Seperti janjinya kemarin, Aruni bangun lebih awal membantu Bi Irni memasak di dapur. Ia membantu Bi Irni memotong wortel dan kol yang akan dibuat sup oleh perempuan yang beda beberapa tahun darinya itu. "Bi," panggil Aruni di tengah perkerjaannya.
Bi Irni menoleh. "Ada apa?"
"Umur Bibi sekarang berapa?" Aruni menoleh sekilas pada Bi Irni yang sedang menyiapkan bumbu.
"Kenapa? Saya udah keliatan tua yah?" Gantian Bi Irni menoleh pada Aruni.
Gadis itu terkekeh pelan. "Nggak kok, Bi, saya cuman nanya aja."
"Umur saya mendekati dua puluh sembilan sekarang." Bi Irni mengambil wortel yang terlah diiris oleh Aruni, lalu memasukkannya ke dalam panci. "Tuaan yang mana daripada muka saya?"
Aruni mencuci tangannya. "Sepadan, Bi, hehe." Gadis itu melempar cengiran pada Bi Irni yang menanggapinya dengan bibir manyun.
"Kamu tuh, yah."
Aruni terkekeh-kekeh melihat respon Bi Irni. "Itu kolnya belum dimasukin, Bi?" Tanya Aruni.
"Iya, ini baru mau dimasukin." Semua bahan untuk supnya pagi ini telah tercampur di dalam panci. Bi Irni tersenyum lega, saat mendengar suara tukang sayur di depan dan masakannya hampir selesai, sementara tuannya belum tiba di rumah. Terima kasih pada Arunika yang telah membantunya, meski cuman mengiris wortel dan kol, tapi Bi Irni tetap menghargai bantuan gadis itu padanya.
"Mbak Aruni, minta tolong yah ini supnya dimatiin nanti apinya, kalo udah masak, saya mau ke depan dulu beli sayur. Sayur di kulkas udah habis buat nanti siang," titah Bi Irni, kemudian berlalu dari dapur meninggalkan Aruni.
"Siap, Bi." Aruni mengacungkan jempolnya. Kemudian mendekat ke arah kompor, dan mengaduk supnya di dalam panci.
"Bi, kopi."
Aruni mengernyir mendengar suara seseorang dari ruang tengah.
"Bi Irni buatin saya kopi."
Lagi. Suara itu kembali terdengar, hanya saja dengan kata yang lebih banyak. "Iya, tunggu." Aruni menyahut. Ia segera meletakkan sendok sayur yang digunakannya tadi mengaduk sup di atas talenan yang belun dibereskan, kemudian menyeduh kopi untuk tuan rumah yang sepertinya baru pulang.
Aruni meletakkan cangkir yang berisi kopi di depan Raga. Hati-hati sekali caranya. Sementara Raga meliriknya dengan horror. "Bi Irni mana?" Tanya lelaki itu membuat Aruni cukup tersentak mendengar suara beratnya.
"Bi Irni lagi beli sayur di depan." Aruni memperhatikan Raga yang tengah meraih cangkirnya. Kini nyalinya sudah lebih kuat berhadapan dengan tuan rumah daripada kemarin waktu di pintu.
"Gue gak suka utang budi sama orang," kata Raga setelah menyesap kopinya.
"Maksudnya?" Kening Aruni berkerut. Ia tidak mengerti ucapan Raga.
"Lain kali kalo gak ada Bi Irni, gak usah buatin gue kopi," jelas Raga yang langsung ditangkap maksudnya oleh Aruni.
Gadis yang masih berdiri di depannya itu mengangguk-anggukkan kepala. Ia menelan ludahnya lalu bertutur, "Gue ngerti, tapi lo gak perlu ngerasa berutang budi sama gue, hanya karena gue buatin lo kopi, karena nyatanya di liat dari sisi manapun, yang lebih berutang budi itu gue. Lo numpangin gue di rumah lo cuma-cuma, jadi it's okay gue buatin lo kopi, sebagai ... hmmm sedikit bentuk terima kasih gue."
Raga nenatapnya dengan tatapan yang srdikit melunak daripada tadi, tapi masih horror. "Awas kalo suatu hari lo ngungkit."
Aruni menahan tawanya, entahlah menurutnya lucu saja sifat lelaki yang sedang duduk di depannya itu. "Aman kok, Ga," katanya tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA (SELESAI)
Fiksi RemajaHanya kisah sederhana yang lahir dari imajinasi anak manusia. Tidak menjanjikan manfaat, tapi mengharapkan keluasan hati dari yang membacanya, agar dapat memetik satu makna saja di sepanjang alur cerita. Mohon maaf jika tokoh-tokohnya tidak terlalu...