24. Cakap Angin

133 24 0
                                    

Sadar, bahwa tidak akan ada yang benar-benar bisa berada disisiku setiap waktunya adakah hal yang baik, ketimbang percaya hingga berakhir kecewa dibuatnya.

***

Semakin hari, semakin dimana waktu terus berjalan dan memakanku, aku hanya bertambah letih.

Napas-ku tidak pernah teratur untuk saat ini, sekadar tersengal dan terasa berat.

Aku sadar, bahwa tekatku yang akan mengabulkan permohonannya itu semata-mata menyakitiku.

Tersadar bahwa aku tidak akan pernah bisa meninggalkannya, tetapi kata harus terus mengalung ditelingaku.

Entah sudah berapa kali aku keluar masuk rumah sakit, 2 bulan ini aku benar-benar sekarat.

Tubuhku kadang kala akan terasa kaku, dengan napas yang menyakitkan. Obat adalah makanan keseharianku.

Aku sakit keseluruhan, tubuh, batinku seolah sedikit demi sedikit hacur serta jiwaku yang mulai meninggalkan ragaku.

Berusaha untuk tetap bertahan itu sedikit membuahkan hasil. Aku masih bisa bangkit dan memulai aktivitas kecilku dirumah ibu. Aku tidak mau yang tengah aku rasakan bertambah dengan perlakuan ibu atau ayah yang menyakiti.

"Harusnya kamu mau menyembuhkanku, melindungiku yang terluka begitu parah." Aku tidak mau mengacaukannya, ini persidangan dimana bukti akan di ungkapkan serta saksi akan bercerita.

Tapi, gugatanku tidak sekuat apa yang Chris berikan pada diriku. Aku akan kalah, pemberontakanku pasti akan langsung kalah, kala saksi baru saja bercerita.

Tidak ada yang mendukungku, aku sendiri duduk disini dengan kehampaan dan rasa sakit yang akan pecah detik ini juga.

Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan selain diam, membiarkan semua menghantamku dengan kuat.

"Aku sakit... entah secara fisik, mental, batin, semua yang ada pada diriku benar-benar sakit."

"Berarti, kamu gila?" Aku tersenyum tidak berniat menjawab ucapannya yang menyelekit hati.

"Kau yang memiliki janji pada diriku untuk menjagaku, kau seharusnya menjaga dan melindungiku, mengapa malah menghantamku dengan kuat? Menjatuhkanku hingga berakhir tenggelam dalam kegelapan?"

"Lagi dan lagi, kau menghantamku yang sudah sekarat disini. Aku harus berjuang sendiri, menghilangkan rasa takut akibat pemerkosaan, tuduhan, bahkan mendengar kata tak senonoh tentang diriku. Aku selalu berjuang untuk melawannya."

Malu? Tidak untuk apa malu? Menangis bukan lah aib atau tanda bahwa dia seseorang yang lemah. Tapi bagaimana dia menangis dengan berani dihadapan orang lain adalah orang yang berani dan tidak takut untuk mengungkapkan apa yang tengah ia rasakan.

Menangis berbeda dengan kata lemah. Jauh berbeda, semua orang bisa menangis sekalipun dia sesosok tangguh yang angkuh. Serta aku juga tidak segan untuk menceritakan hal yang aku alami padanya.

Aku tahu mungkin kami akan menjadi pusat perhatian disini. Banyak insan yang berlalu lalang bebas di lorong terbuka tempat kami berdiri saat ini.

"Kamu menorehkan masalah menyakitkan, yang kamu sendiri tahu bahwa aku sangat-sangat tidak menyukainya. Itu menyakitkan, Chris! menyakitkan!"

Aku takut untuk memandanginya, semakin aku menatapnya atau tidak sengaja menatapnya. Hatiku seolah retak dan menjatuhkan pecahan yang telah retak itu.

"Setahuku, rasa cinta itu akan selalu ada didalam diri manusia, dan akan menjadi rasa abadi yang tidak akan pernah menghilang. Tapi, kala rasa itu hilang, itu pertanda bukanlah cinta yang ia rasakan, hanya rasa dimana ia ingin selalu melindunginya_"

Afeksi (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang