Arunika 12

108 10 1
                                    

Raga melirik Aruni yang duduk di sampingnya. Kini mereka sudah berada di mobil -- jalan pulang. "Lo menjalankan peran dengan sangat bagus, Runi," kata laki-laki itu membuat Aruni menoleh padanya dengan senyuman. "Gue harap misi lo berhasil, membuat Dara cemburu."

Raga terdiam, ia tidak yakin Dara cemburu atas kedatangannya bersama dengan Aruni -- meski Aruni bermain dengan sangat bagus -- mengingat kedekatan cewek itu tadi dengan Wisnu. Namun, Raga berusaha menyembunyikan ketidakyakinannya itu pada Aruni. Ia tidak ingin Aruni merasa bersalah, karena tidak berhasil membuat Dara cemburu padanya, maka ia pun tersenyum merespon ucapan Aruni barusan.

"Menurut lo, Dara gimana?" Tanya Raga ingin mengetahui pandangan Aruni tentang perempuan yang menghuni hatinya itu.

"Hmmm Dara? Menurut gue dia cantik, pantas sih lo jatuh cinta sama dia."

Raga tersenyum miris mendengar tanggapan Aruni. "Ada kemungkinan gak sih dia bakal jatuh cinta juga sama gue?"

Aruni tampak berpikir sebelum menjawab, "Kata orang, cinta itu ada, karena seringnya bareng, Ga, dan lo sama Dara sering bareng kan? Jadi, kemungkinan besar sih Dara bakal jatuh cinta sama lo." Gadis itu tersenyum tulus pada Raga.

"Cinta ada karena seringnya bareng?" Raga kembali melirik sekilas ke arah Aruni. "Kalo gitu, peluangnya juga ada sama kita dong, karena sering bareng." Laki-laki itu tersenyum jahil pada Aruni.

Mendengar ucapan Raga membuat muka Aruni bersemu, untung saja penerangan dalam mobil sangat minim, dan laki-laki di sampingnya itu juga tengah fokus pada jalan di depan sana, jadi ia tidak melihat Aruni yang tertunduk malu mengatur degup jantungnya.

"Bercanda, Arunika," kata Raga dengan kekehannya.

Aruni mendengus sebagai responnya, lalu ia teringat sesuatu saat mendengar Raga memanggil nama lengkapnya. "Oh iya, Ga, nama lengkap lo beneran Raga Sandyakala?" Ia teringat ucapan Dion tadi yang menyebutkan nama lengkap Raga.

Raga dengan wajah normalnya kembali menoleh sekilas dan mengangguk pada Aruni. "Iya. Mirip yah nama kita, sama-sama unsur matahari, bedanya lo terbit, gue tenggelam," ujar Raga.

"Sandyakala, cahaya merah di waktu senja." Aruni melirik laki-laki yang berada di dekatnya itu.

"Arunika, cahaya matahari pagi. Gak ketemu sih kita, Runi, lo menuju terang, gue menuju gelap." Raga membelokkan stir mobilnya ke sebuah rumah makan.

Aruni hendak mengomentari ucapan Raga barusan tentang arti nama mereka yang katanya tidak ketemu. Namun, ia lebih memilih bertanya perihal cowok itu yang memarkir mobilnya di depan rumah makan. "Kita kok gak langsung pulang?"

"Gue masih lapar, Runi, tadi makannya di pesta dikit doang," keluh Raga sambil membuka sabuk pengamannya.

Aruni mengedarkan pandangannya di luar mobil. Rumah makan yang mereka singgahi merupakan rumah makan yang sering ia kunjungi dulu bersama seseorang. "Kalo ada yang kenal gue gimana, Ga?" Gumam Aruni belum membuka sabuk pengamannya.

Raga yang hendak membuka pintu mobil menoleh saat mendengar gumaman Aruni. "Nggak ada. Tuh tadi juga di pesta gak ada yang kenal lo kan?" Laki-laki itu menaikkan keningnya pada Aruni.

Aruni akhirnya menghembuskan napasnya dan mengangguk. Ia kemudian melepas sabuk pengamannya dan ikut turun dari mobil bersama Raga yang sudah mendahuluinya.

Kini mereka duduk di meja lesehan yang berada di dekat jendela dengan makanan yang sudah tersaji di depannya. "Lo tau nggak, Ga, kenapa gue dinamain Arunika?" Tanya Aruni sambil mengaduk-aduk makanannya yang baru datang.

Raga yang sedang melakukan hal yang sama di depannya mendongakkan kepala. "Kenapa?"

Aruni tersenyum sesaat kemudian menyuap makanannya, lalu menjawab, "karena bagi orang tua yang adopsi gue, gue ibarat cahaya matahari pagi buat mereka." Ia melirik Raga yang ternyata menyimak ucapannya. "Mereka gak bisa punya anak, jadi mereka adopsi anak di panti asuhan, dan anak itu adalah gue."

ARUNIKA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang