18. Guran

127 22 5
                                    

Hariku kembali suram dan dipenuhi berbagai penderitaan.

***

Tidak ada tempat bergantung, berteduh, bahkan untuk beristirahat sekedar untuk sesaat.

Apa? Kenapa? Mengapa harus hancur? Aku kembali jatuh sedalam-dalamnya. Tersesat dan berahir berdiam diri hingga seseorang mau mengangkatku keluar dari lubang yang entah seberapa dalam.

Bukan hanya apa yang aku rasakan, tapi bagaimana orang lain mulai menatapku.

Kita membutuhkan seseorang yang siap membantu kita bukan? Tapi mengapa aku tidak? Dimana manusia itu? Siapa dia? Mengapa Tuhan tidak memberikannya untukku?

Bagaimana nanti? Diriku yang berjuang dengan kenangan? Tidak akan ada yang hilang, namun juga tidak akan ada yang tumbuh.

Tanahku telah menjadi gersang dan tidak akan ada yang tumbuh kembali disini. Selain bangkai dari para tumbuhan yang tidak akan menghilang.

"Hiks... b-bukan begitu_

Gugatan yang tertulis serta para saksi ucapkan, hanya karangan yang luar biasa jauh dari kenyataan. Aku tidak tahu, bagaimana caranya supaya aku tetap tinggal disini.

Tidak ada yang mau mengarahkanku, selain tubuhku yang berjalan tidak tentu arah sendirinya, dan tidak ada yang mau menunjukkan harapan padaku selain diriku yang mencoba akan selalu kuat.

Tapi Tuhan, masih berbaik hati mengabulkan beberapa doa-doaku. Aku bersyukur atas itu.

"Chris... b-batalkan itu, aku mohon!"

Aku memohon bagaikan makhluk tak berguna yang hanya bisa menunduk, memohon, bersujud dan meminta dengan paksa setiap harinya.

Akan tetapi yang aku dapatkan hanya tatapan tidak sudi dari dirinya. Bagaimana? Aku sendiri disini, dia bahkan tidak perduli padaku.

"A-aku salah... aku minta maaf, tapi tolong batalkan g-gugatan ini."

Bersujud, memohon tanpa tahu malu dihadapannya. Menangis pilu dengan tubuh bergetar dan suara terbata setiap harinya.

Aku mengelak. Tapi para saksi seolah lebih unggul dari diriku sendiri. Mereka bersama para kuasa hukum yang mempercayai kesaksian mereka sedangkan aku seorang diri tanpa ada yang mendukungku.

2 bulan aku diam, ya diam di satu rumah yang semakin hari semakin menyedihkan tampaknya.

Aku mengira bahwa ia tidak benar- benar mendaftarkan gugatan itu pada kuasa hukum. Tapi aku salah, dia bahkan telah membuat surat gugatan Cerai.

"Aku tidak masalah, kamu meludah padaku terus menerus. Tapi tolong, tetap disampingku. Seperti janji kita? I-ingat? Ingat tidak! Janji kita, dan litani kita kepada Tuhan!"

"Aku prihatin. Apa kamu tidak lelah?"

"Aku tentu lelah. Tapi akan lebih melelahkan jika aku hanya diam dan menerima semua ini dengan lapang dada_

"Itu seolah, aku menyia-nyiakan cinta sedalam lautan yang telah kita buat. Membiarkannya terus kehilangan air, hingga berakhir mengering dan menjadi jurang kehampaan."

"Aku akan lebih lelah jika membiarkan langkah kita yang terus berjalan mendekati perpisahan."

Senyum simpul aku dapatkan dari wajahnya. "Kau terlihat sebagai korban ya? Padahal kenyataannya kau pelaku."

"Terima kasih, atas tuduhanmu itu."

Tapi aku lebih memutuskan untuk menandatanganinya. Aku akan membujuk Chris untuk membatalkan gugatannya di sidang mediasi nantinya.

Afeksi (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang