20. Mediasi

148 23 5
                                    

Bagaimana ya? Aku juga bingung harus bagaimana lagi. Tidak ada yang bisa menyemangatiku

***

Mencoba untuk tetap bisa terlihat seutuhnya. Aku memang tidak pernah mengukir senyumku selama berada disini.

Majelis hakim yang ikut dalam ruangan ini hanya menatapku seolah keheranan, terkecuali Chris atau Suami yang akan menjadi mantan, sekadar menunggu beberapa bulan kedepan saja. Kami telah resmi berpisah. Tapi aku harap itu tidak terjadi.

"Apa ada yang disembunyikan? Nyonya bisa mengatakannya."

Akan tetapi aku menggeleng saat hakim mengatakannya. Aku tidak akan berharap bahwa mediasi ini akan membuat kami kembali.

Untuk apa? Semalam kala kami bertemu ditepi pantai. Aku memohon, menjerit, bahkan menangis pilu dihadapannya, dia tetap membisu seolah menjadi batu saat itu juga, bak patung yang terlantar ditepi pantai.

"Baiklah, kita lanjut. Kalian bisa memilih mediator hakim atau non hakim. Kami memberi kalian 1 hari untuk memilih dan memikirkannya."

"Mediator?" Aku tidak pernah tahu bahwa perceraian akan sesulit ini. Banyak hal yang aku tidak nengerti mengenai perceraian.

"Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundangan. Untuk mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. Tanpa menggunakan cara memutus, memaksa sebuah penyelesaian. peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung kepada para pihak. Mengerti Nyonya, Sam?"

"Sedikit, mengerti."

Suara kekehan pelan aku dengan dari hakim itu. Dia menghela napasnya kecil. "Jika tidak mau mengerti, jangan bercerai."

"Hahahaha." Tawaku memang hambar, tapi itu membuat Chris menoleh serta menatapku sebelum dia kembali menatap sang hakim.

"Lalu apa kalian sebelumnya telah memikirkan ini?"

"Hakim saja/Hakim saja," ujar kami bersamaan.

"Kalian terlalu kompak, hingga rasanya mustahil untuk melihat kalian berpisah."

Apa memang hakim seperti itu? Aku dan Chris hanya tidak sengaja berkata demikian secara bersamaan. Dia menggodaku? Atau bercanda pada kami?

"Apa sudah setuju tetap memilih mediator itu hakim sendiri? Tidak dari non hakim?" Satu pertanyaan lagi menghampiri kami.

Aku tentu mengangguk matang, sedangkan Chris mengangguk pelan seolah tidak berminat.

"Besok kembali kesini dengan membawa, fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal lain yang terkait dengan sengketa. Untuk diserahkan kepada mediator besok. Dan jangan lupa selalu siapkan tanggal kosong kapan saja itu untuk membuat jadwal menyelesaikan meditasi yang dibuat mediator, kalian harus selalu siap. Kapan pun itu." Pria yang nampak sudah tua itu menjelaskannya begitu panjang.

"Dan satu lagi, saya berharap ketika kita kembali bertemu, wajah kalian telah di penuhi bumbu kebahagian. Semoga Tuhan selalu memberikan kebahagiaan bagi kalian."

"Amin/Amin."

Aku tidak tahu, itu hanya akan terkabul untuk Chris sebagai kasihku, bukan aku yang mungkin tidak ada lagi didalam hatinya.

***

"Apa akan tetap melakukannya? Ini bukan hal main-main, kalian berada dalam ikatan yang sakral. Tuhan bahkan tidak suka dengan hal ini."

Afeksi (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang