Menangis bukan lagi pilihan terbaik bukan? Apa yang membuatku seperti ini? Itu terlalu berlebihan.
***
"Aku mau satu yang itu."
Lengan lentikku yang sayangnya harus dihiasi lembab menunjuk kue yang telah menarik perhatian diriku sendiri.
Tidak ada yang menatapku iba hari itu, walau keadaanku babak belur. Karna aku menutupi seluruh tubuhku dengan pakayan, topi dan masker.
Aku hanya tidak ingin orang menatapku keheranan, dan rasa Maluku tentu tinggi begitu tahu bahwa hampir seluruh bagian tubuhku terhiasa lembab atau luka membengkak dan berdarah.
"Apa ada lilin anggaka 6? Jika ada aku mau 1, ya?"
"Ada kak. Mau tambahan lagi?" ucapannya itu hanya aku jawab dengan gelengan kepala, dan dia begitu sigap membungkus apa yang aku beli ditoko kue ini.
Selama 5 tahun aku merayakan ulang tahun pernikahanku, aku selalu membeli kue disini. Tapi tidak seorang diri atau aku yang tidak perlu malu seperti sekarang.
Dan rasa bahagialah yang benar-benar ada dihatiku saat itu. Bukan seperti sekarang, bahagiaku harus berbagi dengan rasa sakit hati yang masih begitu nyeri.
Tidak ada rangkulan, suara hangat yang bertanya atau tawaran untuk membeli kue-kue lainnya.
Aku hanya bisa tersenyum miris. Bahkan semalam dia mengucapkan kata perpisahan, dan mengataiku.
"Terima kasih...."
Langkah yang hanya terasa hampa. Biasanya aku dan Chris akan berkunjung pada tempat makan kesukaan kami setelah membeli kue yang kami mau.
Bercerita, dan mengingat-ngingat bagaimana kita yang bertemu untuk pertama kalinya.
Sayang sekali. Untuk tahun ke 6 kami, aku terlalu banyak menoreh luka untuknya, hingga ia berani untuk mengatakan kata perpisahan.
"Kakak! Mau beli bunga aku nggak?" Langkahku berhenti. Dua bocah kecil menyodorkanku bunga cantik bewarna merah.
Mawar, kami akan selalu membeli bunga itu dari orang yang sama setiap tahunnya. Kedua bocah kecil yang sekarang hendak beranjak remaja itu pasti mengingat kami.
"Kakak? Kok sendiri? Kakak gantengnya dimana?"
Benar bukan? Mereka mengingatnya. "Kakak gantengnya lagi kerja_" Tidak dia tengah menggugat perceraian.
"Terus kakak kok pake masker sih? Kan kakak cantik, kenapa di tutupin? Aku yang jelek_
"Sttt..." Aku menutup mulutnya dengan satu jari telunjuk, hingga kini dia diam dan tidak melanjutkan ucapannya. "Siapa yang bilang kamu jelek, sayang? Kamu cantik, dan kamu tampan. Kalian indah."
Aku membelai sayang kedua pucuk kepala boca kecil itu, mereka menyukainya dan nampak begitu berbinar ketika mendapatkannya.
"Kami suka elusan kakak, hangat_
"Pasti kakak ganteng suka sama elusan kakak ya? Hangat dan mendebarkan!" Bocah laki-laki itu memotong ucapan dari bocah perempuan dan seolah menyakinkan ia bergurau dengan lengan yang menekan dadanya seolah tengah berdebar hebat.
Tawa kecil aku berikan untuk kedua bocah itu. Itu memang, tapi nampaknya hal itu hanya akan menjadi kata dulu. Bukan iya dia memyukainya, tapi, iya, dulu dia menyukainya.
"Maaf ya, kakak harus cepat-cepat pulang. Ini jadi berapa? Kakak beli semua bunga mawarnya, ya?"
"KAKAK?" Mereka menjerit bersamaan dengan begitu girang. "Boleh kakak boleh! Semuanya, eumm... satu bunga harganya 10 ribu, tapi bunganya ada 7. Jadi 10 nya ada 7. Berapa kak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi (Chanjin)
Random'Kau yang memiliki janji pada diriku untuk menjagaku, kau seharusnya menjaga dan melindungiku, mengapa malah menghantamku dengan kuat? Menjatuhkanku hingga berakhir tenggelam dalam kegelapan?' Apapun itu, hanya dia yang ada didalam benakku. Mau baga...