Kepalaku dipenuhi olehnya, sampai entah bagaimana aku bisa memiliki firasat seperti itu untuk hubungan kita berdua.
***
Rasanya, sepiring makanan yang ada dihadapanku ini tidak lagi menggugah selera.
Walau wanginya yang menyeruak masuk kedalam indra penciumanku, tataan dari makanan tersebut nan terlihat sangatlah mengundang selera, dengan asap mengebul yang seolah menggodaku untuk melahap habis makanan ini.
Tapi, itu semua tidak membangkitkan selera makanku selain rasa mual yang tercipta. Seperti awal dimana kehamilan.
"Kenapa tidak dimakan?" Chris bertanya kepadaku, piring berisi kari miliknya telah habis separuh. "Ada sesuatu yang tidak enak? Menganjal? Atau bahkan mual?"
Aku diam, masih berfokus memainkan sendokku untuk mengacak-ngacak kari yang telahku buat sendiri.
"Jangan seperti itu. Mau aku suapi?"
"Mual..." Aku menutup mulutku. Rasanya sesuatu akan kembali keluar dari dalam perutku jika aku tidak menutup mulut, tapi pasti itu hanya angin belakang.
"Tadi makan siang atau tidak?" Chris bertanya dengan khawatir, waktu makan malamnya harus terganggu karna diriku.
Merasa tak enak hati, tentu itu aku rasakan waktu ini. Dia yang seharusnya menikmati makan malamnya harus memasang wajah sigap serta khawatir, serta menghampiriku dan meninggalkan makan malamnya.
"Tidak... hiks_
"Kenapa? Kenapa?" Dia bersimpuh di depanku. Menatap wajahku yang mulai basah akibat air mata.
Dia khawatir, tidak diragukan lagi. Lengannya yang besar bahkan hingga bergetar akibat rasa itu mungkin tengah memecah otak ketenagannya.
"Ada apa? Katakan? Dimana yang sakit? Kita pergi kekamar, ya?" Akan tetapi jawaban menggeleng pertanda aku tidak mau adalah hal yang aku berikan padanya.
Rasa tidak enak lagi-lagi menghampiriku seutuhnya. "Chris, makan malam dulu....
"Itu gampang nanti, ayok aku gendong, ya?"
Ketika tubuhku melayang, kedua lenganku melingkar pada lehernya, dia benar-benar menggedongku layaknya pengantin.
Keringat membasuhi pelipisnya. Apa Sangking khawatirnya ia seperti itu? Aku senang karna ada yang mengkhawatirkan. Tapi perasaan tidak enak tentu lebih menyeruak di dalam benakku.
Rasanya mendebarkan. "Kenapa bisa mual? Tadi dokter berkata apa?" Ketika ia meniduriku, ia mengambil sebotol dengan isi cairan penghangat yang mengharumkan.
Dia tentu tahu bahwa ini bukan lagi masa dimana aku akan merasa mual ketika makanan apa yang telah kutelan. "Aku olesin minyak kayu putih, ya?"
Mengangguk kecil, tubuhku yang berbaring aku dudukkan sembari menyandar tenang pada kepala ranjang.
"Ini! Adeknya bikin mual lagi!" Aku mengeluh menunjuk perutku yang membucit dan sudah menunjukan kerutan kerutan hitam ketika kehamilan.
Chris mengusapnya hangat. Ini tidak seperti dimana awal kehamilan, rasa mual akan hilang ketika rasa elusan lembut dari sang ayah yang menghampiri, rasanya untuk saat ini tetap sama. Mual itu tidak menghilang. Kala lengan besar dengan tekstur sedikit kasar milik Chris menerpa kulitku, rasanya tetap sama.
"Apa yang anak kita inginkan?"
Hangat, semakin hangat kala cairan yang telah membaluri perutku mulai menerpa kulit lewat lengan hangat milik Chris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi (Chanjin)
Random'Kau yang memiliki janji pada diriku untuk menjagaku, kau seharusnya menjaga dan melindungiku, mengapa malah menghantamku dengan kuat? Menjatuhkanku hingga berakhir tenggelam dalam kegelapan?' Apapun itu, hanya dia yang ada didalam benakku. Mau baga...