5. Masygul

144 22 1
                                    

Rasanya, hatiku begitu bersusah. Aku bingung dan merasa bahwa aku tidak aman. Aku takut jikalau dia yang akan merebutnya.

***

Aku tidak tahu apa kesalahanku, Ibu dan Ibu mertuaku hanya menatapku benci, atau bahkan sesekali mereka akan melontarkan kata-kata ketus yang menyakitkan.

Jika Ibu, aku tahu dan sudah biasa mengapa dia seperti itu, tapi Ibu mertua? Apa dia tidak suka bagaimana aku yang menikah dengan anaknya. Sudah 5 bahkan hendak menginja umur 6 tahun kami menikah serta aku menjadi menantunya, apa belum ada rasa untuk menerimaku?

"Berapa bulan?" Aku diam. Menunduk memeluk nampan yang sebelumnya aku bawa untuk menyajikan teh.

"5 jalan 6 bulan_

"Gendut banget! Padahal baru 5 bulan." Ibu-ku menyela, itu katanya. Tapi jika aku kurus apa anakku dan Chris akan baik baik saja? Dan apa mereka juga akan diam? Atau tetap berkata sama hanya saja gendut itu diganti dengan kata kurus. "Dekil. Kalo kamu kaya gitu, Chris pasti lebih milih adik kamu."

Adik ya? Jangan bandingkan dia denganku, aku tidak suka, menyakitkan pula untuk diriku. "Ummm, aku hanya sedang dirumah_

"Walau hanya dirumah jangan seperti itu! Mengenakan kaus kebesaran yang lusuh! Tidak enak dipandang sekali. Belum lagi warna putih yang sudah mulai menguning, apa-apaan kau ini!"

Bahkan Chris tidak pernah berkomentar seperti itu, aku tahu besar bahwa ia adalah tipe orang yang akan jujur terhadap suatu hal yang Ia sukai atau tidak.

"Mungkin Chris tidak berkata padamu karna dia tidak enak!" Diam. Aku seperti itu untuk mencerna perkataan Ibu kepada aku.

"Bibir kering! Kaki bengkak! Gendut! Pipi penuh lemak! Kamu baru hamil 5 bulan loh. Untung aja anak saya masih mau nerima kamu, belum aja dia selingkuh." Kali ini bukan Ibu. Tapi Ibu mertuaku.

Entah bagaimana ia bisa ikut seperti Ibu. Mencaci dan memojokanku seperti Ibu yang memang hobi melakukan hal tersebut pada diriku.

Aku tersenyum kecil. Tubuhku yang berdiri, menjura sebagai tanda bahwa aku harus pergi kembali kebelakang.

"Ada tamu tuh layanin, bukan pergi, Ibu nggak pernah ajarin kamu kaya gini loh!" ujaran itu memberhentikan langkah kakiku.

Urung, niatku untuk masuk kedalam kamar mengganti pakayanpun urung, begitu mendengar perkataan itu.

Berapa lama lagi, ya? Aku ingin sendiri dan mungkin akan menangis sembari terus memperbaiki diriku. Lagi pula mengapa ucapannya seperti itu?

Bukannya aku tidak mau menerima tamu, terlebih itu Ibu-ku dan Ibu mertuaku sendiri. Hanya saja mereka membuatku sedih dan sakit hati, yang mana membuatku malas serta merasa bahwa kedatangan mereka hanya membuatku terpuruk.

"Urus diri sendiri saja tidak bisa. Gimana anak kamu udah lahir? Anak saya sama, anak kamu itu mau seperti apa? Terlantar? Titipin Nenek-nya?"

Apa sebegitunya? Mengapa mereka tidak bertanya saja bagaimana keadaanku? Tidak perlu menilai apa yang ada pada fisikku atau apa yang mereka lihat. Jika ingin menasihati, mengapa seperti itu, ya?

Mungkin dimata mereka aku tidak merawat diriku, tapi bahkan setiap saat aku akan merawat diriku. Membersihkan tubuh bahkan membeli pakayan yang sepantasnya aku gunakan, mencoba hal-hal baru untuk menarik Chris untuk semakin suka pada diriku, tubuhku, dan sikapku.

Aku selalu berusaha melakukan hal itu.
Bahkan dia tidak pernah berkomentar akan apa yang aku gunakan serta bagaimana diriku ini sehari-harinya. "Bengong? Bener kan Mi, mending anak kamu di jodohin anak bontotku."

Afeksi (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang