🌄 Happy Reading 🌄
Suasana syuting itu terganggu oleh gerimis yang turun secara tidak terduga. Membubarkan kru dan para aktor yang sedang berperan di dekat kanal yang memanjang. Beberapa orang berlindung di bawah pohon yang tumbuh di tepian jalan. Beberapa lain menjadikan atap bangunan sebagai tempat melindungi diri dari rintik hujan.
“Semuanya beristirahat selama sepuluh menit!”
Teriakan gusar keluar dari satu sosok yang duduk di depan satu layar yang awalnya memperlihatkan adegan film. Dia setengah menggerutu karena cuaca yang menghambat jalannya syuting. Dirinya sendiri terlindung dibawah satu gazebo yang didirikan.
Sosok pria yang berseru itu kini menghempaskan punggung pada sandaran kursi yang ia duduki. Melepas topi koboi yang ia gunakan sebelumnya, mengekspos satu wajah dan tampilan yang mempesona. Selain tampan, wajah itu sangat manis. Bahkan bisa dibilang cantik.
Potongan rambut yang sedikit menjuntai di belakang tengkuk. Model rambut basic undercut, belahan samping dengan poni dibentuk spiky. Penggunaan pomade membentuk sisi kanan rambut jatuh menutup kening. Garis bibir tipis dan tegas namun begitu manis dengan satu titik hitam di sudut bawah. Sepasang matanya yang indah dan jernih bermanik cokelat tua kini menatap penuh kedengkian pada rintik hujan.
“Buat apa kau memelototi hujan yang tidak bersalah? Namanya juga kejadian alam. Mana bisa kita mengatur cuaca semaunya.”
Satu suara di sisinya membuat mata bening itu beralih pada sumber suara. Delikannya kini tertuju pada satu pria lain yang ikut duduk di kursi lipat sebelahnya.
“Prakiraan cuaca menyebutkan bahwa hari ini akan cerah. Tentu saja aku merasa kecolongan,” nadanya masih sedikit dongkol meskipun tidak mengurangi merdu suara yang keluar.
Pria yang kena imbas dari omelan tersebut hanya memutar bola mata. Bibirnya yang tipis bergaris sinis kembali membantah seiring tangannya yang menyodorkan satu gelas botol minum.
“Mau mengomel seperti apapun percuma. Hujan tetap turun. Lagipula namanya prakiraan bukan berarti benar-benar tepat sesuai perkiraan manusia. Kenapa kau ini masih juga tidak berubah, Sean.”
Decakan samar keluar dari sela bibir pria berwajah manis tersebut. Ia menerima sodoran minum, membuka tutupnya dan langsung menyegarkan tenggorokan. Sekilas ia menatap ke arah langit. Langit itu kehilangan warna birunya nan cerah, semuanya tertutup lapisan awan kelabu.
“Aku harap sore ini kembali cerah,” suaranya penuh permohonan.
“Tenang saja. Kelihatannya hujan ini tidak akan lama. Sesekali kadang langit menurunkan kesejukannya bagi umat manusia.”
“Bicaramu sok bijaksana, Marius,” pria manis bernama Sean itu sedikit mengangkat sudut bibir.
“Kalau kau tidak bersamaku, kau akan kelimpungan sendiri. Tapi disaat aku disini kau selalu meledekku. Kadang kau sangat menyebalkan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕿𝖍𝖊 𝕭𝖊𝖆𝖚𝖙𝖞 𝖔𝖋 𝕿𝖜𝖎𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙 [𝕰𝖓𝖉] (Dibukukan)
RomanceTidak selamanya keindahan yang terlihat menunjukkan kedamaian. Terkadang, tersembunyi sesuatu hal yang tidak pernah terduga dibalik satu keindahan. Sebagai seorang penulis yang kadang langsung terjun untuk menjadikan tulisannya menjadi satu film, Wa...