Arunika 24

88 7 3
                                    

"Permisi, Sus, mau tanya, kamar pasien bernama Arunika, lantai dan nomor berapa?" Tanya Raga langsung ke inti setelah sampai di meja resepsionis.

Suster yang duduk di balik meja mendongak, menatap Raga beberapa saat, dan tanpa mengecek nama pasien yang disebutkan oleh lelaki di depannya, ia menjawab, "Arunika pasien dokter_"

"Intinya Arunika, Sus," potong Raga tidak sabar. Persetan pasien dokter siapa, yang jelas, Aru mau ketemu Maudy.

"Baik, Pak, sebentar saya cek dulu, siapa tau ada pasien lain yang namanya sama." Suster di balik meja pun mengecek nama Arunika di komputernya, lalu kembali menatap Raga. "Iya, nama Arunika cuma satu, pasien dokter Ahmad," katanya. "Siang tadi dia dibawa ke Sydney untuk melakukan transplantasi jantung."

Mendengar penjelasan suster barusan, entah perasaan apa yang tiba-tiba menyerang Raga. "Kenapa harus di Sudney, Sus? Bukannya di sini juga bisa dilakukan?" Entah bagaimana caranya, yang jelas penglihatan Raga sekarang seperti berkabut.

"Keluarga pasien meminta di sana, karena dia mau peralatan yang lebih memadai, dan kebetulan juga pendonornya berada di Sydney," jelas Suster itu yang direspon oleh Raga dengan hembusan napas kasar.

"Baik, Sus, terima kasih." Raga memutar langkahnya kembali ke lobi sambil menelan ludahnya yang terasa pahit, dan menelan inginnya yang hendak ketemu Arunika. Berulang kali ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menetralkan perasaannya yang ia tidak tahu kenapa memburu seperti itu -- gelisah dengan teramat.

Lagi. Raga menghembuskan napasnya dengan kasar.

Dirogohnya ponsel di kantong celananya, ia hendak mencari nama Aruni di kontaknya, saat satu pesan WA masuk di benda canggih itu. Dari Dara.

Ga, di mana? Kok lama?

Sambil mendudukkan diri di teras rumah sakit, Raga menghembuskan napasnya, lalu membalas pesan Dara -- mengabarkan keberadaannya -- lokasi Rumah Sakit tanpa memberitahu spesifiknya.

Sehabis makan malam tadi bersama Dara, di rumah perempuan itu, Raga hendak balik ke rumah untuk mengganti pakaian, kemudian menjemput Dara untuk kembali ke rumah sakit. Namun, di saat hendak menjalankan motornya, Raga mendapat telpon dari Kevin. Kata Kevin, mereka terpaksa balik waktu subuh tadi dari rumah Neneknya Bima, karena penyakit Aruni yang kambuh, dan katanya parah. Jadi, mereka langsung membawa Aruni pulang menuju rumah sakit.

Mendengar keterangan Kevin membuat Raga seolah-olah hilang pijakan. Laki-laki itu mengumpat sahabatnya, kenapa Kevin baru memberitahu? dan Kevin menjawabnya dengan tawa ringan. "Gue cuma gak mau ganggu lo yang lagi anget bahagianya."

Lagi-lagi Raga mengumpat mendengar kalimat Kevin. "Kata Aruni juga gitu, gak usah dikasih tau Raganya," lanjut Kevin merasa telinganya panas mendengar Raga menyebut nama hewan satu persatu.

Sadar apa yang dilakukan -- berbicara dengan Kevin pakai emosi hanya membuang waktu, Raga langsung menanyakan rumah sakit tempat Aruni dibawa. Namun, saking buru-burunya, Raga tidak mendengar penjelasan Kevin selanjutnya setelah menyebutkan nama rumah sakit tempat Aruni dilarikan tadi.

Dan di sinilah Raga sekarang, ia terlambat. Terlambat berada di sisi Aruni. Aruni ke Sidney, dibawa oleh keluarganya. Akahkah Raga masih mempunyai kesempatan untuk bertemu dengan perempuan itu?

Lamunan Raga buyar saat nama Dara muncul di layar ponselnya. Ia langsung mengusap wajahnya dengan kasar. Sial, ia menemukan cairan di matanya.

🌅

Raga memasuki rumahnya dengan keadaan yang lusuh. Ia sudah membatalkan janjinya dengan Dara untuk ke rumah sakit, dengan alasan ia sangat mengantuk dan butuh istirahat -- ia pun meminta Dara untuk memesan taksi online saja. Dara yang orangnya tidak ambil pusing pun mengiyakan saja tanpa menuntut penjelasan yang lebih kenapa Raga tiba-tiba mengantuk dan butuh istirahat? Padahal tadi laki-laki itu yang tadi menawarkan diri untuk kembali mengantarnya ke rumah sakit.

Langkah Raga tidak menuju kamarnya, justru malah berbelok ke kamar tamu. Ia membuka pintu kamar itu, dan mendapati tidak ada siapa-siapa. Ia masuk dengan perasaan tidak menentu. Jika boleh jujur dirinya sekarang berada di titik kacau.

Raga menatap sekeliling kamar itu, dan sepertinya aroma Aruni masih tertinggal. Lihat, di meja rias masih ada perlengkapan perempuan itu. Satu sweter perempuan itu juag masih ada di gantungan belakang pintu. Raga kemudian berjalan menuju lemari dan membuka pintu lemari itu. "Ck. Pakaian lo masih ada, Ni, kenapa pergi gitu aja sih?" Laki-laki itu lalu berjalan mundur sampai ia duduk di atas tempat tidur.

Lama Raga mengamati ruang kamar yang ia tempati sekarang, hingga akhirnya dia memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di pembaringan. Aroma Aruni tercium. Sial. Pelan-pelan kesadaran Raga menghilang. Ia tertidur.

🌅

Pukul 4 dini hari, Aleksa dan Nia yang tidurnya berdekatan dengan Aruni dikejutkan oleh perempuan itu yang tidak nyaman tidurnya. Aleksa langsung bangkit dari baringnya dan melihat keadaan Arunika. Perempuan itu sepertinya kesakitan, dan Aleksa meyakini, bahwa Aruni kembali diserang oleh penyakitnya. Cepat-cepat Aleksa memberi tahu yang lain.

Mereka berdiskusi sejenak mengenai keadaan Aruni yang semakin parah. Hendra menyarankan agar mereka segera balik saat itu juga. Mereka menyetujui. Dio ditemani Bima pun segera bergegas untuk mengambil mobil mereka dengan menggunakan motor pamannya Bima.

15 menit sebelum jam 5 mereka berangkat dari rumah neneknya Bima menuju rumah sakit yang Aruni sebutkan namanya -- rumah sakit tempat dokter yang menanganinya bekerja. Aruni sadar, lari ke rumah sakit itu sama saja memperlihatkan dirinya pada orang tua angkatnya. Namun, ia juga sadar di saat bersamaan, keadaannya semakin parah ia rasakan. Ia takut kalau-kalau ia tidak mempunyai kesempatan lagi, maka ia pun memberitahu agar teman-teman Raga itu membawanya ke tempat dokter Ahmad  bekerja.

Pukul 07:10 mereka tiba di rumah sakit, dokter Ahmad yang kebetulan dinas malam dan belum pulang kaget mendapati Aruni yang berada di igd. Dokter itupun langsung menghubungi keluarga Aruni yang memang sebelumnya sudah berpesan, jikalau Aruni datang padanya berobat, tolong mereka segera dihubungi. Jadinya, dokter Ahmad pun segera mengabari tanpa meminta persetujuan dari Aruni, dan dia yang tadi siap-siap untuk pulang sehabis dinas pun mengurungkan niatnya guna menangani pasiennya yang telah lama hilang itu.

Teman-teman Raga baru pulang saat orang tua Aruni tiba di rumah sakit. Mereka pamit setelah menceritakan secara singkat perjalanan mereka hingga mendapati Aruni yang diserang penyakitnya, tentu bagian Raga yang diduga sebagai sedikit pemicunya tidak diceritakan oleh mereka.

Setelah mendengar cerita teman-teman Raga, orang tua Aruni pun segera menemui Aruni yang sudah dipindahkan di ruang icu dengan berbagai peralatan yang menempel di tubuhnya.

Aruni dengan muka pucat tersenyum pada orang tua angkatnya saat keduanya mendekati Aruni. "Maaf," ucapnya terbata di balik alat bantu pernapasannya.

Ibunya menggeleng dan menggenggam jari Aruni, sementara ayahnya berada di sisi sebelah mengusap-usap bahu putrinya yang pada kenyataan bukan putri kandungnya. "Kamu gak salah, Sayang, maafin kami yah?" Ucapnya.

Hanya 3 menit mereka berada di ruangan itu, kemudian mereka keluar untuk menemui dokter Ahmad. Dokter Ahmad menjelaskan keadaan Aruni yang semakin buruk, hal tersebut dikarenakan Aruni yang terlambat cek kesehatannya, dan tidak rutin mengonsumsi obatnya. Dokter Ahmad mengatakan agar Aruni sebaiknya segera dioprasi untuk transplantasi jantung, mengingat juga donor jantungnya sudah ada ditemukan saat Aruni menghilang -- saat Aruni menghilang, di saat itu orang tuanya di samping mencari keberadaan perempuan itu, ia juga mencari donor jantung bagi putrinya, agar setelah Aruni ditemukan, oprasi bisa langsung dilakukan. Itulah mungkin kenapa Aruni tidak mudah ditemukan, karena fokus orang tuanya mencari terbagi.

Namun, dengan keputusan yang dibuat untuk Aruni segera transplantasi jantung dengan donor yang sudah siap, maka sebuah konsekuensi juga telah siap untuk diterima orang tuanya, begitupula dengan Aruni, dan segala konsekuensi itu pun segera disampaikan kepada Aruni beserta sebab akibat konsekuensi itu ada nantinya. Aruni mengikuti yang baiknya saja -- keputusan orang tua angkatnya.

Pukul 1 siang, Aruni pun diberangkatkan ke Sydney untuk segera dilakukan transplantasi jantung. Semoga berhasil.

🌅

Tanpa perencanaan, aku pergi, pergi dari rumah yang ternyata membuatku betah.

_Arunika

🌅🌅🌅

ARUNIKA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang