16. Cua

127 23 2
                                    

Seberapa kecewanya dia malam itu?

***

"Kakak! Besok hari pernikahan yang ke enam Kakak, ya?"

Aku sadar, bahwa aku tidak hanya sendirian didalam rumah ini. Atensiku teralihkan oleh Sky seutuhnya setelah pikiranku berkecambuk melayang entah kemana.

Bahkan makanan yang nampak nikmat dibuatkan oleh Sky begitu tidak membuatku merasa berselera.

"Iya. Ada apa?" Aku kembali bertanya padanya, dengan senyum kecil yang aku ukir. Sebelum berpaling untuk memakan makanan itu, biar tidak ingin.

"Aku kagum. Hubungan Kakak dengan Kakak Chris sudah 6 tahun besok, tapi aku tidak pernah dengar pertengkaran diantara kalian."

Dia bersih, menik yang ia miliki seakan-akan memancarkan binar yang begitu bersemangat. Cantik, membulat dengan begitu polosnya, dia seolah antusias ketika aku mau menceritakan kisahku yang telah menikah dan memiliki pasangan.

Sky akan berbinar seolah begitu antusias untuk mendengar. "Pertengkaran selalu ada kok. Tapi Kakak lebih baik diam, Kakak tidak mau orang lain tahu hubungan Kakak."

"Kenapa?"

Aku menelan terlebih dahulu makanan yang sudah terdapat didalam mulutku, "pikiran manusia itu mengerikan. Mereka bisa membuat alur yang mengerikan terhadap cerita seseorang, dan itu bisa menjadi hujatan atau hinaan. Padahal mereka tidak tahu keseluruhan cerita tersebut." Aku menjelaskannya perlahan.

Akan tetapi tidak mau menatap Sky, entah. Aku selalu takut dengan manik cantik yang menatapku seolah antusias itu.

Dia nampak mengerikan. Terlebih bagaimana Ibu membangakannya, sampai jika dia jatuh dan aku berada diatasnya, ibu akan siap menjatuhkanku untuk anak bungsunya ini berada kembali diatas.

Jika seperti itu. Aku selalu takut, bagaimana lembar demi lembar kebahagiaanku selalu ia rebut begitu saja, tanpa rasa bersalah atau meminta maaf.

"Sky. Kakak boleh memohon tidak?"

"Apa kak?"

"Tolong_

Kalimat itu terputus. Aku menunduk, membuat helayan rambutku menutupi wajahku yang telah memerah.

Tes!....

Dan tidak lama, sesuatu telah membasahi wajahku, pundakku bergetar menahan isak yang mencoba memperdengarkan betapa ibanya suara itu.

Lenganku terangkat menutup wajahku seutuhnya. "Hiks... jangan lagi a-ambil apa yang a-aku miliki... kali ini saja a-aku mohon...."

Slrup!

"Aku tidak m-masalah dengan kebahagiaanku yang kau a-ambil dulu... hiks... nilai, piala, kasih sayang, bahkan temanku...."

Aku memberhentikan ucapanku, mencoba menatapnya, dengan lengan menyatu dan bergesekan perlahan, sebagai tanda meminta mohon padanya.

"Hiks... j-jangan ambil apa yang aku punya s-saat ini. Aku sangat-sangat m-memohon akan hal itu."








































Hancur, pecah sekeping-kepingnya. Ketika dia pulang, maka salah satu penyebap retakkan hubunganku dengan Chris pasti akan datang.

Mengacaukan apa yang telah aku jaga. Aku tidak habis pikir dengan apa yang dia pikirkan? Bahkan aku sendiri saja tidak kenal siapa dia.

Ibu hanya pernah menyuruhku untuk ikut bersama makan siang dengannya tapi tidak pernah memberi tahu siapakah dia? Dan apa maksud perlakuannya? Dia begitu lancang.

Afeksi (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang