🌄 Happy Reading 🌄
Potongan rambut pemuda itu sedikit gondrong, menjuntai beberapa inchi diatas tengkuk. Kacamata hitam membingkai wajahnya. Jarinya memutar-mutar gagang goblet berisi anggur kekuningan. Sepasang mata dibalik kacamata itu sedang terfokus pada sosok gadis di balik pembatas kaca.
Sesaat menunggu, pemuda itu beranjak bangkit, melangkah penuh percaya diri menghampiri si gadis yang sedang membaca satu majalah. Tanpa basa basi ia menempati kursi di seberang gadis yang menoleh padanya.
Gadis itu menatap dengan sorot mata bingung. Majalah di tangannya langsung ia tutup.
“Cut! Cut!”
Seruan dari balik layar televisi membuat adegan itu berhenti.
“Daisy, jangan langsung menutup majalah di tanganmu! Ekspresimu kurang pas! Ulangi!”
Kalimat itu keluar dari bibir tipis milik Sean. Wajahnya menunjukkan ketidakpuasan. Ia kembali memberi kode untuk mengulangi adegan sampai benar-benar sesuai menurut penilaiannya. Beberapa menit adegan itu berlangsung sampai selesai dan membuat Sean menghembuskan nafas lega setelah berkali-kali mengulangi adegan.
“Kita pindah ke tepi kanal!”
Ia melepas headphone yang menempel di telinga, lantas menerima botol minum yang disodorkan Marius. Saat ini mereka mengadakan syuting di satu kafe yang memperlihatkan pertemuan dua aktor utama.
“Apa kau tidak terlalu keras terhadap aktor, Sean? Aku rasa mereka sudah cukup bagus,” Marius sedikit berkomentar.
“Ini cerita drama romantis, Marius. Ekspresi aktor harus masuk ke dalam peran mereka. Terlebih disaat peran jatuh cinta. Penonton harus dibuat terbuai oleh akting mereka.”
“Memang kau tahu bagaimana rasanya jatuh cinta? Kau sendiri belum memiliki pasangan selama ini,” kerlingan menggoda terbit dari mata Marius. “Kau ini sutradara tertampan yang menyandang status jomblo forever.”
Desisan gusar menanggapi perkataan sang asisten. Sean mendelikkan matanya yang super jernih. Tanpa menanggapi, ia kembali meneguk minum dingin dari botol berupa sari lemon yang asam. Benaknya langsung membayangkan satu wajah yang selalu memenuhi pikirannya.
Marius menyunggingkan seringai miring melihat temannya terlihat gusar. Ia menggeser duduknya lebih dekat.
“Eh, aku dengar selentingan. Penulis Wang Yibo yang terkenal sedang berlibur ke kota ini. Kau tidak berminat menemuinya?” kedua alis Marius terangkat. Bibirnya membentuk senyum menggoda.
“Untuk apa aku menemuinya?” bola mata Sean berputar malas.
“Bukankah kau mengidolakan dirinya?”
“Kata siapa? Jangan asal menebak.”
“Sudahlah, Sean. Matamu tidak bisa berbohong. Setiap melihat dia di televisi atau gambarnya yang terpasang pada layar besar, matamu itu akan berkilau penuh kekaguman,” dengan puas Marius mengungkapkan prasangkanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕿𝖍𝖊 𝕭𝖊𝖆𝖚𝖙𝖞 𝖔𝖋 𝕿𝖜𝖎𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙 [𝕰𝖓𝖉] (Dibukukan)
RomanceTidak selamanya keindahan yang terlihat menunjukkan kedamaian. Terkadang, tersembunyi sesuatu hal yang tidak pernah terduga dibalik satu keindahan. Sebagai seorang penulis yang kadang langsung terjun untuk menjadikan tulisannya menjadi satu film, Wa...