Aku bahkan sakit keseluruhan. Bisa kah aku mati saja? Aku takut untuk tetap berdiri.
***
Aku tidak tahu dan yap, aku tidak bisa berkata bagaimana lagi. Aku menjawabnya secara tertulis.
Terlalu takut untuk berkata langsung atau secara lisan. Semakin hari aku semakin kacau.
Entahlah, apa jawabanku. Aku yang memberi gugatan balik beserta tangkisan atas apa yang ada didalam surat gugatan.
Kedanti tidak memiliki bukti kuat. Seperti halnya, Chris, aku akan tetap melakukannya. Masa bodo dengan apa yang aku dapatkan nantinya.
Aku hanya berusaha, untuk mengagalkan perceraian ini.
"Imun nyonya turun, semenjak operasi pengangkatan rahim itu seharusnya nyonya bisa jaga imun lebih baik lagi, nyonya kurang asupan nutrisi dan cairan."
Kata itu belum lama aku dapatkan, dan setelahnya aku hanya bisa berbaring lemah diatas ranjang rumah sakit dengan selang infus.
Napas-ku tersengal-sengal, lengan yang tertancap selang infus aku bawa untuk menutup mataku.
Perih. Mata-ku terasa perih. Dokter juga berkata bahwa mataku iritasi karna terlalu banyak menangis dan menggosoknya.
Aku tidak tahu lagi, bagaimana buruknya diriku saat ini. Jarang sekali untuk makan, minum, membersihkan diri, bahkan berpenampilan rapih.
Itu sangat jarang untuk diriku saat ini. Yang aku pikirkan hanyalah, bagaimana aku hidup setelah ini? Apa aku akan kuat?
"Kakak...."
Suaranya, aku malas mendengar bagaimana vokal itu terdengar, memuakkan, dan setiap kali melihat atau mendengarnya aku selalu marah. "Ngapain?" Ketus.
Tentunya aku sengaja seperti itu, supaya membuatnya pergi lebih cepat, sebelum aku benar-benar kehilangan dindin penghalang emosiku. "Ngapain kamu kesini? Ganggung aja!"
"Aku bawa makan siang buat kakak_
"Aku udah dapet jatah makan!" Suaraku ketus membuat wajahnya yang lembut dan tersenyum memudar berganti dengan wajah sendunya.
"Kakak bukannya nggak suka makanan rumah sakit?_
"AKU LEBIH NGGAK SUKA KAMU, IBU, DAN AYAH!"
Tepat setelah bentakan itu keluar dari bibirku, Ibu serta Ayah masuk, dan terdiri tepat diambang pintu.
"K-kakak....
"Sky, ibu udah bilang, dia itu orang gila keras kepala nggak usah dipeduliin. Dikasihanin malah nggak tau diri, bentar lagi juga mati."
Tentunya itu ucapan, Ibu-ku. "YANG BUAT AKU GILA ITU KALIAN! IYA KALIAN!" Aku menjerit histeris. Tangisku pecah.
Aku tidak akan perduli pada apapun untuk saat ini, emosiku meluap begitu saja dan secara tiba-tiba. Tidak perduli dengan pasien atau para dokter serta suster yang terganggu, atau pula rasa gilu dari selang infus yang terlihat memerah.
Plak!
"Ayah nggak pernah ajarin_
"Emangnya Ayah pernah ajarin aku? Pernah? NGGAK AYAH! NGGAK PERNAH, AYAH CUMA MUKUL DAN SELALU MENYALAHKAN KU!"
Srak!
"Akh!...."
BUGH!
"Aku kira semakin kau tua semakin menghilang kekuatanmu itu, karna umurmu semakin pendek_
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi (Chanjin)
Random'Kau yang memiliki janji pada diriku untuk menjagaku, kau seharusnya menjaga dan melindungiku, mengapa malah menghantamku dengan kuat? Menjatuhkanku hingga berakhir tenggelam dalam kegelapan?' Apapun itu, hanya dia yang ada didalam benakku. Mau baga...