Raga keluar dari kamar mandinya sambil menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Pergerakan tangannya melambat saat mendengar Bi Irni teriak-teriak dari bawah. Tidak lama art-nya itu tiba di depan pintunya mengetuk tidak sabaran.
"Apasih, Bi?" Tanya Raga seraya membuka pintu. Dilihatnya wajah panik Bi Irni setelah pintu terbuka.
"Itu, Mas ... Mbak Aruni sakit di kamar. Mungkin maagnya kambuh, Mas. Dia gak makan dari kemarin pagi," jelas Bi Irni dengan muka yang terlihat sangat cemas.
"Shit, gara-gara gue suruh dia gak keluar kamar nih." Raga mengumpat sambil masuk kembali di kamarnya. "Kita bawa ke RS, Bi. Tunggu di bawah, gue pake baju dulu."
Ia melempar handuk kecilnya ke sembarang arah. Sambil memakai baju kausnya laki-laki itu menggerutu, "ck, kenapa gue sampe lupa sih tuh cewek semalam? Kalo Nala tau, bakal kena omel nih gue." Buru-buru Raga menuruni tangga, ia langsung menghampiri Aruni di kamar tamu.
Terlihat Bi Irni yang hendak membantunya bangkit dari baringnya. "Kita ke rumah sakit yah, Mbak?" Kata Bi Irni saat melihat Raga. "Mas, ke rumah sakit yah?"
Raga hanya mengangguk dan berjalan mendekati mereka. "Kuat jalannya?" Tanyanya pada Aruni.
Aruni yang terlihat susah bernapas, hanya mengangguk samar. Wajahnya terlihat pucat. Melihat keadaan cewek itu, membuat Raga tidak yakin kalau Aruni bakal sampai di mobilnya hanya dalam waktu menit. "Udah, gue gendong yah? Lo udah gak bisa jalan kayaknya." Tanpa menunggu persetujuan Aruni, Raga menggendong Aruni dengan kedua tangannya.
Dari cara Raga menggendong cewek itu, terlihat tubuh Aruni sangat ringan diangkatnya. "Bi, bukain pintu, cepetan," suruh Raga pada Bi Irni yang mengekor di belakangnya.
Bi Irni buru-buru membuka pintu belakang mobil, dan Raga langsung membaringkan Aruni di jok dengan sangat hati-hati. "Ikut, Bi," kata Raga lagi, lalu naik di balik kemudi. Bi Irni langsung mengikut untuk duduk di samping Aruni -- memangku kepala gadis itu.
"Mana jalanannya macet lagi," gerutu Raga di perjalanan. Ia milirik Aruni di spion tengah. Terlihat cewek itu masih menahan sakit.
"Lo punya riwayat maag, Runi?" Tanya Raga.
"Iya," jawab Aruni terbata di belakang.
"Parah?"
Aruni masih berusaha menjawab, "nggak kok."
Raga tidak berbicara lagi. Ia fokus ke depan, mengarahkan mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Setelah sampai di parkiran rumah sakit yang mereka tuju, Raga langsung turun dari mobil dan memanggil perawat yang lalu lalang. Satu brangkar langsung didorong di dekat mobil Raga. Laki-laki itu membantu perawat menurunkan Aruni dari mobil, lalu mengikuti brankar yang membawa Aruni sampai depan pintu igd. Bi Irni masih mengekor di belakangnya.
Kini, Raga sedang menunggu di depan IGD bersama artnya. Seperti biasa, Bi Irni akan cerita tanpa diminta. "Tadi waktu temen-temen Mas Raga udah pulang, Mbak Aruni bangun, ambil air minum di dapur. Saya liat mukanya pucat. Abis beres-beres, saya ingat kalo dari semalam_ eh dari kemarin belum makan dia, saya niat manggil di kamar, eh malah saya dapat Mbak Aruninya menelungkup di kasur sambil megangin dadanya. Kaget dong saya, Mas, saya manggil Mas Raga deh."
Kali ini Raga merasa informasi yang disampaikan oleh wanita yang selisih berapa tahun di atasnya itu cukup penting, makanya dia tidak memotong apalagi menegurnya. Laki-laki itu mengusap wajahnya gusar. Ia sadar betul, semua ini karena dia yang melarang Aruni keluar sebelum teman-temannya pada balik, dan dia tidak mempersiapkan kemarin, bahwa teman-temannya akan bermalam di rumahnya.
🌅
2 jam sudah mereka berada di rumah sakit. Hanya 30 menit Aruni berada di igd, sisanya ia sudah dipindahkan ke kamar rawat. Dokter mengusulkan agar ia bermalam, tapi Aruni ngotot meminta pulang, takut tidak mampu membayar biayanya, meski Raga tadi sudah menyanggupi jika memang Aruni mau bermalam. Namun, Aruni menolak. "Nggak usah, Ga, gue pulang aja. Sakitnya juga udah sembuh kok. Gue cukup mampir beli obat aja di apotik langganan gue, ntar gue tunjukin." Dan Aruni pun diizinkan untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA (SELESAI)
Teen FictionHanya kisah sederhana yang lahir dari imajinasi anak manusia. Tidak menjanjikan manfaat, tapi mengharapkan keluasan hati dari yang membacanya, agar dapat memetik satu makna saja di sepanjang alur cerita. Mohon maaf jika tokoh-tokohnya tidak terlalu...