Arunika 16

102 10 3
                                    

Ternyata kampung Bi Irni lumayan jauh, mereka harus menempuh perjalanan kurang lebih dua jam setelah keluar dari batas kota, baru mereka bisa melihat perkampungan. Rumah-rumah sederhana menyambut mereka dengan halaman yang asri, belum tercemar dengan polusi udara  di mana-mana. Raga memarkir mobilnya di depan bangunan sekolah dasar yang sederhana, tidak seperti bangunan-bangunan sekolah di kota biasanya yang bertingkat dengan lapangan tembok.

"Sekolahnya kekurangan tenaga pendidik," ucap Raga mematikan mesin mobilnya. "Turun yuk." Laki-laki itu turun dari mobil, kemudian mengambil dua kardus di pintu belakang yang tadi dibawanya dari rumah. Aruni ikut turun dan mengambil kantongan cemilan yang juga berada di belakang. Ia baru paham, kenapa tadi Raga membeli begitu banyak makanan-makanan di minimarket waktu mampir, ternyata mereka hendak mengunjungi sekolahan di sebuah desa.

"Yuk." Raga melangkah memasuki gerbang sekolah yang terbuat dari bambu diikuti Aruni di belakangnya. Mereka melintasi lapangan yang berwarna hijau akibat rerumputan, terlihat di lorong-lorong kelas, anak-anak berseragam merah putih menatap mereka dengan tatapan malu-malu sambil berbisik-bisik. Sementara di sebagian pintu kelas, terlihat beberapa guru yang mengajar berdiri menatap mereka.

Langkah Raga terhenti di depan ruangan yang pintunya terdapat ukiran 'kantor' bersamaan seseorang yang menyambut mereka. "Nak Raga." Senyum merekah di wajah laki-laki berkumis itu.

"Assalamu'alaikum, Pak," ucap Raga sambil meraih tangan laki-laki itu untuk berjabat tangan.

"Wa'alaikummussalam." Laki-laki berkumis itu melihat Aruni dan menangkup tangannya. Aruni langsung menangkup tangannya pula disertai senyuman. "Teman-teman kamu tidak ikut, Nak?" Tanya laki-laki itu pada Raga.

"Saya cuma ajak dia, Pak." Raga menunjuk Aruni. "Kenalin, namanya Arunika."

Aruni menangguk sopan. "Nama saya Pak Faizal, kepala sekolah di sini." Laki-laki berkumis itu memperkenalkan diri. "Mari masuk." Ia pun mempersilakan Raga dan Aruni memasuki ruangan.

Aruni mengedarkan pandangannya pada ruangan yang sederhana untuk ukuran kantor sekolah. Terdapat dua meja panjang yang diatur membentuk huruf L dan satu meja persegi di tengah meja berbentuk huruf L itu. Foto presiden dan wakilnya terpasang di dinding yang usang, serta gambar burung garuda di tengahnya.

"Silakan duduk." Pak Faizal mempersilakan mereka duduk di meja panjang.

Raga meletakkan dua kardus yang dibawanya tadi di atas meja. "Ini, Pak, ada beberapa buku yang teman-teman bantu donasikan untuk sekolah ini. Dan ini ada sedikit makanan untuk guru-guru." Raga mengambil alih satu kantongan yang dibawa Aruni, yang isinya kebanyakan roti dan biskuit.

"Ah terima kasih banyak, Nak Raga, dan Nak_" Pak Faizal sepertinya lupa nama Aruni.

"Arunika, Pak, panggil Aruni aja." Aruni melanjutkan kalimat kepala sekolah itu dengan senyumannya.

"Yah yah, beginilah, saya sering lupa, apalagi namanya nama yang agak susah disebut." Pak Faizal terkekeh-kekeh, sepertinya ia kepala sekolah yang baik. "Bagaimana, Nak Raga mau mengajar?" Pak Faizal menanyakan kebiasaan Raga apabila berkunjung bersama teman-temannya -- membantu guru-guru mengajar kelas yang tidak ada guru penanggung jawabnya.

Raga melirik Aruni yang masih belum terlalu paham pembicaraan mereka, tapi gadis itu sepertinya tengah menebak-nebak peran Raga di sini. "Hmmm sepertinya gak sempat, Pak, gak sempat satu materi nanti hehehe." Raga terlihat sangat akrab dengan kepala sekolah itu.

Pak Faizal melihat jam di pergelangan tangannya. "Iya, tidak sempat, sudah mau jam pulang ternyata."

"Pulangnya habis zuhur kan, Pak?"

"Iya, seperti biasa." Pak Faizal mengangguk.

"Ya udah, ntar habis mereka salat, kami mau ajak mereka main-main sebentar, Pak," ujar Raga mengemukakan maksudnya.

ARUNIKA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang