19. Bahar

124 23 0
                                    

Apa itu akan kehilangan airnya?

***

Semakin hari, aku sekadar melihatnya yang berjalan seorang, tanpa diriku, disampingnya.

Dan, dengan sengaja aku mulai membirkannya. Aku mencoba mundur, mengabaikannya, mengambil beberapa langkah untuk mundur serta pergi sedikit demi sedikit.

Setiap hari aku hanya menatap kekosongan yang ada disampingnya. Dia berjalan, tapi meninggalkanku.

Aku tidak bisa melakukan apapun, selain diam, menatapnya yang terus berjalan menjauhiku.

Akan tetapi aku bisa merasakan, macam mana dia yang akan berbalik sesaat untuk menatapku. Dia seolah tidak bisa meninggalkanku. Sama seperti aku yang mencoba mundur darinya.

Semakin aku maju dan memaksakan diri. Kenyataan Semakin memukulku dan mendorong aku menjauh, sampai rasa sakitku Semakin bertambah setiap waktunya.

Lebih mudah mencoba bertahan bukan? Daripada berpisah dan mencoba menghentikan perpisahan itu.

Itu akan 1000 kali lebih menyakitkan. Terlebih orang-orang seolah menyalahkanku disini. Mungkin aku memang salah? Tapi mengapa? Mereka menyalahkanku dengan hal yang jauh berbeda dibanding kenyataannya.
"Sudah lama menunggu?"

"Cukup lama... tapi tidak masalah, ini tidak lebih lelah dibanding mendengar perkataan orang lain," jawabku seadanya sebelum mendekati satu insan itu.

"Mengapa? Kau tidak pernah datang untuk mediasi? Itu akan menghambat perceraian aku dan kamu." Bahkan dia tidak lagi mengatakan kata kita untuk menyimpulkan diri kami.

Aku memang tidak pernah mau mendatangi mediasi, dengan alasan malas, aku masih ingin memiliki hubungan dengannya, walau aku mencoba menjauh dan hubungan kami yang semakin hari semakin menjauh.

"Malas, untuk apa? Aku tidak datang juga mediasi berlangsung bukan?" Aku terkekeh, menikmati deru angin pantai yang menerpa tubuhku pada malam hari memang tidak terlalu buruk.

Aku suka. Terlebih kami, maksudku, aku dan Chris duduk berdampingan di atas hamparan pasir pantai.

"Bukan kah kau mengiginkan perpisahan? Jika aku dan kamu berpisah kamu bisa bersama selingkuhanmu itu." Dia sungguh luar biasa, saksi yang mendukungnya terlalu banyak, aku sampai kalah sebagai korban.

"Memangnya ada yang mau mendapatkan perpisahan?"

Bertanya sekali, aku menatapnya, dia seolah diam dan tidak berbicara, matanya tidak pernah berbohong kepadaku.

Dia kecewa, penuh amarah, dan merasa bersalah. Tapi mungkin amarah lebih memenuhi dirinya sampai dia tidak mau mendengarkanku.

"Kau tamak."

"Chris, mempercayai suatu hal tanpa berdasarkan kebenarannya." Aku menimpal ucapannya, sembari menunduk dan memainkan jari-jariku di atas hamparan pasir.

"Kebenarannya memang seperti itu_

"Kamu, diberi apa sampai tidak mau mendengarkanku? Istrimu sendiri?" ucapannya terpotong oleh ucapanku. Aku tidak mau bibir itu mengatakan hal yang menyakitkan, untuk aku.

"Maka dari itu, mari bercerai_

"Kamu, lebih mempercayai ibuku dan ibumu? Mereka membuat omongan palsu_

PLAK!

"Bisakah kau tidak perlu menjelek-jelekkan orang tua? Dia orang tuamu sendiri_

Pipiku memanas, aku tidak tahu bagaimana lengan itu lebih sering mengangkat dan memukul. Mengingat pada malam ulang tahun penikahan kami. Aku yang tengah demam dia pukul habis-habisan.

Afeksi (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang