2. Bersyukur

415 35 1
                                    

Aku bersyukur, bahwa kau mau membantuku dan menemaniku, dikala apapun itu.

***

"Cantik ya?" Lenganku menunjukan serangkaian puspita yang aku buat melingkar seolah menjadi tutup kepala yang jelita ketika dipakai.

Aku mengukir senyum, semanis yang aku bisa. Menunjukan serangkayan hasil yang aku buat hanya karna tidak ada lagi yang perlu aku kerjakan, pada Chris yang terus memperhatikanku.

Hujan telah berhenti, menyisakan rinai yang menetes dari daun-daun pepohonan atau atap rumah.

Kini adalah suasana yang pas untuk merehatkan sembari menikmati udara segar sehabis hujan. Terlebih, hujan benar-benar tidak berhenti selama 2 hari belakangan ini. Selain malam hari dimana kami telah terlelap nasuk pada pulau kapas yang indah.

Tapi hari ini. Hujan berhenti ketika Chris telah pulang dari kantornya, seolah mengerti bahwa kami ingin menikmati sore yang menyegarkan. Lalu, aku lagi-lagi bersyukur.

Dia memperhatikanku sejak tadi, kepulangannya. Menanyakan banyak hal yang tidak akan pernah membuatku bosan untuk menjawab perkataanya itu.

"Apa yang Sam buat?"
"Mengapa hari ini Sam terlihat lebih cantik?"
"Bagaimana dengan hari ini?"
"Apa hari ini melelahkan?"
"Ada hal yang menyakitkan untuk hari ini?"

Aku, aku, dan aku. Rasanya aku akan terbang serta berlarian diatas sana, kala segala fokusnya hanya ada pada diriku saja, dengan bagaimana dia yang menatapku begitu tulus dan menyayang.

"Ini!" Aku menunjukannya, kala dia menanyakan apa yang aku buat saat ini.

Lalu jawabannya adalah, senyum cerah begitu elok sembari mengambil rangkayan bungaku dan menelisiknya seolah ingin memberikan nilai, bagai juri masak yang baru saja aku lihat ditelevisi.

Chris membuat wajahnya seolah-olah menajam, hendak memarahiku. Benar-benar selayaknya juri masak ditelevisi itu. Nampaknya ia mencoba membuat lelucon.

"Ini terlalu sempurna, aku tidak suka!" Benar bukan? Ia mengutarakan leluconnya, walau sedikit hambar, tapi bagiku yang mabuk olehnya ini adalah hal yang dikara.

Aku terbahak, kursi yang kududuki bergoyang akibat tawaku. Chris yang duduk bersimpuh dilantaipun sama, ia terkekeh dengan ucapannya sendiri.

"Mengapa seperti itu?" Aku bertanya dengan wajah memelas. Mengambil serangkayan bunga yang sudahku bentuk untuk aku pasangan pada kepala dari juita tersayangku.

Akan tetapi ia mengambil benda yang telah terpasang apik dikepalanya, aku menatapnya kesal. Tapi dia tersenyum menatapku.

Dia mendekat, memasangkan rangkayan puspita pada kepalaku dengan surai hitam yang sengaja aku panjangkan.

Merapihkannya, hingga aku merasa bahwa Chris menatapku begitu memuja, berbinar, dan penuh kagum.

Lagi-lagi aku menyukainya, dengan sipuan malu yang mulai menjelajah dibenakku.

"Karna yang sempurna itu hanya ada pada diri, Sam seorang...."

Cup!....

Boleh kah aku mengumpat saat ini juga?

***

Aku tidak habis pikir, malam seperti ini harus menyuruh Chris terbangun dan membelikan sebungkus mie kuah yang nampaknya begitu nikmat dimakan malam-malam.

Hahh... jika aku tidak mimpi memakannya aku pun tidak akan meminta, hingga harus membuat repot Chris yang lelah.

"Kita membuatnya saja ya?" Itu katanya, dia terus membujuk diriku yang masih duduk bersandar pada kepala ranjang.

Afeksi (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang