1. Asmaraloka

819 41 2
                                    

Kami berada dalam satu ruang yang sama. Alam cinta kasih nan membahagiakan.

***

Secangkir coklat panas pasti akan menghangatkan tubuhnya. Aku membuatkannya, sebenarnya, sebelum ini aku sudah membuat secangkir coklat panas. Tapi itu untukku, bukan orang terkasih yang telah singgah disuatu tempat tersembunyi yang tentunya tidak semua orang bisa memasukkinya.

Aku berjalan, mendekati dia yang ternyata tengah fokus pada benda pipi kecil di genggaman tangannya.

Begitu fokus hingga ketika aku akan memanggilnya rasa bersalahlah yang aku rasakan, fokusnya itu pasti akan teralihkan kepada diriku yang tengah membawa secangkir coklat panas untuk dirinya.

"Chris?" Dengan keberanian, aku memanggilnya pelan, dia menoleh tentunya. Lalu tersenyum simpul sebagai jawaban, karna aku memanggil dirinya dengan pelan.

"Iya? Ada apa?"

Kala suaranya mengalun apik di telingaku, aku menaruh cangkir bermotif bunga-bunga jingga yang menyegarkan.

Merebut secara sepihak benda pipih yang dipegangnya lalu duduk diatas pangkuannya. Dia tentu tidak menolak atau pun marah dengan tingkahku seenaknya, mengikuti segala hal yang aku lakukan, atau aku perintahkan. Itu salah satu ciri khasnya yang aku suka.

Dia penurut, entah pada ibuku, ibunya, ayahku, dan ayahnya. Ia selalu mematuhi segala perintah serra kata mengajari yang diberikan seseorang.

Itu tentu yang membuatku begitu sayang, dan berharap segalanya tidak akan ada yang bisa mengubah sifat itu didepan diriku.

Aku begitu berharap, dan semoga itu terkabul. Tuhan tidak pernah tidur, bukan? Dan selalu mengabulkan doa hamba-hambanya, bukan?

"Dingin..." Aku mengeluh, memeluk tubuh yang lebih besar dariku ini dengan erat. Dia belum membalasnya, tapi aku yakin ia akan membalasnya nanti.

"Gunakan pakayan hangat... sekarang sudah memasuki musim hujan, sayang." Benar, tidak lama iapun membalas pelukanku, melingkarkan lengan besarnya pada pinggangku begitu erat, sembari sesekali belaian hangat ia berikan.

Dia mengecup keningku. Aku terpejam menikmati hal ini. Bukan hanya gemuruh hujan yang menggelegar dengan rinai cantik membasahi bumi, tapi hatiku ikut menggelegar bersamaan dengan derasnya hujan sore ini.

"Tidak mau." Dengan suara yang aku buat-buat memelas. Aku merengek kepadanya, menatap mata dengan manik kelam yang tulus menatapku penuh sayang.

Sungguh-sungguh, aku tidak tahu hal apa yang harus aku lakukan demi menebus segala rasa bahagia dan spesial yang Tuhan berikan padaku.

Ini menyayat, saking aku mencintainya sampai-sampai membuatku kehilangan arah, aku bertumpu segalanya kepada dirinya.

Bukankah dua manusia yang sedang jatuh cinta pasti merasa bahwa dunia milik berdua, terisolasi dari dunia. Itu begitu indah, bukan? Aku selalu mendengarnya, dan aku merasakannya. Itu benar-benar hal terindah yang aku miliki saat ini.

Rasa ini terus terjadi, serta tidak akan berkurang. Begitupun dia, bagaimana Chris yang kusayangi ini memperlakukanku, serta membelaiku begitu hangat. Itu terbukti bahwa ia pun mencintaiku dengan rasa yang tidak akan pernah berkurang ataupun memudar.

"Mengapa tidak mau?" Dia kembali bertanya. Dua lengan yang sebelumnya memeluk tubuhku untuk kali ini satu lengan lainnya berpindah mengusap surai hitam yang selalu mendapat pujian syahda dari dirinya.

Aku menikmati ini. Sempat memutus kontak mataku dengannya hanya karna aku terpejam menikmati lembut lengan itu mengusap.

"Tidak suka... adik bayi akan membuat mamanya mual lagi jika menggunakan pakayan hangat."

Dia menatapku, sempat menghela napas namun ia tersenyum kecil dan tertawa pelan. "Alasan?" Pertanyaan itu membuat ku mengerucitkan bibirku.

Lalu menatapnya nyalang seperti tidak suka dengan apa yang dia ucapkan. Dia malah terkekeh, memeluk tubuhku lebih erat, serta dia yang sengaja bergoyang kecil kekanan dan kekiri untuk membuat tubuhku bergerak.

"Terserah Sam saja." Dia tersenyum manis. Itu membuatku ikut tersenyum. "Lalu, bagaimana dengan hari mu, sayang?"

Menatapnya adalah hal yang mengasyikkan, bagaimana manik bersihnya berbinar penuh tanya terhadap diriku. Aku menyukainya terlebih mata itu yang berubah menjadi serat khawatir ketika aku tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Hari ini sangat-sangat baik, dengan penuh kasih sayang yang tentu memelukku, setiap hari ini."

Tidak ada lagi raut khawatir, aku menatapnya. Itu begitu berserat rasa kebahagiaan yang membucah. Sama seperti perasaan ku yang seolah akan meledak karna rada bahagia ini.

Senang. Aku gembira diapun juga begitu. "Bagaimana dengan, Chris? Apa pekerjaan hari ini melelahkan?"

"Pekerjaan-ku selalu melelahkan. Tapi karna kamu, itu tidak akan menjadi hal yang lelah." Itu balasannya. Aku menyukainya, sangat-sangat menyukainya.

Mungkin, semua yang ada pada diri Chris aku menyukainya dan sangat-sangat mencintainya, sampai-sampai aku merasakan rasa tergila-gila olehnya.

Dengan rasa syukur, aku mencium keningnya. Kami melupakan bahwa dunia bukan hanya ada kami berdua yang singgah di sini, serta bukan milik kami berdua.

Banyak pasang mata yang juga hidup didunia ini. Mereka selau menatapku dengan pandangan kagum yang bahagia. Bahwa aku telah hidup bersama pasanganku.

Namun bagi mereka yang tahu dan juga mencintai Chris, mereka hanya menatapku tidak suka, seperti aku mengambil hati si tampan dengan alasan sepele yang bisa membuatnya mabuk akan mencintaiku. Sedangkan mereka berusaha untuk mendapatkan hati si tampan dengan susah payah dan penuh akan usaha, tapi tetap Chris lebih memilih diriku.

Kala mendengar kejujuran dari mulutnya, bagaimana alasan simpel yang diberikan si tampan untuk mengakui bahwa ia mencintaiku. Aku yakin bahwa semakin buruk tatapan mereka terhadap diriku.

'Celah diantara kita akan dianggap sempurna, oleh hati kita yang memang ditakdirkan bersama. Kau membuatku bersinar dengan cara yang orang lain tidak akan lakukan padaku. Bagaimanapun itu, kita akan selalu melengkapi.'

Lagi pula aku tidak pernah mempermasalahkan bagaimana mereka menatapku tidak suka. Itu sudah biasa terjadi dikalangan anak muda bukan?

Aku selalu tertawa kala mengingatnya. Sepedah yang kita sewa untuk mengelilingi wisata Candi itu, adalah awal dari rasa yang semakin hari semakin tumbuh pada raga dan jiwaku, begitupun dengannya.

Dia memamerkan segala karangan ucapannya yang terinspirasi, semenjak tahu situs-situs yang memang menampilkan hal-hal semacam itu.

Dengan memegang bunga liar yang tumbuh, ia mengajakku untuk berjalan selangkah, mengulur benang merah panjang yang pasti berbelit, waktu itu.

Hingga kami berhasil meluruskannya. Membangun kisah yang lebih kokoh lagi; berusaha.

Ini akan menjadi kisah kami yang tak akan habis. Semoga Tuhan tidak memberikan timbal-balik dari rasa senang dan spesial yang kami rasakan.

Tapi, apa itu mungkin? Aku selalu memikirkan hal ini setiap malamnya. Yang sebenarnya entah apa akan terjadi ataupun tidak.

11-03-2022
PUB: 09-04-2022


Afeksi (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang