Hari itu aku bukan lagi seseorang yang patut berada disampingnya, dan memiliki ikatan sakrar pada Tuhan dengannya.
***
Aku membaca lembar surat bertulis ini. Napasku terengah-engah. Aku menangis tentunya.
Kami, maksudku aku dan Chris berada dalam ruang yang sama untuk pembacaan ikrar talak hari ini.
Tepat 9 bulan kami melakukan proses perceraian, hingga sampai dititik ini. Aku bukan lagi bagian dari tanggung jawabnya.
Aku bukan lagi seseorang yang harus Ia jaga seutuhnya; hari ini 9 november 20xx, Sam (pihak 2) sudah bukan merupakan istri sah saya dan segala tanggung jawab saya. Apapun yang terjadi pada seorang Sam bukan lagi merupakan tanggung jawab saya.
Tes!....
Ketika kalimat terakhir aku baca, aku tidak bisa lagi menahan tangisku. Hal yang aku sumpah tidak akan pernah terjadi seprti saat ini. Bibirku yang kering aku gigit kencang menahan isak tangis yang sebenarnya sia-sia saja.
Selembar kertas dengan ikrar talak yang hanya semakin membuatku sakit aku bawa untuk kembali diserahkan pada Chris yang menatapku diam.
"Tidak... mau m-mengatakan sesuatu? Chris?" Dengan kasar aku mengelap air mataku, mendongak dan menatap Chris sembari tersenyum.
"Tidak ada, Sam...."
"Yasudah, aku saja ya?" Aku menghela napasku pelan berusaha menatap Chris yang ada disebrangku.
Akan tetapi entah bagaimana mulutku langsung terasa kelu dengan suara yang seakan-akan membisu, menjadi aku yang kembali bertutur mulut, untuk membiarkan kebisuan itu menghilang.
Aku menunduk kembali, memutus kontak mata aku dan Chris. "Ini cincin pernikahan aku dan kamu_" setelah rasa bisa itu menghilang, aku mulai berkata, dalam suara parau yang sangat-sangat pelan.
Serta pada akhirnya aku lebih dulu menyerahkan benda cantik yang selalu aku gunakan walau banyak kata talak telah terdengar dari bibir mantan suamiku ini.
"Terima kasih banyak, ya? Aku dan kamu, dulu ketika masih menjadi kita... aku sangat menyayangkan bahwa kita harus berhenti disini, menghentikan kisah kita seperti ini, bukan hidup berdampingan hingga kita terkubur didalam tanah secara berdampingan." Berat hati untuk mengatakannya, dalam rasa ketidak relaan aku mengatakan hal itu.
"Jangan melupakanku, ya? Walau lembaran atas kehidupan kita telah usai, jangan lupakan bahwa aku dan kamu pernah menjadi kita dan mengukir apik diatas lembaran kertas putih." Sedikit serat paksa dalam ucapanku, lalu aku terkekeh, sebelum menghela napas dan kembali menatap Chris. "Lihat aku, kamu... jangan menunduk, kalau kamu mau menangis, menangis lah. Kita kan t-teman sekarang, ouh bukan, kamu adalah calon adik iparku_"
Lengan-ku menarik lengannya, memegang kedua telapak tangan yang mengepal kencang dengan suhu dingin namun berkeringat.
"Jadi temanku saja, ya, Chris? Jika seperti itu kita akan saling terbuka, dan bisa membagi cerita sebagaimana teman dengan temannya."
Aku bisa lihat bagaimana pundaknya mulai bergetar. "Jangan menahannya, menangis saja_" Dan benar, ucapan ku bahkan tersela ketika dia mau menangis dihadapanku, dengan wajah yang tertunduk menyembunyikan parasnya yang masih tampan.
"Karna sekarang kita teman, jangan memanggilku dengan embel-ember apapun, ya? Umur kita hanya berpaut 1 tahun."
Kaku, kepala menunduknya itu mengangguk pelan, isak dan suara bagaimana hidung yang menarik cairan hidung bisa aku dengar sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi (Chanjin)
Random'Kau yang memiliki janji pada diriku untuk menjagaku, kau seharusnya menjaga dan melindungiku, mengapa malah menghantamku dengan kuat? Menjatuhkanku hingga berakhir tenggelam dalam kegelapan?' Apapun itu, hanya dia yang ada didalam benakku. Mau baga...