Arunika 22

105 7 1
                                    

Di perjalanan, Aruni berada di belakang. Namun, bisa dipastikan Raga selalu berada di belakangnya menyeimbangi langkah Aruni yang lebih lambat dari yang lain.

"Gak usah disamain langkah lo sama mereka," kata Raga.

Dio yang berada di depan Aruni mendengar Raga langsung menyahut, "elah, Ga, lo modus amat sih hahaha, mau belakangan sama Aruni yah? Berduaan gitu?"

Sungguh, Dio sepertinya telah membakar amarah Raga yang sedari tadi ditahannya. "Mulut lo bisa diam nggak, N*ing?"

Sontak Aruni menoleh pada Raga. Hanya sesaat, lalu perempuan itu melanjutkan langkahnya mengikuti rombongan.

"Bahasa bahasa woii," teriak Hendra yang berada paling depan.

"Hahaha orang dilema diajak naik gunung emang suasananya beda, Bos." Kevin ikut nimbrung -- yang sekaligus makin menyulut amarah Raga di belakang.

"Lo semua pada kenapa sih sama gue? Bukannya lo yang ajak gue juga kemarin ikut? Kalo emang kalian gak suka gue ikut, bilang dong, gak usah nyindir gitu, ban*i."

"Raga! Lo tau tata krama kan?" Hendra merasa yang tertua pun menghentikan langkahnya, sepertinya jika dibiarkan tanpa penyelesaian sebelum lanjut lebih nanjak, akan mengkhawatirkan ujungnya.

"Kenapa, Hend? Lo juga gak suka gue ikut? Lo juga dari bawah tadi emang udah nyindir gue kan?" Raga menatap mereka dengan penuh amarah.

"Lo kenapa sih, Ga? Kayak gak pernah bercanda aja lo." Kevin sedikit tidak suka dengan Raga kali ini -- kenapa Raga baperan banget? Bukannya sebelumnya juga mereka sering seperti ini? Apa segitu stresnya Raga dengan perasaannya?

"Lo kayak gak tau aja, Vin, Raga sekarang posisinya gimana. Makanya kayak cewek pms," sahut Dio yang tengah duduk di rerumputan. Sementara Nia dan Aleksa juga sudah menyingkir dari jalan, ia menghampiri Aruni yang meski karena dia kejadian ini terjadi. Namun, sedikit Aleksa bisa pastikan, cewek itu tidak tahu persis sebab akibat adu mulut ini terjadi.

Bima sendiri sebagai junior menyingkir seidikit jauh, membuat lelucon sendiri - berbicara pada daun atau apapun yang bisa digapainya. Meski berusaha mengabaikan pertengkaran seniornya, tapi ia juga masih bisa menyaksikan saat tangan Raga melayang -- menonjok pipi Dio.

"Woii, emosi lo, Boy, kontrol dong." Hendra langsung menarik Raga saat Dio membalas pukulan laki-laki itu, dan lagi Raga hendak melayangkan satu pukulan pada Dio -- membalasnya lagi. Untungnya Hendra langsung menengahi mereka, dan Bima pun langsung berlari memegangi Dio dibantu dengan Kevin.

"Woi, laki-laki! kalo mau berantem ke ring tinju, bukan malah mendaki," teriak Aleksa menghampiri mereka. "Lo, Ga, anak-anak cuma bercanda kali. Dan kalian, gak usah bercandain Raga begitu. Udah tau emosinya Raga sekarang gak bisa ketebak, masih aja disindir-sindir. Kalo ada yang kalian ingin sampein, sampein langsung ke Raga, karena Raga mana tau sindiran kalian. Orang perasaannya sendiri aja dia gak bisa tebak." Telak sekali kalimat Aleksa mengenai sasaran.

Raga pun menurunkan bahunya dan berusaha melepaskan cengkraman Hendra. "Sorry, gue_ gue emosi." Cukup kalimat Aleksa tadi menyadarkan laki-laki itu. Raga tidak bodoh-bodoh amat, ia paham betul inti kalimat panjang Aleksa tadi ada di kalimat terakhir.

"Gue tau lo emosi." Hendra pun mengambil napas dan duduk di depan Dio. "Jadi, gimana perjalanan kita, mau lanjut apa gimana?"

"Lanjut aja, Hend, kasian Aruni baru pertama kali ikut, masa gagal di tengah jalan, hanya karena masalah ributnya laki-laki emosian." Satu lagi. Dio kembali memancing Raga. Namun, syukurnya, Raga pura-pura tidak mempedulikannya lagi. Ia baru sadar, kasian Aruni di sini.

"Yee nyindir diri sendiri, laki-laki emosian." Nia berdiri dari duduknya.

"Ah gak papa kok, gue gak papa kalo emang kita gak lanjut." Aruni menyahut tidak enak.

ARUNIKA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang