Jam makan siang sudah lewat, tapi teman-teman Raga masih pada betah di ruang keluarga, entah apa yang mereka lakukan, mungkin karokean, karena sesekali Aruni mendengar suara yang tidak bagus-bagus amat menyanyi di luar kamar. Namun, sesekali juga suara mereka terdengar ketawa-ketawa, entah apa yang mereka tertawakan. Intinya, Aruni hanya memohon untuk mereka segera pergi dari rumah yang ia tempati kini. Namun, ia bisa apa? Orang-orang yang ribut di luar kamar itu teman-temannya Raga -- teman-temannya yang pemilik rumah -- sedangkan Aruni di sini hanya numpang. Oh Aruni harus menahan laparnya lebih lama lagi sepertinya.
Sementara di luar kamar, Raga sedang asyik main truth or dare dengan teman-temannya. Saat ujung botol mengarah padanya, dengan cepat lelaki yang berambut sebahu menunjuk Raga. "Truth or dare?"
Raga menurungkan telunjuk lelaki yang bernama Kevin itu. "Dare."
"Yah, ciri-ciri orang yang nggak jujur," komentar cewek yang bernama Aleksa.
"Bener." Laki-laki yang satu -- yang rambutnya lebih rapi dari kedua teman laki-lakinya -- membenarkan.
"Elah, kayak elo Yon." Kevin menimpali ucapan laki-laki tadi, yang bernama Dion.
"Iya, kayak kita," sahut Dion santai.
"Apa nih darenya?" Tanya Raga tidak sabaran.
"Gue, gue." Aleksa mengangkat tangannya cepat. "Lo nyanyi lagu yang cocok banget buat perasaan lo sekarang."
Raga menatap malas cewek yang sudah bersahabat dengannya itu mulai dari semester satu. "Ck. Tampung aja. Lo apa?" Laki-laki itu menatap cewek yang duduk di sebelahnya, yang dari tadi jarang ngomong.
Cewek yang bernama Dara itu tampak berpikir, lalu sebuah ide tercetus di kepalanya. "Pesta Bima dua pekan lagi, lo bawa cewek." Gadis itu tersenyum manis pada Raga yang langsung menyambutnya dengan dengusan kasar.
Sementara Aleksa, Kevin, dan Dion serempak tertawa. "Dare banget, Ga," komentar Dion.
"Gue bawa lo aja yah?" Raga menatap Dara dengan harap. Dara tidak pernah mengerti arti tatapan laki-laki itu, atau pura-pura tidak mengerti.
"Nggaklah, gue kan datang bareng Wisnu," tolak Dara cepat. Mendengar itu, Raga tersenyum kecut, diam-diam Aleksa memperhatikan. "Intinya lo bawa cewek, boleh Aleksa juga tuh." Dara melirik Aleksa.
Aleksa tertawa sumbang. "Buat bantuin lo lunasin tantangan sih gue bersedia, Ga, kalo lo gak dapat cewek yang bisa diajak."
Raga menaikkan tangannya pada Aleksa. "Temen gue nih." Aleksa tertawa menyambut tangan Raga. Mereka bertos ria.
"Eh gue belum kasih lo dare," kata Dion mengingatkan.
"Gue juga," sambung Kevin. "Berhubung tantangan dari Dara lumayan berat, jadi gue kasih lo tantangan yang ringan-ringan aja. Lo gelitikin Dion sampe puas."
Mendengar tantangan dari Kevin untuk Raga yang melibatkannya membuat Dion langsung melempar bantal sofa ke arah Kevin. "Apa-apaan lo libatin gue?" Komentarnya tidak terima.
Tanpa mempedulikan ocehan Dion, Raga langsung menjalankan tantangan dari Kevin barusan, membuat Kevin merasa menang dan tertawa-tawa bersama Dara, dan Aleksa menyaksikan Raga yang terus menggelitiki Dion.
"Udah ah, udah, kasian gue sama Dion." Aleksa menghentikan tawanya.
Dengan sisa tawanya Raga kembali duduk tenang di tempatnya. "Sial lo, Vin, gue hampir ngompol gara-gara Raga." Dion melirik Raga dengan kesal. Teman-temannta hanya menanggapi dengan tawa. Mungkin begitulah persahabatan, menertawakan satu sama lain sudah bukan lagi hal yang tabu, mungkin karena sudah saking dekatnya? Hingga segala sekat kini runtuh untuk mereka, dan perasaan bukan lagi sesuatu hal yang penting untuk mereka perhatikan, yang membuat salah satu dari mereka harus menelan pahit sendiri -- yah karena saking dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA (SELESAI)
Teen FictionHanya kisah sederhana yang lahir dari imajinasi anak manusia. Tidak menjanjikan manfaat, tapi mengharapkan keluasan hati dari yang membacanya, agar dapat memetik satu makna saja di sepanjang alur cerita. Mohon maaf jika tokoh-tokohnya tidak terlalu...