Hari itu, hari Jumat sekitar pukul 12 malam, Zee sedang mengandarai motornya dari Kuningan menuju ke Menteng, maklum rumahnya di Matraman. Zee adalah seorang ojek online, sebenarnya sambilan sih, habisnya, Zee bukan dari keluarga yang cukup mampu.
Hari itu Jakarta hujan, membuat lampu gedung pencakar langit berpendar seakan ditutupi kabut tipis. Zee sangat suka melihatnya, menurutnya melihat lampu gedung Jakarta adalah sebuah pelepas penat, kenapa? Karena cita-cita Zee satu, kerja di gedung itu terus jadi orang kaya.
Zee mengendarai motornya pelan, hanya 20km/jam. Sampai dia melewati fly over yang bawahnya rel kereta menuju stasiun sudirman, yang kalau belok kiri ke Taman Lawang. Zee melihat cewek aneh sendirian sedang membakar rokok, pikirnya cewek itu mungkin ingin lompat, maklum Zee anaknya suka overthinking. Jadilah dia berhenti, mulai mengeluarkan satu batang rokok Sampoerna Mild yang dibeliin temen satu tongkrongannya tadi. Kemudian duduk agak lumayan jauh dari cewek itu. Zee lupa, dia ngga bawa korek, jadinya dia mulai berjalan mendekati cewek itu kemudian bilang, "Mba, boleh pinjem koreknya ga?" Cewek itu hanya menunduk dan memberi Zee sebuah korek. Setelah membakar rokoknya, Zee balikin koreknya ke cewek itu terus bilang, "Mba, saya duduk di samping mbak ya?" Cewek itu hanya berdehem sebagai tanda persetujuan
Zee hanya diam saja deket cewek aneh itu, menghisap rokoknya sambil mikir, kenapa hidup kayak gini? Jakarta sangat keras, perputaran uang cepat, alias gampang nyari duit tapi gampang juga habisinnya. Setelah hisapannya yang kedua, Zee kaget. Dia mulai mendengar isakan dari sampingnya. Zee diam, takut, merutuki kebodohannya kenapa dia malah berhenti buat nemenin mbak-mbak aneh di sampingnya.
"Mbak?" tanya Zee sambil nengok ke arah cewek aneh tersebut.
Cewek itu mulai mengangkat pandangannya. Wow, sumpah itu muka paling unyu yang pernah Zee lihat selama hidup, hidungnya merah karena habis nangis dan bibirnya tebal. Cewek itu menatap Zee kaget sekaligus kagum, maklum walaupun ojol begini, Zee tetap ganteng kok, bedanya rada dekil aja kena polusi Jakarta. Rambut Mullet yang ngga panjang-panjang amat itu mengagetkan cewek aneh di sampingnya.
Kemudian tanpa bergeming sedikit pun oleh panggilan zee. cewek itu malah berdiri, berjalan ke arah sisi jembatan. Zee pun mengikutinya karena takut cewek itu ngelakuin hal aneh. sambil melihat gedung, zee pun berbicara, "Ini tissue, buat kamu, lap dulu air matanya." cewek itu pun menerima tissue pemberian Zee seraya menghapus jejak-jejak maskara yang luntur dari muka indahnya.
"Kamu kenapa nangis?" tanya Zee sambil berdiri di samping cewek itu, menghadap ke arah gedung di Jalan Sudirman.
"Ngga perlu tau, kamu cuman orang asing." Ketus cewek itu singkat tanpa sedikit pun menoleh.
Zee kaget bukan main dengerinnya. Habisnya, dia baru kali ini diketusin cewek. Jadi Zee hanya bisa lihat wajah sampingnya.
"Jakarta keras, ya?" cewek itu tiba-tiba melemparkan pertanyaan retoris yang sebenarnya semua orang juga tahu.
"Ngga juga, Jakarta hanya keras untuk kita yang susah." Jelas Zee.
Cewek itu menoleh sangsi, seakan ngga setuju tentang omongan Zee.
"Kalau kamu orang kaya. Semua bisa dilakuin di Jakarta." tambah Zee, "Dan kamu juga harus tau kalau semua orang mengadu nasib di Jakarta. Jadinya kompetisi di sini berat, semua orang harus bermuka dua demi makan walaupun sebenernya ngga boleh sih." kata Zee sambil membuang puntung rokok yang sudah habis.
"Jadi, nona aneh, kenapa kamu nangis di jalanan?" Zee membalas tatapan wanita itu.
"Aku habis diselingkuhin, terus tadi dapet kabar kalo aku di-PHK." jawab cewek itu.
Zee kaget, orang mana yang berani ninggalin cewek secantik dia. Masalahnya, meskipun kelihatan bandel Zee tau kalau cewek itu adalah cewek yang baik.
"Maaf ya, bukannya bermaksud menasehati, tapi semua orang punya jalannya masing-masing. percaya deh, apa yang kamu lalui hari ini pasti ada akibatnya buat besok hari."
"Terus? Solusi kamu ga berguna buat aku, aku sendirian di kota besar ini." bener sih, Zee ngomonngnya udah ngga jelas, kayaknya anaknya ngantuk.
"Perantau? Aku sebagai orang asli aja punya ketakutan sama dengan kamu." ucap Zee sambil menatap ke gedung di seberang.
"Takut apa?" jawab cewek itu sambil mengikuti arah pandang Zee
"Takut ngga bisa survive, terlalu keras."
"Oh." singkatnya.
"Jadi, namamu siapa?" tanya Zee penasaran.
"Adzana Shaliha."
"Bagus."
"Apanya?"
"Namanya."
"Dipanggilnya?"
"Ashel."
"Tau ngga, orang dongo doang yang bilang anak Jakarta lembek. Kami sebenarnya lebih tau cara hidup dalam kekurangan." ucap Zee.
Cewek itu pun senyum denger penuturan Zee.
"Wadaw." teriak Zee dalam hati, "senyumnya indah banget."
Akhirnya, dalam kegelapan malam Jakarta, Zee berbicara dengan seorang wanita yang bernama Adzana Shaliha.
"Kamu nggak capek apa?" tanya cewek tersebut, sambil menatap mata Zee.
Zee gugup ditatap seperti itu. Hatinya nggak kuat melihat mata indah tersebut.
"Ii--yaa, gue capek." jawab Zee sambil terbata-bata.
"Yaudah gue balik dulu ya," lanjut Zee sambil mulai jalan ke motor.
"HEII, KAMU!!" teriak Ashel ke Zee
"Apa?" toleh Zee, memasang muka tanda tanya.
"Ada tissue ga?" cewek itu berjalan mendekati Zee.
"Ada, ini." Azizi mendekat, memberi tissue yang diminta.
Ashel membawa tissuenya, menuliskan sesuatu.
"Itu, nomerku, dijaga, ya. Senang bisa berkenalan denganmu. Siapa namamu? " Ucap Ashel sambil tersenyum sumringah.
"Azizi. Azizi asadel." jawab Zee.
"Senang bertemu denganmu, Azizi Asadel."
Zee tersenyum lebar, penatnya hilang. Di bawah temaram Jakarta, dia bersinar terang. Di bawah cahaya kota, dia lebih bersinar.
Adzana Shaliha, itu namanya. Orang yang Zee cari selama ini.
***
Selesai
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Pendek
FanfictionKadang-kadang Zeeshel. Kadang-kadang juga kapal ghaib. Selamat datang!