Perpisahan

199 5 1
                                        

Setelah pengumuman kelulusan dan peringkat per-angkatan terbaru, sudah menjadi tradisi pihak sekolah mengadakan acara kelulusan dengan membebaskan seluruh murid kelas 12 mencorat-coret seragam. Dengan catatan tidak boleh mencoret sarana dan prasarana sekolah.

Terik panasnya sinar matahari di hari jumat ini, seluruh murid kelas 12 berkumpul di lapangan setelah menunggu murid kelas 10 dan 11 pulang kerumah masing-masing.

Jam 09.30 memang sengaja dipulangkan cepat guna membuat senang acara kelulusan secara non-formal atau belum resmi,  sejumlah 300 siswa/i diizinkan bersenang-senang.

Karena malam harinya kemungkinan besar akan diadakan Prom Night yang dipercayakan kepada OSIS untuk bertanggung jawab.

"ZARA!!! CORET BAJU GUE DULU!!! JANGAN BAJU ORANG LAIN!!!"

"Ih Wawa! Gak usah teriak! Panas nih." Zara mengurungkan niat saat akan membubuhkan coretan tanda tangannya pada baju teman kelasnya.

"Lagian mereka kan temen kelas kita juga."

"Gak boleh! Pokoknya coretan lo harus paling pertama di baju gue! Paling atas! Nih disini nih!" Wawa menunjuk pada bagian bahu atas sebelah kanan.

"Iya nih gue kasih TTD gue. Sekarang gantian! Bikin yang gede di punggung gue." Membelakangi Wawa guna memberikan tanda tangan di punggungnya, Zara merunduk sedikit.

"Udah! Yeay lulus!"

Kedua senang dan berpelukan, kemudian ikut bergabung bersama teman lainnya dan mencorat-coret baju siapapun yang bisa mereka coret.

"Wa! Gue mau nyari Ayaz! Mau minta tanda kepemilikan." Wawa melotot mendengar Zara yang langsung berlari cepat menghilang dari area pandangannya.

"ZARA! GAK BOLEH ANEH-ANEH!!!"

Berbeda dengan murid lain yang berkumpul di tengah lapangan yang terik, Ayaz justru hanya berada di dalam kelas dengan AC yang menyala dan menyumbah kedua telingan dengan Earphone.

Mendengar derap langkah yang berjalan menuju kelasnya, Ayaz pura-pura tak melihat gerakan Zara mengendap-endap, berusaha agar tidak ketahuan.

Sudut bibirnya menyunggingkan senyum geli. Mana ada yang bersikap kaya gitu padahal Ayaz sudah menyadarinya sedari tadi.

"Ayaz kalo denger musik bisa fokus banget gitu, ya?"

"Masa bisa betah duduk diem di kursi gitu sih."

"Apa kagetin aja, biar surprise. "

"Eh, tapi nanti malah kena semprot lagi, kalo marah serem anjir."

"Lah, malah senyam-senyum gitu. Jadi serem ih." Astaga Ayaz senyam-senyum gini kan karena ulah Zara juga, sebenarnya gak jelas sih orangnya, tapi gak tau dia pengen senyum gini.

Masih dengan posisi duduk cool sambil mendengarkan musik yang suaranya hampir tidak ada itu, ia mendadak tak terima kalau Zara ingin meninggalkannya.

"Gak mau ganggu lah, nanti aja pas Prom Night ngomongnya."

"Ngomong? Ngomong apaan? Apa Zara bakalan ngungkapin perasaanya lagi? Gak bisa nih, harus gue duluan pokoknya yang bilang. Masa gue yang di tembak cewek sih,  gak ada imagenya banget dong gue sebagai cowok." Batin Ayaz dan benar-benar melihat Zara keluar dari kelasnya.

"Ck! Kurang cepet gue." Kesalnya.

Ayaz tidak ingin melihat dan mendengar aksi memalukan Zara yang pasti secara terang-terangan akan mengungkapkan perasaan di depan umum.

Ia tahu kalau Zara itu gadis yang sangat suka Mainstrem segala hal yang dilakukan Zara pasti akan menciptakan sensasi dan berakhir menjadi trending topik di sekolah.

Oleh karena itu, Ayaz akan mendahului sebelum Zara mengambil tindakan. Karena ia tidak mau hubungannya dengan Zara menjadi perbincangan murid sekolah.

"Tapi gimana caranya."

"Masa, harus kaya lamaran sepupu gue tahun kemaren sih."

"Gue pantesnya ngasih apa, ya?"

"Kata-kata juga kaya gimana?"

"Ah! Nyesel gue kaga pernah nanggepin Ucup yang sering curhat habis nembak cewek."

Mengacak rambutnya kasar, Ayaz bergegas segera pulang untuk mempersiapkan dirinya di acara Prom Night malam nanti.

Orang tua yang menyambut dirumah pun sangat bahagia melihatnya sudah lulus Sekolah Menengah Akhir ini. Ayaz jadi memikirkan Zara, bagaimana reaksinya disaat kelulusan tidak ada kedua orang tua.

"Mah, Pah. Ayaz minta maaf kalau selama ini Ayaz banyak salah dan ngerepotin. Sampai sekarang, baru ini yang bisa Ayaz kasih." Tangannya menyerahkan lembar kertas bertuliskan LULUS.

"Mamah dan Papah justru bangga sama kamu, kamu udah ngasih yang terbaik selama ini. Maaf kalau Mamah dan Papah suka menekan kamu biar belajar terus."

"Papah juga minta maaf kalau Papah terlalu keras dan kasar sama kamu. Tapi anak-anak Papah memang selalu membanggakan kami. Selamat atas kelulusan kamu."

Tak ada kakaknya karena sudah menikah empat tahun yang lalu dan ikut suaminya tinggal di New Zeland karena pekerjaan. Jadilah hanya mereka bertiga yang berpelukan.

"Oh iya, Mamah udah siapin baju kamu buat nanti malam. Pake ya, kakak kamu sendiri yang cariin sebagai permintaan maaf karena nanti gak bakal hadir pas kamh wisuda."

"Iya, bakalan aku pake."

"Yaudah makan dulu yuk, terus kamu mandi, sholat jumat dan tidur sebentar. Mumpung masih ada waktu."

Ayaz menurut, ia kemudian langsung mandi, makan dan bergegas menuju Masjid terdekat guna melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim dan cowok.

Sepulang dari Sholat Jum'at pun, ia langsung tidur siang agar malamnya tidak terlalu lelah. 4 jam waktu yang sangat cukup mengistirahatkan tubuh dan matanya.

Pukul 04.25 setelah mandi, Ayaz menunaikan ibadahnya mumpung masih ada waktu. Bersiap-siap sendiri dan melihat tampilannya di kaca full body miliknya, Ayaz tak mengira kalau ia bisa seganteng ini.

"Pantesan Zara suka sama gue. Ganteng gini." Ia membenarkan simpul dasi hitamnya.

Tapi, sejak kapan ia menjadi seorang yang percaya dirinya sangat tinggi.

"Mah, Pah. Ayaz berangkat sekarang ya, takut kena macet di jalan. Ayaz pinjem mobilnya juga ya, Pah."

"Iya, hati-hati bawanya."

"Jangan ngebut."

Ia berpamitan kepada kedua orang tuanya dan menuju garasi, melihat Expander keluaran baru milik Papahnya.

"Selera papah lumayan juga. Simple tapi, ya lumayan lah."

Physical Touch [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang