahut Aleksa yang sedang menurunkan barang-barang dari bagasi.

"Iya nih, katanya di grup."

"Udah gue duga sih, dia bakal nyusul hahaha." Dio yang sedang membantu Aleksa menurunkan barang-barang ikut menyahut.

"Mana bisa Raga tenang, kalo Aruni ikut bareng kita," sambung Hendra yang tengah menikmati rokoknya di atas batu -- yang menghadap langsung pada pemandangan yang begitu indah.

"Jadi, sekarang dia di mana?" Tanya Kevin yang masih berada di dalam mobil.

"Kayaknya bentar lagi dia juga sampe deh, soalnya ini chatnya udah dari tadi," jelas Nia sambil duduk di dekat Hendra.

"Jadi, kita nungguin Raga nih?" Tanya Bima yang sedang merenggankan otot-ototnya di samping Hendra.

"Woi bocah, Raga siapanya loh?" Hendra menyindir cara Bima menyebut Raga tanpa embel-embel 'kak' atau semacamnya.

Dengan sigap pun Bima menyahut, "Ah siap salah, senior."

"Hahaha itu lo belum dikader loh, Bim." Aleksa ikut bergabung bersama mereka setelah barang-barang di mobil semuanya sudah turun.

Aruni yang juga tadi turut membantu Aleksa ikut bergabung bersama mereka.

"Lo nyuruh Raga nyusul, Aruni?"

Aruni mengernyit saat mendengar pertanyaan Hendra. "Nggak, gue gak nyuruh dia nyusul."

"Kata Nia, dia nyusul tuh."

"Oh gue gak tau." Aruni pura-pura cuek terkait pembahasan soal Raga yang menyusul merek.

Kevin yang sedang baringan di dalam mobil bersuara, "Eh katanya lo ada nenek di sini, Bim."

"Iya, ada, dalam kampung sana."

Gunung yang mereka hendak daki memang jalan masuknya tidak sampai perkampungan warga. Meski ada juga jalan masuk lewat perkampungan, tapi bagi mereka lewat jalur ini lebih enak, tidak perlu lagi ke perkampungan warga.

"Katanya mau mampir lo." Dio duduk di jok depan mobil tanpa menutup pintunya.

"Iya, abis mendaki kan? Ntar turunnya lewat jalan warga, nanti tembus di belakang rumah nenek gue," jelas Bima yang membuat Aruni berpikir, berarti Bima bukan pemula dalam mendaki? Toh ini kedengarannya dia hafal betul jalur dan tembusannya.

"Hafal juga lo jalanan, Bim," komentar Kevin yang belum merubah posisinya.

"Iya, waktu gue kecil kan biasa main ke sini, dan bantuin nenek gue cari kayu bakar di hutang-hutang yang dekat banget sama gunung yang mau kita daki ini."

ARUNIKA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang