Permintaan Maaf

313 11 0
                                    

Ayaz tersenyum lega, akhirnya Zara mau menghentikan aktivitasnya, walaupun masih membelakangi Ayaz.

Ayaz memegang pundak Zara, membalikkan badannya dengan mudah. Kedua mata Ayaz tidak bisa melihat manik mata Zara, karena Zara menundukkan kepalanya.

Rambut Zara yang tidak terikat dan hanya di jepit bagian samping poninya ini, menjuntai ke sisi kanan dan kiri wajahnya. Ayaz menarik kembali tangannya yang tadi memegang pindah Zara.

Keduanya terdiam, Ayaz bingung harus minta maaf dan mulai dari mana dulu. "Hmm..."

Jari tangan kiri Ayaz, menyisir surai hitamnya yang sudah agak panjang, Ayaz menggaruk alisnya berharap kegugupannya biasa berkurang.

"G--Gue,"

"Kalo gak ada yang mau di bicarain, gue mau keluar."

"Sebentar." Cegat Ayaz, sebelum Zara kembali pergi.

"G--Gue, gue. Minta maaf."

Ayaz sangat membenci situasi seperti ini. Dirinya terlihat sangat lemah jika dihadapkan kepada seorang perempuan dan meminta maaf, bukan karena dirinya pengecut, hanya saja Ayaz bingung bagaimana cara meminta maaf yang baik dan benar.

"Buat apa? Lo gak ada salah kok sama gue."

"Jadi Lo gak mau maafin gue?"

Zara tersenyum miring, "Buat apa. Lo gak ada salah kok sama gue?"

Tidak. Bukan jawaban seperti ini yang Ayaz inginkan. Ayaz membenci Zara yang seperti ini, menyembunyikan seluruh rasa sakit yang dialami karena ulah darinya.

"Kalo udah selesai, gue mau keluar. Lo bisa minggir sebentar?"

Ayaz menatap Zara, rasa bersalahnya semakin membesar karena belum mendapatkan maaf dari Zara.

Tapi, Ayaz bisa apa kalau Zara tidak memaafkannya, mungkin Zara butuh waktu untuk memberikan maafnya kepada Ayaz.

"Tapi, Lo marah sama gue?"

Zara memejamkan kedua matanya erat-erat. Ia tidak bisa dihadapkan dengan Ayaz yang sekarang ini. Kenapa saat dirinya sedang marah kepadanya, Ayaz malah menunjukkan sisi lain darinya.

Suara lembut Ayaz yang sedari tadi mengajak nya berbicara membuat Zara ingin cepat-cepat pergi dari sini. Tanpa menjawab, Zara langsung keluar dari UKS dan pergi meninggalkan Ayaz.

"Zara!"

Samar-samar Zara mendengar suara Ayaz yang memanggil namanya, keadaan koridor yang sepi membuat dirinya leluasa berjalan cepat. Dengkulnya kali ini tidak bisa diajak berkompromi karena masih pegal.

Sebelum naik tangga, Zara berhenti sebentar untuk menempelkan koyo yang dibawanya ke belakang dengkul kakinya.

"Yaelah, baru disuruh lari 5 kali muterin lapangan. Udah gempor aja Lo, Zar."

Zara menepuk pelan belakang dengkulnya, kakinya di gerak-gerakan untuk menyesuaikan koyo yang ditempelkannya tadi.

"Ck. Panas gak ya. Apa nanti dengkul gue bakalan bolong kalo lama-lama pake koyo."

"Ihh amit-amit. Jangan sampe lah."

Zara beranjak menaiki tangga, Ayaz datang, menghampiri Zara dan ikut menaiki tangga bersama.

Zara yang menyadari ada Ayaz disampingnya, diam-diam diam melirik. Dirinya kesal dengan perilaku Ayaz sejak tadi, kemana perginya Ayaz yang acuh kepadanya dan tidak tersentuh sama sekali.

'hihh nyebelin amat sih jadi cowok. So kegantengan banget. Tapi emang beneran ganteng sih. Ih tapi gak jelas banget, gak biasanya mau deket-deket sama gue. Pasti gara-gara dia ngerasa bersalah doang. Coba kalo kagak, gak bakalan mau deket-deket sama gue kali.'

"Kaki Lo sakit?"

Tanya Ayaz memecah keheningan, Zara geram karena masih banyak anak tangga yang harus ia naikki untuk menuju kelasnya.

"Nanya doang, tapi gak ngasih effort  buat gue."

"Lo tadi kenapa kejar-kejaran sama temen Lo di lapangan?"

"Kejar-kejaran gigi Lo. Itu gue lagi di hukum, sok tau banget jadi cowok."

"Kenapa rambut Lo gak diikat kaya biasanya."

"INI ABIS DI JAMBAK WAWA AYAZ!!! GAK LIAT APA RAMBUT PARIPURNA GUE AMBURADUL!!!"

"Kok, Lo gak jawab pertanyaan gue?"

"GUE JAWAB DALEM HATI!!"

Zara membentak Ayaz yang sedari tadi menanyakan pertanyaan yang semakin membuat dirinya panas. Ia kira Ayaz akan diam saat Zara tidak menjawab nya, tapi malah terus berlanjut.

"Lagian bawel amat sih Lo hari ini. Biasanya juga gak mau ngomong sama gue!"

Ayaz terkejut, mengelus dadanya, mengabarkan dirinya. Inilah akibatnya ketika membuat emosi cewek.

Zara meninggalkan Ayaz, memasuki kelasnya yang bising karena tidak ada guru yang mengajar.

Keadaan Zara jauh dari kata baik-baik saja. Sudah dengkulnya sakit gara-gara dihukum, badannya panas karena cuaca yang mentereng, Ayaz yang tiba-tiba minta maaf ditambah lagi dengan pertanyaan Ayaz bertubi-tubi.

Sungguh hari yang melelahkan.











Amburadul dikit gak papa lah ya.

Btw kelas Zara sama Ayaz itu satu lantai ya berada di lantai 3, cuman terpisahkan sama tangga doang.

Jadi lumayan Deket juga sih.

Sekian, kaya gini aja dulu.

Happy Reading all...

Physical Touch [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang