Twilight_vingt-et-un

355 73 10
                                    

🌄 Happy Reading 🌄

Terbangun pada jam 9

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terbangun pada jam 9.00 AM, perasaan Sean sedikit tenang. Sambil mengerjapkan mata, ia menoleh pada jendela yang terbuka, merasakan belaian angin hangat pagi hari berhembus masuk. Namun ia tidak melihat Yibo. Beranjak turun dari tempat tidur, ia melangkah ke kamar mandi. Saat itulah ia menyadari cincin yang melingkar di jarinya. Mata indahnya berbinar menatap cincin bermata biru keunguan. Senyumnya terukir manis sekaligus terharu.

Ia bergegas keluar dan berpakaian, hendak menyusul Yibo yang ia duga sudah menunggunya untuk sarapan. Namun belum sempat langkahnya mendekati pintu, pemuda itu muncul dari balik pintu yang dibuka dari luar. Senyum sang kekasih yang secerah matahari pagi membuat hatinya berbunga-bunga.

Sean melangkah mendekat dan menghambur ke dalam pelukan Yibo.

“Aku mencintaimu,” suaranya berbisik mesra. Melingkarkan tangannya erat-erat. Merasakan keberuntungan bertemu dan mengenal pemuda yang membuatnya tergila-gila.

Senyum di bibir Yibo merekah bahagia. Tubuh ramping itu ia peluk dengan penuh kasih sayang.

“Aku pun mencintaimu,” kecupan lembut mampir di pipi halus Sean.

Melepaskan lingkaran tangannya, kini Sean mengangkat tangan kiri yang terdapat cincin silver di jari manisnya. Kilau matanya tak bisa ditutupi, begitu ceria dan bahagia.

“Kapan kau membelinya? Kau memasangnya disaat aku tidur,” senyumannya menghias bibir.

“Rahasia,” Yibo mengedipkan mata. Ia memegangi jari halus dan lentik milik Sean, mengecup tepat di bagian cincin.

“Kau juga memakainya?” Sean menarik tangan kiri Yibo.

“Hmm, ini sepasang.”

Pemuda manis itu mengusap jemari Yibo, terlihat sangat bagus dengan cincin yang berkilau.

“Kau menggunakan batu permata Tanzanite. Sangat bagus. Aku menyukainya,” ia bergumam.

“Kau tahu artinya?”

“Yah, menurut beberapa orang. Tapi aku juga tidak terlalu yakin. Apakah itu tidak terlalu berlebihan? Apa kau takut – “

Sean tidak meneruskan perkataannya. Hanya terus memandangi cincin yang melingkar di jari mereka.

“Aku hanya ingin melindungimu. Bukan aku berpikir buruk tapi tidak ada salahnya berjaga-jaga,” suara Yibo sedikit lirih.

Ia tidak mengatakan bahwa dirinya sempat menemui paman Abel dan asisten mendiang ayahnya itu sempat membawa cincin tersebut. Paman Abel hanya bilang untuk mensucikan barang itu. Ia tidak peduli apakah paman Abel menemui teman cenayangnya atau pendeta, pada intinya, ia tidak keberatan menjadikan cincin itu lebih suci untuk diberikan pada kekasihnya.

“Aku mengerti,” balas Sean.

Memahami perasaan Sean, tangan Yibo terulur membelai wajah.

“Aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu. Aku tidak ingin kehilanganmu.”

𝕿𝖍𝖊 𝕭𝖊𝖆𝖚𝖙𝖞 𝖔𝖋 𝕿𝖜𝖎𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙 [𝕰𝖓𝖉] (Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang