Untuk kedua kalinya, Aruni membuatkan kopi untuk Raga. Pukul 5 sore, Raga tiba di rumah. Saat Raga melewati ruang tamu, Aruni muncul di balik pintu kamarnya. Dengan sedikit menekan gengsinya, Raga minta tolong pada Aruni untuk dibuatkan kopi, dengan embel-embel, "Gue gak mau yah ini bentuk utang budi gue ke ello. Lo sendiri kan yang bilang kemarin, kalo lo buatin gue kopi itu sedikit bentuk terima kasih lo ke gue, karena udah numpangin lo di rumah gue?"
Aruni hanya tersenyum menanggapi sambil mengangguk. Ia membuatkan Raga kopi seperti kemarin, dan mengantarkannya di ruang keluarga, di mana Raga sedang menyandarkan tubuhnya di sofa. "Thanks," kata laki-laki itu saat Aruni meletakkan secangkir kopi di depannya.
"Sama-sama," sahut Aruni tanpa melepaskan senyumnya. Ia hendak melangkah kembali ke dapur, saat Raga memanggil.
"Nama lo Arunika?" Tanya Raga.
Aruni mengangguk mengiyakan, tanpa perlu bersuara.
"Cahaya matahari pagi?" Kening Raga terangkat.
"Yah, gitu deh." Aruni mengedikkan bahunya.
Raga menyesap kopinya, lalu berujar, "Oh iya, Arunika, ntar malam teman-teman gue mau datang. Lo jangan keluar kamar sebelum mereka pada balik, gue gak mau mereka tau kalo di rumah gue ada cewek. Jadi, makan malam lo, lo makan sekarang, atau lo bawa ke kamar, lo makan ntar malam," jelasnya.
"Gue ngerti." Aruni mengangguk paham. "Dan kalo boleh, panggil gue Aruni aja, atau Uni, Arunika ribet banget kedengarannya, hehehe." Aruni terkekeh kecil, lalu meninggalkan Raga yang hanya mengerutkan alis atas sikap gadis itu barusan, selanjutnya ia mengedikkan bahu, dan menyesap kopinya. Tanpa disangkanya dan tanpa disadari, kopi buatan Aruni sepertinya sudah membuatnya candu. Hanya butuh dua cangkir.
🌅
Malamnya, pukul 9. Aruni membuka pintu kamarnya saat seseorang mengetok-ngetok dari luar. Keningnya berkerut saat melihat siapa yang ada di balik pintu. Raga. Laki-laki itu berdiri menjulang di depan Aruni. "Ada apa?" Tanya Aruni.
"Temen-temen gue gak jadi datang, kalo mau keluar kamar, bebas," ujar Raga.
Aruni mengintip di balik punggung Raga, benar tidak ada siapa-siapa. Ia pun mengangguk. "Iya, terima kasih loh infonya. Padahal gue udah mau tidur."
"Lo bisa buatin kopi dulu buat gue?" Raga menggaruk tengkuknya. Ia sebenarnya enggan meminta Aruni membuatkannya kopi, tapi sungguh ia benar-benar butuh asupan kafein saat ini, sementara buatan kopi Bi Irni sepertinya bukan pilihan lagi buatnya saat di rumah, setelah dua kali meminum buatan kopi Aruni.
"Kan udah tadi sore?" Aruni menatap Raga dengan kepala sedikit dimiringkan.
"Gue mau lagi," jawab Raga kesal. "Atau buat kopi dua kali sehari buat lo kelebihan bentuk terima kasihnya?"
Cepat-cepat Aruni menyahut, "nggak-nggak, Ga. Iya-iya, bentar gue buatin." Aruni langsung melewati tubuh Raga yang sedikit menghalangi pintu. Raga tersenyum tipis melihatnya. Sempat ia tangkap wajah cemberut gadis itu tadi, dan sepertinya Raga senang melihatnya.
Di dapur Bi Irni sedang mencuci piring. Ia melirik Aruni yang tengah menyendok kopi ke dalam cangkir. "Wah, Mbak Aruni suka ngopi juga yah malam-malam?"
"Buat Raga, Bi," sahut Aruni datar. Ia sedikit kesal dengan Raga tadi, yang mengungkit-ungkit soal bentuk terima kasihnya. Iya, memang Aruni sendiri yang bilang kemarin. Namun, mendengar dari mulut Raga yang terus-terus mengingatkannya, rasanya Aruni tidak enak, karena buatin kopi dengan menggunakan kopi dan gula laki-laki itu tidaklah ada bandingannya dengan ia tinggal di rumah laki-laki itu dan makan seenaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA (SELESAI)
Teen FictionHanya kisah sederhana yang lahir dari imajinasi anak manusia. Tidak menjanjikan manfaat, tapi mengharapkan keluasan hati dari yang membacanya, agar dapat memetik satu makna saja di sepanjang alur cerita. Mohon maaf jika tokoh-tokohnya tidak terlalu...