Raga berdecak tidak suka mendengar laporan Kevin yang mengatakan, bahwa ia baru saja mengajak Aruni untuk ikut mendaki. "Gue kan udah bilang, dia gak usah diajak."
"Kenapa sih lo ngelarang banget?" Balas Aleksa.
"Gue gak yakin dia bisa," jawab Raga malas.
"Yaelah, kita semua gak bisa kali awalnya, tapi lo tau definisi mencoba kan, Raga Sandyakala?" Balas Aleksa lagi.
"Tapi Aruni itu gak kayak kita," ketus Raga.
"Lah? Kok gak kayak kita lo bilang? Aruni punya dua kaki, dua mata, dua tangan, sama kok sama kita." Siapapun, ingatkan Aleksa, bahwa kalimatnya barusan bisa membuat emosi Raga naik.
"Lo gak tau dia." Benar saja. Suara Raga meninggi akibat kalimat Aleksa tadi.
"Iya deh, yang paling tau Aruni." Untung saja yang Raga bentak adalah Aleksa, yang sudah kebal dengan suara tinggi cowok itu.
Hendra yang mengurus kucingnya pun ikut nimbrung. "Lo kalo khawatirin Aruni ikut aja kali bareng kita mendaki."
"Nah, bener tuh kata Hendra." Dion yang sedari tadi sibuk dengan gamenya juga ikutan Nimbrung. "Daripada niat lo nemenin Dara di sini, tapi justru kepikiran Aruni terus yang mendaki bareng kita? Kan repot kalo gitu."
Kevin yang menjadi sumber emosi Raga membenarkan ucapan Dion. "Bener banget kata Dion, mending lo ikut aja, lo bisa mastiin Aruni baik-baik aja."
"Dasar lo pada, gak ada yang mau dibilangin." Raga mendengus marah sambil berdiri dari duduknya. Tanpa mengatakan apapun ia meninggalkan teman-temannya.
"Napa sih tuh anak?" Tanya Hendra.
Dion terkekeh sambil mengedikkan bahunya. Sementara Kevin yang sedang mencoba memasang tenda yang baru diambil tadi menyahut dengan tawanya. "Gitu tuh gambaran orang yang khawatir sama seseorang yang bukan siapa-siapa."
"Sial lo hahaha." Aleksa melemparnya bekas tissu. "Kirain gambaran orang yang dilema antara dua pilihan."
"Eh eh, jangan ninggalin sesuatu kecuali jejak, Bu."
"Yah, ntar gue bersiin. Orang hari ini emang piket gue."
🌅
Pukul 10 malam, Raga kembali ke sekretnya. Di sana masih ada Dion, Aleksa, dan Hendra, dan satu lagi anak baru. Namun, Dion, Aleksa dan anak baru itu berada di dalam sekret, yang di luar hanya ada Hendra.
"Dari mana aja lo?" Tanya Hendra pada Raga.
Raga tidka menyahut. "Kirain lo gak bakal balik ke sini, karena ngambek gara-gara Kevin ajak Aruni mendaki," lanjut Hendra tanpa menoleh. Laki-laki itu sibuk dengan kucingnya.
Raga menatap malas pada Hendra, ia lalu memantik api di ujung rokoknya.
"Sejak kapan lo mulai lagi ngonsumsi nikotin itu?" Hendra berjalan mendekati Raga dengan membawa kucingnya dalam gendongan.
Raga masih enggan menjawab saat Hendra duduk di seberangnya sambil memangku kucingnya.
"Gue penasaran deh, yang buat lo mendadak bisu begini nikotin yang lo isap? Atau Dara? Atau mungkin Aruni?" Hendra masih mengamati Raga yang terlihat sangat menikmati setiap isapan rokoknya.
"Lo benar-benar aneh." Hendra melepaskan kucingnya dalam pangkuan. "Efek jatuh cinta sih."
Raga meliriknya sambil mengepulkan asap rokoknya. "Gue gak bisa biarin Aruni ikut kalian."

KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA (SELESAI)
Teen FictionHanya kisah sederhana yang lahir dari imajinasi anak manusia. Tidak menjanjikan manfaat, tapi mengharapkan keluasan hati dari yang membacanya, agar dapat memetik satu makna saja di sepanjang alur cerita. Mohon maaf jika tokoh-tokohnya tidak terlalu...