Hanya kisah sederhana yang lahir dari imajinasi anak manusia. Tidak menjanjikan manfaat, tapi mengharapkan keluasan hati dari yang membacanya, agar dapat memetik satu makna saja di sepanjang alur cerita. Mohon maaf jika tokoh-tokohnya tidak terlalu...
Hampir setengah 3 dini hari, Raga baru terbangun. Ia mengerjapkan matanya, sambil mengumpulkan kesadarannya di mana dirinya berada saat itu. Ia ingat. Aruni. Perempuan itu, akh Raga rasanya ingin berteriak mengingat kenyataan yang ada. Ia pun bangkit dari baringnya, dan duduk di ujung tempat tidur. Ia berpikir keras, bagaimana caranya untuk mengatasi semua yang ada di pikiran dan hatinya? Ck, kenapa dia baru sadar, kenapa dia tidak mencoba menghubungi Aruni tadi? Setidaknya, mungkin dengan mendengar keadaan perempuan itu dari mulutnya sendiri dapat menghilangkan sedikit cemas Raga? Ia pun langsung merogoh ponselnya di saku celana, lalu menyalakannya.
Sesuatu hal dirasa menyusup ke hati Raga saat melihat layar hpnya yang menyala langsung menampilkan notifikasi pesan yang nama pengirimnya 'Arunika'. Dengan cepat jempol laki-laki itu membuka pesannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Raga mengambil jeda membaca pesan Aruni itu. "Tanpa lo minta kali, Runi," katanya, dan dengan mata berkaca-kaca ia kembali membaca lanjutan pesan Aruni.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rasanya seperti mendapat hantaman keras di hati Raga membaca kalimat terakhir itu. Laki-laki itu memejamkan matanya sejenak, lalu kembali melanjutkan bacaannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di titik ini, Raga mengaku kalah. Kalah dengan perasaannya. Ia terlambat menyadari satu hal. Terlambat menyadari perasaannya. Ia telah kehilangan Arunika.
Namun, ia telah mendapatkan Dara.
🌅
Baliknya Raga dari puncak, ia langsung menuju rumah sakit, keadaan ayah Dara kritis, dan ia mendapati perempuan itu menangis di depan ruangan ayahnya. Tanpa mengingat keberadaan Aruni bersama teman-temannya di puncak yang ia tinggalkan tadi, Raga menenangkan Dara dengan memperlihatkan betapa ia ikut terpukul dengan keadaan perempuan itu. Tanpa Raga sangka, keterpukulan sesungguhnya untuk dirinya baru menanti di depan.
Syukur, siang harinya Ayah Dara melewati masa kritisnya bahkan sorenya bisa dipastikan keadaannya membaik. Malamnya, di kantin rumah sakit, Raga bisa melihat kembali senyum Dara yang dengan antusias menceritakan perasaannya yang sangat legah dan bahagia, karena ketakutannya tadi pagi tidak terjadi, dan ia sangat berterima kasih atas kehadiran Raga di sisinya.
"Ga, gue gak tau kalo gak ada lo gue gimana tadi, makasih banyak lo." Dara menatap Raga dengan binar matanya.
Raga membalas tatapan perempuan itu dengan tatapan yang berbeda yang ditangkap oleh Dara. Perempuan itu pun kembali bersuara, "boleh gue bilang sesuatu, Ga?"
Tanpa mengalihkan tatapan satu sama lain, Raga mengangguk, dan Dara mengatakan, "gue cemburu liat lo sama Aruni. Gue sakit saat lo milih nyusul Aruni ke puncak daripada nemenin gue di sini."
Raga tentu kaget akan pengakuan Dara yang tiba-tiba. Apakah itu artinya cintanya pada Dara terbalaskan?
"Dan tadi pagi, di tengah kesedihan gue, lo datang mencapuradukkannya dengan rasa senang ke gue. Gue senang, lo belain pulang lebih dulu saat tau keadaan ayah gue gimana, gue senang lo peduli sama gue, Ga." Dara mengambil jeda pada kalimatnya. Ia mengamati wajah Raga yang tampak masih kaget atas pengakuannya barusan.
Dara pun menundukkan pandangannya dan kembali berucap, "apa gue udah keduluan sama Arunika, Ga?"
Raga tahu maksud ucapan Dara, dan Aruni ... astaga, Raga baru ingat, perempuan itu, apakah sekarang sudah ada di rumahnya atau di mana ia sekarang? Raga khawatir tiba-tiba.
"Ga?"
Suara Dara kembali menyadarkan Raga. Dilihatnya Dara di depannya sedang tersenyum manis. Raga bimbang, ia bingung. Langkah apa yang akan ia ambil? Bukankah ini yang ia inginkan? Dara membalas perasaannya. Akh, tapi kenapa pikirannya malah mengganggu? menggiring rasa cemasnya pada Aruni yang entah di mana sekarang.
Raga berusaha mengabaikan rasa cemas campur khawatir itu, dan segala pikiran-pikiran yang ia tekankan dalam hati, bahwa semua itu hanya sisi overthinkingnya, ia kesampingkan dan abaikan. Ia pun perlahan membalas senyuman Dara, dan berucap. "Lo gak pernah keduluan siapa-siapa, Dara."
Senyum Dara semakin mengembang. "Apa itu artinya_"
Raga memotong ucapan Dara. "Jika lo mau nerima gue yang lo tau gue gimana."
Hanya butuh anggukan kecil dari Dara dan sebuah senyum bahagia, Raga sudah tahu jawabannya. Dara kini menjadi miliknya. Namun, kenapa hatinya merasa tidak terisi? Kenapa hatinya masih terasa kosong? Bukankah Dara sudah mengambil tempat di sana?
Malam itu juga, Dara mengumumkan kabar resminya hubungannya bersama Raga, dan tentu Aruni yang cukup membaik setelah diberikan ramuan oleh Nenek Bima, malam itu ikut tahu kabar resminya hubungan Raga bersama Dara, ia mendengar teman-teman Raga membicarakannya di teras.
Senangkah Aruni mendengarnya?
Senang, karena itu artinya Raga sudah memiliki apa yang ia inginkan. Namun, di sisi lain ia sedih, sedih pada dirinya, tapi sebisa mungkin ia coba untuk ikut tersenyum atas pencapaian Raga.
🌅
Tidak ada yang perlu kusedihkan, karena memang rumahmu bukan untukku menetap kan? Hanya sementara. Aku hanya singgah.