Sudah tiga hari Aruni berada di rumah sakit, malam itu Raga langsung melarikannya ke rumah sakit terdekat. Seandainya hanya pingsan biasa, mungkin Aruni akan diizinkan pulang setelah sadar. Namun, gadis itu pingsan karena penyakitnya yang tiba-tiba kambuh. Jadilah, ia tidak diizinkan pulang malam itu, dan sudah tiga hari ia masih belum diizinkan juga.
Aruni menoleh pada pintu yang terbuka, senyumnya terbit kala melihat Raga muncul dengan kantongan plastik putih di tangannya. Cowok itu balas tersenyum sambil mendekat ke sisi ranjangnya melewati satu ranjang yang tertutupi tirai.
"Dari mana, Ga?" Tanya Aruni, seingatnya sebelum tidur tadi Raga masih ada, tapi setelah ia bangun, laki-laki itu sudah tidak ada di sisinya.
"Beli ini." Raga memperlihatkan kantong plastik yang tadi dibawanya, lalu mengeluarkan isinya yang berupa buah-buahan dan susu ultra, serta roti.
Aruni mendengus pelan. "Sudah berapa uang lo habis buat gue, Ga?"
Raga tidak menjawab, ia malah menanyakan hal lain. "Lo mau buah apa? Gue kupasin."
"Ga, gue tanya yah, uang lo udah berapa habis buat gue?" Aruni menatap laki-laki yang sibuk menyusun belajaannya barusan di atas nakas.
"Belum ngabisin isi atm gue sih," kata Raga dengan santainya sambil menoleh pada Aruni dengan tangan kirinya memegang buah apel, sementara tangan kanannya memegang pisau. Ia duduk di kursi samping ranjang Aruni.
"Gue bakal ganti kalo gue dapat kerja, Ga." Aruni mengamati pergerakan Raga yang mengambil bekas kantong plastik buah tadi lalu disimpan di sisinya, kemudian mulai mengupas kulit apel.
"Gue gak suruh lo ganti yah?" Balas Raga tanpa menoleh.
"Tapi gue yang mau."
"Sembuh aja dulu, Runi." Kali ini, Raga menatapnya sekilas.
"Gue udah tiga hari loh di sini, Ga, hampir empat malam, pasti mahal sewa kamarnya."
"Nggak, orang kamar lo kelas dua."
"Tapi tetap aja, Ga, gue udah lama. Udah berapa juta, Ga?"
"Nih, makan." Laki-laki itu menyodorkan potongan apel pada Aruni.
Aruni menggelengkan kepala. "Gue keluar aja nanti sore yah, Ga?" Pintanya.
Raga mendengus. "Jangan keluar sebelum dokter izinin." Ia masih meenyodorkan potongan apel tadi pada Aruni. "Makan gue bilang." Dan Aruni belum mengambilnya juga. "Aruni, makan. Gimana mau sembuh kalo nggak makan?"
Aruni tersenyum, kemudian menerima apel yang disodorkan oleh Raga. "Gue jadi inget mama, bawel lo sebelas dua belas kalo gue lagi sakit."
Mendengar kalimat Aruni membuat Raga mendongak, dilihatnya gadis itu tersenyum miring. "Lo rindu?" Tanya laki-laki itu pelan.
Aruni mengangguk dengan senyumannya pada Raga. "Tapi gue belum mau balik." Sepertinya Aruni tahu kalimat apa yang hendak Raga ucapkan.
Raga tidak merespon lagi, ia kemudian melanjutkan kegiatannya memotong buah apel, hingga selang beberapa detik laki-laki itu kembali bersuara, "Orang tua lo tau penyakit lo?" Tanyanya sambil menyodorkan potongan apel kepada Aruni untuk kedua kalinya.
"Iya, mereka tau." Aruni mengambil potongan apel itu.
"Kalo boleh tau, udah berapa lama?" Raga ikut memakan apel yang dipotongnya.
"Dari gue masuk kuliah."
Raga mangguk-mangguk. "Dan sekarang lo udah lulus?"
"Tinggal skripsian."
"Berarti udah jalan empat tahun?" Raga menaikkan keningnya sambil mengunyah perlahan apel yang ada di mulutnya.
Aruni mengangguk. "Yah gitu deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA (SELESAI)
Novela JuvenilHanya kisah sederhana yang lahir dari imajinasi anak manusia. Tidak menjanjikan manfaat, tapi mengharapkan keluasan hati dari yang membacanya, agar dapat memetik satu makna saja di sepanjang alur cerita. Mohon maaf jika tokoh-tokohnya tidak terlalu...