🌄 Happy Reading 🌄
Pagi itu Yibo terbangun dalam keadaan kacau. Langsung terduduk diiringi seruan memanggil nama Xiao Zhan. Wajahnya basah oleh airmata. Dadanya naik turun sementara keringat dingin bermunculan di leher dan kening. Ia menoleh ke arah jendela yang tertutup tirai putih. Sinar mentari pagi berusaha menembus ketebalan tirai hingga menghasilkan atmosfir hangat di ruangan.
Yibo masih mengatur nafas, mengusap pipinya yang dibasahi airmata. Lantas mengeringkan keringat di kening dan leher. Mata hitamnya menyapu keseluruhan ruang kamar, merasa bersyukur bahwa ketakutan yang ia alami hanya sekedar mimpi.
“Syukurlah. Hanya mimpi,” ia bergumam, bersandar sejenak pada sandaran tempat tidur.
Beberapa saat memejamkan mata, Yibo merasa kerinduannya pada sang kekasih yang membuatnya terus memimpikan Xiao Zhan. Namun baru kali ini, mimpinya itu sedikit mencekam sekaligus menyakitkan. Rasa takut ketika melihat kekasihnya pergi dengan cara yang aneh begitu menusuk perasaan. Ia bahkan sampai menangis disaat bangun.
Ya Tuhan...
Apa artinya ini?
Aku harap itu hanya sekedar bunga tidur
Akhirnya Yibo beranjak bangun, mendekati jendela dan membuka tirai. Sinar pagi menyerbu masuk, membuat ia sedikit memalingkan muka diiringi kerjapan lambat. Kini sambil memicingkan mata, ia menatap alam yang terbentang di luaran sana. Bahkan ia melihat kilau terang dari riak air laut.
Membuka bingkai jendela, udara pagi bercampur aroma laut menyerbu penciuman. Sesaat ia menghirup udara pagi dalam-dalam, berusaha menyegarkan paru-paru yang terasa sesak setelah mengalami mimpi buruk.
Yah – baginya itu adalah mimpi buruk.
Dia ingin memimpikan Xiao Zhan, tapi bukan untuk mengalami hal menyakitkan seperti itu.
Tetapi adegan dalam mimpi itu sangat melekat di benaknya. Ia bahkan mengingat detail semuanya, ekspresi Xiao Zhan yang bersedih, perkataannya, ungkapan cintanya, bahkan menghilangnya tubuh sang kekasih. Sekali lagi ia merasa lega karena itu sekedar mimpi. Hari ini ia akan menemui sang kekasih di tempat biasa. Juga untuk mengajaknya pulang bersama.
“Xiao Zhan, Sean, apapun namamu, aku tidak akan pernah melepasmu,” gumamannya begitu yakin ia ucapkan. “Kemarin kau masih mengelak bahwa dirimu adalah Xiao Zhan. Tapi hari ini aku akan meyakinkan dirimu, aku akan membuatmu kembali padaku.”
Yibo mengusap wajahnya seiring helaan nafas berat yang ia hembuskan. Ia pun memutuskan untuk bersiap-siap. Sambil menunggu waktu senja, ia berniat mengunjungi lokasi syuting Xiao Zhan. Setidaknya ia bisa melihat dari kejauhan karena tidak ingin membuat keributan.
Sewaktu dirinya berdandan setelah mandi dan berpakaian, sambil menyemprotkan parfum yang menyebarkan aroma memabukkan, satu pikiran berkelebat dalam benaknya. Bibirnya tersenyum membayangkan kekasih manisnya akan menjadi miliknya seutuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕿𝖍𝖊 𝕭𝖊𝖆𝖚𝖙𝖞 𝖔𝖋 𝕿𝖜𝖎𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙 [𝕰𝖓𝖉] (Dibukukan)
RomanceTidak selamanya keindahan yang terlihat menunjukkan kedamaian. Terkadang, tersembunyi sesuatu hal yang tidak pernah terduga dibalik satu keindahan. Sebagai seorang penulis yang kadang langsung terjun untuk menjadikan tulisannya menjadi satu film, Wa...