Kaki jenjang Ayaz melangkah keluar kelas dengan cepat, dirinya teringat ada jadwal belajar bersama yang tertunda setelah kejadian ia membentak Zara Rabu lalu.
Ayaz melihat sekeliling kelas Zara yang sudah sepi. Tidak biasanya Zara pergi tanpa mampir ke kelasnya, walau itu sekedar memberikan informasi kalau dirinya akan pulang ke rumah.
"Eh, Zara udah balik?" Ayaz bertanya kepada murid yang satu kelas dengan Zara.
"Udah dari tadi kali."
Kening Ayaz mengerut, beralih ke dindin pembatas yang tingginya se-pinggang, melihat area lapangan yang penuh dengan murid untuk mencari keberadaan Zara.
Cukup lama Ayaz memandang lapangan sekolah yang sangat penuh itu, merotasikan matanya dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri.
Mata Ayaz yang masih terbingkai kacamata, menyipit. Kala melihat cewek yang dicarinya sedari tadi. Ayaz segera turun menuju lapangan dan menghampiri Zara.
"Zar!"
"Zara!"
Telinga Zara mendengar ada yang memanggil namanya, "Ada yang manggil gue ya, Wa?"
"Gak tau, gue kalo kaya gini suka budeg mendadak."
"Zara!"
Langkah kaki Zara terhenti, memang benar-benar ada yang memanggil dirinya. Zara membalikkan badannya, mencari keberadaannya orang yang memanggilnya tadi.
Sedangkan dari sudut lain, tangan Ayaz melambai, memberikan kode pada Zara keberadaannya. Ayaz berlari kecil menghampiri Zara yang jaraknya tidak terlalu jauh darinya.
"Hosh, hosh, hosh."
Napas Ayaz tidak teratur, ia menumpukan tangannya pada lutut dan membungkukan badannya sambil menetralkan deru napasnya.
Zara memandang Ayaz aneh. Ada urusan apa Ayaz mencarinya hingga seperti ini, ia pikir tidak ada lagi yang bisa dibicarakan oleh keduanya.
"Lo, gak belajar bareng gue?"
Belajar bareng katanya. Zara memandang ke arah lain, satu satu sudut bibirnya tersungging. "Bukannya Lo sibuk?"
"Enggak, gua masih ada waktu buat ngajarin elo."
"Gitu ya? Gue gak mau nyia-nyiain waktu Lo cuman buat ngajarin gue."
"Kata siapa? Gue masih punya banyak waktu kok."
Masih punya banyak waktu katanya? Buktinya Rabu kemarin dia sendiri yang bilang kalau waktunya terbuang sia-sia karena mengajarkan Zara.
"Lo lupa? Apa pura-pura lupa?"
"Gue mau ganti pasangan belajar. Lo gak usah repot-repot lagi buang waktu berharga Lo buat ngajarin gue."
Baru Zara membalikkan badannya untuk pergi meninggalkan Ayaz. Suara Ayaz kembali menghentikannya.
"Lo masih marah sama gue? Lo belom maafin gue?"
"Gue tau, gue salah."
"Nggak seharusnya gue melampiaskan seluruh emosi gue ke elo. Soal orangtua, gue beneran gak tau kalo orangtua Lo udah gak ada."
"Gue emang waktu itu lagi sibuk-sibuknya, dan gue gak ada waktu lagi buat ngumpulin proposal yang gue bikin."
Ayaz menunduk, kali ini menatap sepatunya lebih menarik daripada melihat raut wajah Zara yang kecewa.
"Kali ini aja, Zar. Maafin gue."
"Gue gak bisa kaya gini sebelum Lo maafin gue."
Zara berbalik, melihat Ayaz yang menundukkan kepalanya. Sebenarnya Zara sudah melupakan kejadian Rabu lalu, tapi setiap Ayaz mengungkitnya lagi Zara jadi kesal mendengarnya.
Zara membuang napas pelan, "Iya. Udah gue maafin."
"Lo gak perlu repot-repot minta maaf lagi ke gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Physical Touch [end]
Teen FictionPhysical Touch, merupakan salah satu cara mengungkapkan rasa sayang kepada pasangannya yang mengacu pada cara mengekspresikan dan menerima kasih sayang melalui sentuhan, kedekatan fisik, serta bentuk lain dari sentuhan fisik. Dia Ayaz, cowok yang sa...