26. Pacangan

151 24 2
                                    

Tidak ada yang bisa aku katakan untuk kali ini.

***

"Apa anda memiliki bunga, Azalea?" Lenganku memilih-milih bunga segar yang telah tersaji apik di toko bunga ini.

"Kebetulan sedang tidak ada," jawabnya pelan, akam tetapi lengannya dengan cepat menyodorkan bunga lain yang tidak kalah cantik dari bunga, Azalea. "Tapi saya punya bunga lily of the valley, bunga ini tidak kalah cantik dari bunga, Azalea."

Aku menatap bunga itu, memang dia cantik dan terlihat begitu indah. Tapi jika aku yang memberikannya pada pasangan yang akan melaksanakan pertunagan, aku seolah tengah menangis pilu dihadapan mereka.

Tidak sopan. "Sepertinya tidak. Bagaimana dengan bunga, Anyelir?" Aku mengambil beberapa tangkai bunga cantik dengan warna merah tua itu.

"Bisa saja, bunga ini pun sangat cocok untuk diberikan pada mereka yang ingin bertunagaan."

Aku tersenyum, lalu mengangguk kecil beberapa bunga yang telah aku pilih dan pastikan akan sangat cocok untuk, Sky yang akan memberikannya pada, Chris.

"Aku minta hias dengan sederhana saja, ya?"

Dia menurutinya, beberapa kertas bunga yang senada dia ambil dari tempatnya.

Begitu fokus dan teliti dia mengikat serta menyatukan bunga cantik itu yang akan dibungkus menggunakan kertas cantik.

"Apa ada surat ucapannya?"

"Ouh ada Nyonya, tunggu sebentar." Dia meninggalkan buket bunga yang sedang disatukan.

Mungkin mengambil kertas khusus surat-surat cantik. Bukan surat perceraian seperti yang aku sering tulis.



































Perasaanku takut, tubuhku menegang detik ini juga. Ramai, dan penuh akan manusia. Aku tidak mengira bahwa acara pertunagan saja seramai acara pernikahanku.

Meriah, dan mewah. Mungkin jika dibandingkan pernikahanku saja tidak semewah ini.

Apa aku bisa masuk? Perasaanku gusar dan begitu takut. Terlebih aku hanya mengenakanpakayan biasa yang agak sedikit tidak sopan jika masuk dan datang pada acara pertunagan semegah ini.

Sudah 1 jam pula aku berdiri disini, digerbang rumah orang tuaku sendiri. Berdiri bersamaan dengan mobil yang telah terparkir rapih.

Tidak ada dari pihak keluargaku yang menjemput, atau menarikku untuk masuk kedalam acara itu. Mungkin lupa? Aku tidak dianggap? Aku tidak tahu.

Lenganku yang memegang sebuket bunga mulai berkeringat. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika diriku, yang telah memiliki nama jelek ini masuk.

Ikut berkumpul diantara para tamu undangan yang pastinya tahu dengan keberadaanku. Aku takut jikalau mereka menanyakan masalahku dengan sang pemeran utama diacara itu.

Aku terlalu takut....

"Nona, Sam?"

"B-Bapak Hiks!" Menangis lagi.

Aku menangis lagi dengan tubuh yang telah tersungkur lemah pada tahan. Satu orang lelaki menghampiriku, dia menatapku khawatir tentunya.

Jika aku boleh mengatakannya langsung. Dia lebih mengambarkan orang tuaku, dia yang mau membantuku ketika aku sekarat minggu lalu akibat pukulan keras ibu.

"Kenapa? Kenapa? Bapak disini, jangan nangis ya... nanti cantiknya ilang loh_

"Sakit pak, Hiks... s-sakit!" Aku tidak tahu, seberapa kali kata itu aku ocehkan ketika menangis.

Afeksi (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang