30. Janji kematian

438 27 5
                                    

Akhir hayat akan datang kapan saja itu, pada siapapun itu, dan entah pada waktu apa itu terjadi. Maka dari itu selalu bersiaplah untuk iklaskan mereka yang akan berpulang pada pangkuannya.

***

Chris tidak habis pikir, bahwa apa yang telah berlalu membuatnya beribu-ribu mendapatkan dampak buruk yang menyakitkan, justru lebih dari ribuan dampak yang didapatkannya. Bahkan untuk berdiri sebentar saja dia sudah merengek akan kelelah, tubuhnya terlalu kurus untuk mempompoh tubuhnya sendiri berdiri kukuh seperti dahulu kala.

Dia hanya menangis pelan, dalam ruang hening yang ada suara tangis paraunya benar-benar memenuhi seisi ruangan, mata yang sembab tidak bisa lagi terbuka dengan lebarnya. Bengkak membuatnya kesulitan hanya untuk sedikit lebih lebar membuka matanya.

Pada akhirnya Chris harus rela tinggal untuk malam ini bersama, Sam, meninggalkan doa bersama dimalam natal bersama sang anak untuk menemani mahkluk tercintanya yang tidak pernah terganti hingga detik ini.
Bahkan hingga memcampai dimana ia telah memiliki beberapa helai rambut putih, serta umur paruh baya. Chris masih mencintai simanis.

"Chris, aku l-lelah," melirih dengan suara napas berat yang begitu nyaring terdengar.

"Apa yang membuat Sam lelah? Katakan pada, Chris." Dia berujar lembut, lengannya menghapus jejak air mata nan ada diwajah simanis yang sayangnya harus tirus dan dihiasi warna pucat serta merta bekas luka yang dulu dia dapatkan, bahkan Chris sendiri yakin salah satu dari banyaknya luka yang tercipta  ada banyak bekas luka yang dia torehan pada kulit cantik seorang Sam.

"Lelah. Setiap m-malam, apa yang telah berlalu masih terasa sakit d-disini." Lengannya yang memeluk tubuh Chris berpindah untuk menunjuk dadanya. Mengusap pelan bagian dada yang dilapisi selembar pakayan lusuh.

"Aku sesakit itu, hingga apa yang telah berlalu masih terasa s-sakit." Manik sama yang masih bening nan elok dipandang begitu baik menatap Chris dengan sayup. Dia selalu seperti itu, menatap mata seseorang Dengan sayup  tak kala meminta jawaban pasti terhadap pertanyaan atau ucapannya.

Itu selalu membuat orang-orang merasa takut jika harus membohongi, tapi banyak dari mereka lebih memilih tuk memanfaatkannya. "Maafkan aku. Kamu benar-benar orang yang kuat dan masih bisa mnyayangiku dari semua orang yang pernah aku temui."

"S-Sky?"

"Jangan membahasnya. Kamu tahu tidak?" Lengannya mengelus halus surai yang tentunya telah lebih memanjang dari dimana terakhir dia melihat sosoknya, namung sayangnya itu harus terasa kasar dan begitu tipis.
Sangking tipisnya, kulit kepala Sam bisa Chris liat dengan cuma-cuma, dan beberapa helai yang mulai tumbang dari persinggahannya Chris dapatkan walau dia hanya sekedar mengelusnya.

"Rasa tertinggi untuk manyayangi bukanlah dari cara mereka memiliki, tapi bagaimana seseorang itu yang iklas menerima bahwa kasihnya telah bersama sosok lain disampingnya, bukan lagi dirinya." Chris memberikan Sam usapan hangat serta senyuman indah yang entah lah apa itu masih terasa sama atau tidak bagi sosoknya.

Chu!

"Kamu seperti itu, berusaha untuk membiarkan kasihmu bersama dengan yang lain. Padahal aku sendiri tidak yakin akan rela jikalau kamu bersama orang lain." Setelah kata itu diucapkan
Sam memeluk Chris erat, dia sedikit bergemuruh mendengar kata itu. Serta merta kecupan ringan yang ia impikan-impikan kembali di dapatkan secara cuma-cuma.

Nampaknya, selama ini dia hanya memendam, bukan membuang rasa yang dia sendiri harapkan akan menjadi rasa membosankan. Tapi kenyataannya? Tidak.

Rasa terjaga dan kehangatan kembali memeluknya untuk malam ini. Ini yang dia inginkan setiap malamnya, bukan keheningan dan kedinginan diantara keluarganya beserta keluar Chris untuk dirinya sendiri dalam kehangatan yang tercipta jikalau sosoknya tidak nampak atau terlihat diantara keduanya.

Afeksi (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang